Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 181
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahiran, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 503 ke 2
Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:
2. Barang siapa membikin gaduh di dekat bangunan untuk menjalankan ibadat yang dibolehkan atau untuk sidang pengadilan, pada waktu ada ibadat atau sidang. Catatan 1. Perlu diperhatikan, kelompok pasal di atas tidak mencakup perbuatan yang ditujukan melakukan penodaan terhadap Tuhan atau dikenal sebagai "blasphemy" atau "Godslatering" atau "Gotteslasterung", penghinaan nabi, rasul, kitab suci, pemuka agama, lembaga agama, dan penyiaran atau penyebaran agama. Jika ada orang yang menghina Tuhan suatu pemeluk agama, perbuatan tersebut tidak bisa dijerat dengan pasal-pasal tersebut pada kelompok pertama di atas. Kriminalisasi perbuatan blasphemy dst belakangan dimasukan dalam RUU KUHP. Dalam Draf RUU KUHP versi tahun 2004, blasphemy dimuat dalam Pasal 337. Sedangkan penghinaa rasul, nabi, kitab suci, ajaran agama, dan ibadah keagamaan...dicantumkan dalam Pasal 338. 2. Pasca empat kali perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, ketentuan-ketentuan pasal delik agama di atas menjadi riskan diterapkan. Sebab, pasal-pasal penyebar kebencian (haatzaai artikelen) tersebut tergolong sebagai "pasal karet" yang multitafsir, yang sejarahnya digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk membungkam kaum pergerakan. Dalam kaitan ini, penegak hukum memiliki diskresi atau kewenangan untuk tidak menerapkan atau menyimpangi pasal-pasal tersebut, seperti halnya tidak menerapkan pidana terhadap pengemis yang nota bene ada pasal pidananya dalam KUHP. Namun kata akhir diterapkan atau tidak ada pada penegak hukum. 3. Ke depan, salah satu agenda pembaharuan hukum pidana adalah memperbaiki muatan norma dari delik-delik agama agar sesuai dengan nafas negara hukum demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[] Referensi: R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, ed. 5 cet. 12, penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006; Supanto, Delik Agama, penerbit LPP UNS dan UNS Press, cet. 1, Surakarta, 2007.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H