Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lagi, Skandal Pelemahan KPK Akhirnya Terungkap!

5 Agustus 2012   09:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:13 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.

(4) Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan segera dihentikan.

Skandal itu

Setelah redaksional ketentuan Pasal 50 UU KPK tersebut dibaca pelan-pelan, sekarang "penelanjangan" terhadap point-point MoU dimulai!

1. Dalam hal PARA PIHAK melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan PARA PIHAK

Klausula di atas jelas-jelas "mengebiri" kewenangan KPK. Dimana KPK telah tersandera instansi lain (kejaksaan dan kepolisian) dalam penanganan kasus korupsi. Suatu hal yang seharusnya terlarang karena KPK merupakan lembaga pemberantasan korupsi super body. Sebab, Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK telah mengatur substansi klausula di atas, dengan memberikan poin kendali di tangan KPK. Gara-gara klausula tersebut, kini KPK harus melepaskan kewenangan kepada "instansi yang lebih dahulu melakukan penyidikan". Dengan demikian, poin kendali itu telah dilepaskan.

2. Penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali.

Seklebatan tidak ada masalah dalam redaksional klausula ke-2 dari MoU di atas. Namun, jika dihubungkan dengan poin kendali KPK dalam Pasal 50 UU KPK, jelas dan tandas sekarang poin kendali itu telah disamarkan. Sekarang, KPK tidak lagi dalam posisi sebagai pengendali penuh melainkan "sederajat" dengan Polri dan Kejaksaan.

MoU pada dasarnya adalah perikatan dalam bentuk perjanjian yang mengansumsikan kedudukan para pihak sederajat. Padahal, dalam pemberantasan korupsi, kedudukan KPK lebih "tinggi". Pasalnya, UU KPK memberi kewenangan kepada KPK untuk melakukan supervisi pada Polri dan Kejaksaan dibidang pemberantasan korupsi. Bahkan, Pasal 8 ayat (2) UU KPK memberi kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Jadi, KPK itu "lebih tinggi" kedudukannya dibandingkan kepolisian dan kejaksaan di bidang pemberantasan korupsi.

3. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.

Sama dengan poin ke-2 MoU di atas, harusnya tak perlu ada klausula ini. Pasalnya, redaksi klausula MoU demikian telah diatur dalam UU KPK. Setiap institusi negara, termasuk kepolisian dan kejaksaan, wajib tunduk pada UU KPK tersebut. Nah, gara-gara klausula MoU ini maka kedudukan KPK yang "lebih tinggi" sebagai supervisi pemberantasan korupsi di Indonesia, sekarang terdegradasi menjadi "sederajat" dengan kepolisian dan kejaksaan. Letak super body dari KPK otomatis telah terdistorsi dengan MoU demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun