Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga mengartikan 'tercela' sebagai, "patut dicela; tidak pantas". Perwira tinggi ABRI terlibat penculikan aktivis sipil, terlibat kerusuhan, dan tindakan indisipliner berat tentulah terkategori perbuatan yang patut dicela atau tidak pantas.
Mustahil menyebut penculikan dan tindakan indispliner berat sehingga berujung pemecatan tsb sebagai tindakan terpuji, sangat pantas, dan layak dihormati. Itu perbuatan hina-dina.
Makin tak terhormat lagi ketika Prabowo mengelak dari tanggung jawab dengan melemparkan kesalahan pada atasannya. "Tanya atasan saya," jawabnya saat ditanya JK dalam debat Capres-Cawapres, Senin (9/6).
Terkait hal ini, kembali mantan Wakil Panglima ABRI Letjen (Purn) Fachrul Razi membantahnya, sebagaimana dikutip dari Kompas (12/6/2014, h.3). Menurut anggota DKP ini, Prabowo memang kerap bertindak di luar komando TNI.
"Tak ada itu lembaga TNI menyuruh menculik. Itu bukan tugas tentara. Apalagi menculik dengan menggunakan Kopassus. Kopassus pasukan elit dan terhormat. Tindakan tersebut merendahkan martabat Kopassus dan TNI," kata Fachrul.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa Keputusan DKP No KEP/03/VIII/1998/DKP tgl 21 Agustus 1998 dan Keppres 62/1998 harusnya jadi bukti formil bahwa Prabowo Subianto tidak memenuhi syarat sebagai capres karena tak memenuhi ketentuan Pasal 5 huruf i UU 42/2008: tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
(Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H