Karena itu, tidak dipidananya para terdakwa atas perbuatan melakukan operasi tanpa SIP dan pemalsuan tandatangan, bukan berarti perbuatannya tidak terbukti secara materil. Akan tetapi lebih karena faktor bentuk susunan dakwaan yang dibuat alternatif. Idealnya, perbuatan para terdakwa dalam perkara ini didakwa dengan bentuk dakwaan kumulatif, sehingga setiap perbuatan dibuktikan satu-persatu secara kumulatif.
Bukti-bukti tidak adanya SIP ketiga terdakwa tak terbantahkan lagi. Begitupun bukti pemalsuan tandatangan, cukup meyakinkan, karena didasarkan pada akta otentik hasil labor yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Dua jenis perbuatan ini jelas dan gamblang merupakan indikasi kuat malpraktik dan perbuatan kriminal sekaligus.
Aneh sekali, pemeriksaan MKEK hanya fokus pada sebab kematian pasien Siska Makatey, yakni: masuknya emboli udara ke bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung yang berujung kematian Siska. Emboli udara mana disebutkan MKEK sifatnya unpredictable.
MKEK tidak memeriksa keseluruhan perbuatan dr. Ayu Cs, seperti diuraian di atas, termasuk pembiaran yang dilakukan dr. Ayu Cs dan pihak rumah sakit terhadap korban Siska Makatey, yang telah masuk sejak pagi hari sampai malam baru dioperasi. Sedangkan saat pertama masuk rumah sakit, rujukan dari puskemesmas, saja, kondisi Siska sudah sangat lemah. Hal mana dibuktikan oleh rekam medik, yang dibacakan saksi ahli di persidangan.
MKEK juga tak persoalkan dr. Ayu Cs operasi Siska sedangkan dr. Ayu Cs ini diketahui belum memiliki SIP. Pertanyannya, apakah memang dibenarkan secara prosedur da etik dalam praktik kedokteran di Indonesia, dokter tanpa SIP melakukan tindakan medik beresiko tinggi?
Kemudian, mengapa MKEK tidak persoalkan indikasi kuat pemalsuan tandatangan korban Siska Makatey, oleh dokter, sebagaimana bukti Laboratorium Forensik Makasar? Sehingga muncul pertanyaan lanjutan: apakah memang dibolehkan secara prosedur dan etik kedokteran, pemalsuan tandatangan pasien oleh tenaga kesehatan dalam lembar persetujuan tindakan medik?
Karena itu, kuat dugaan sidang MKEK merupakan upaya menutupi kesalahan kolega, sebagai wujud esprit de corp. Terutama karena hanya melokalisir pada sebab kematian, bukan pada keseluruhan etika dan standar prosedur yang dilakukan dokter terhadap pasien (Siska Makatey) sebelum, saat dan sesudah operasi.
Padahal, lingkup kewenangan dan tugas MKEK adalah: menyelesaikan setiap permasalahan tentang bioetika dan etika kedokteran dan masalah konflik etikolegal, khususnya yang berpotensi menjadi sengket medik, dengan cara meneliti, memeriksa, menyidangkan dan memutus perkaranya . Bukan fokus memeriksa penyebab kematian pasien dan siapa yang bertanggung jawab.
Penutup
Malpraktik dapat sekaligus berdimensi pidana jika terpenuhi unsur pidana dalam pasal undang-undang. Di Indonesia, malpraktik medis yang dibawa ke proses hukum pidana terbilang tidak umum atau sangat sedikit sehingga dikatakan mengikuti fenomena gunung es, artinya, yang tak terungkap ke permukaan diyakini jauh lebih banyak. Yang umum dikasuskan adalah perbuatan dokter yang tergolong kriminal murni, seperti aborsi, korupsi, dll.
Di sinilah pentingnya dokter dan masyarakat umum memahami apa saja ruang lingkup perbuatan kriminal dan malpraktik yang mungkin dilakukan oleh dokter dalam menjalankan tugas profesinya. Pengetahuan tersebut penting untuk mengantisipasi agar hal demikian tak terjadi.