Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lagi, Skandal Pelemahan KPK Akhirnya Terungkap!

5 Agustus 2012   09:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:13 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidan korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh PARA PIHAK, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara.

Sekali lagi kausula MoU ke-4 tersebut telah melakukan repetisi terhadap ketentuan Pasal 8 UU KPK. Hal yang seharusnya tidak perlu. Pertama, karena melepaskan poin kendali KPK kepada kesetaraan dengan kepolisian dan kejaksaan. Kedua, kata "dapat" dalam redaksional klausula ke-4 MoU tersebut telah "menyandera" KPK. Kata "dapat" itu maknanya boleh dilakukan dan boleh juga tidak alias tidak wajib.

Memang, di dalam Pasal 8 UU KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan, namun poin kendali ada di tangan KPK atau bukan diletakkan secara setara di tangan kepolisian dan kejaksaan seperti ini. Apalagi, pengambilalihan penyidikan tersebut harus melalui serangkaian seremoni "dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh PARA PIHAK, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara". Lah, kalau kejaksaan menolak atau memboikot, bagaimana? Persis seperti saat ini dalam kasus Simulator SIM! Hadeh.

Penting

Harusnya, KPK fokus saja melaksanakan kewenangan sesuai UU KPK dan tidak mengikatkan "tali" di leher dengan institusi yang korupsinya akan diberantas. Ini penting. Karena khittah kelahiran KPK adalah untuk memberantas korupsi penegak hukum di dunia peradilan dan korupsi skala besar.

KPK sebaiknya segera menyadari blunder ini dan menarik diri dari MoU tersebut, kapan perlu secara sepihak, karena MoU tersebut toh batal demi hukum karena bertentangan dengan undang-undang. Batal demi hukum (null and void) maknanya MoU tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah lahir ke muka bumi.

Bersamaan dengan itu, institusi negara lain, seperti Komisi III DPR RI sebaiknya memberikan dukungan politik habis-habisan kepada KPK untuk menjalankan secara penuh kewenangan super body-nya. Para politisi tak perlu ragu-ragu sedetik pun, karena inilah langkah merayu rakyat menuju agenda politis 2014. Bukan begitu, kisanak? Sedangkan masyarakat sipil sudah pasti cenderung berada di pihak pro pemberantasan korupsi.

Penulis juga menyarankan KPK bertindak lebih jauh dan tegas lagi. Kongkritnya, Sutarman Cs (sekitar 18 orang) sebaiknya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus menghalang-halangi penyidikan dalam penyitaan barang bukti di Markas Korlantas Mabes Polri, Senin-Selasa (30-31/7/2012) lalu. Selanjutnya, biar rakyat yang mengawal KPK. Seperti kata taktikus perang Sun Tzu (544-496 SM), dahului sebelum kedahuluan!

Selebihnya, bertindaklah layaknya super body!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun