Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perlunya Shock Therapy Pada Pemberantasan Korupsi

16 Desember 2024   05:00 Diperbarui: 15 Desember 2024   20:14 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bulan Desember bisa diasosiasikan dengan upaya negara untuk memberantas korupsi, karena pada bulan itu ada Hari Anti Korupsi Sedunia.

Korupsi yang meraja lela di Indonesia, dari aras paling bawah hingga atas, di Pemerintahan maupun sektor swasta, menyebabkan Indonesia selalu tergerogoti, dan sudah 79 tahun merdeka, namun keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat belum jua terwujud.

Sebagai issue yang seksi, Kompas TV perlu mengangkatnya sebagai topik untuk acara Gagas RI episode ke 11, yang dikemas dalam judul "Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia".

Sebagai panelis diundang Menteri Agama RI dalam Kabinet Merah Putih, Prof. Nassarudin Umar. Dengan pembahas Erry Riyana Hardjapamengkas, mantan wakil Ketua KPK pertama dan Prof. franciska Ery Seda, sosiolog terkenal.

Dalam tapping di studio Kompas TV, yang dilakukan Jumat 13 Desember 2024, Menteri Agama menyoroti pentingnya segitiga mitos, logos, dan etos, yang pernah diungkapkan oleh Max Weber dalam upaya pemberantasan korupsi yang dikaitkan dengan peranan agama.

Dalam kehidupan sehari-hari, rakyat Indonesia yang dikenal agamis, semoga bukan hanya sekadar penganut agama yang tercantum di KTP saja, namun harus benar-benar dekat dengan agamanya, jangan sekadar label saja sehingga kehidupannya sangat berjarak dengan agamanya.

Rakyat Indonesia harus benar-benar menjalankan agamanya bukan sekadar ritual saja, sehingga mampu menyesuaikan diri bukan berambisi mendapatkan yang paling besar, paling tinggi dan paling banyak, yang berakibat membuat kehidupannya tidak tenang.

Selalu gelisah, seakan orang lain lebih hebat, sehingga akhirnya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Hidup itu akan berkah, bila kita hanya mengambil hak kita. Jangan serakah dengan mau mengambil hak orang lain. Karena kita seakan-akan mengisi kehidupan kita dengan segala yang haram yang hanya dapat disucikan dengan api neraka.

Meski kita rajin beribadah, tetapi bila kita masih rakus, maka percuma saja ibadah yang kita jalankan.

Idealnya bila kita belajar dari negara makmur, harusnya bisa memberikan pendidikan gratis, pengobatan gratis, sehingga hidup tidak tergantung beaya. Bagaimana Hal ini bisa dicapai bila keuangan negara masih digerogoti korupsi.

Tokoh agama harus menjadi contoh. Maka melalui Kementerian yang dipimpinnya, Nassarudin mencoba melakukan penghematan, dan semoga ditiru oleh Kementerian lainnya.

Dicontohkan, pejabat eselon tidak perlu melakukan perjalanan dinas secara fisik, bila masih dapat dilakukan secara virtual. Kebijakan ini sudah berhasil menurunkan beaya perjalanan dinas 50%.

Agar pelaku korupsi jera, sebaiknya dilakukan shock therapy, seperti yang diterapkan di China, pelaku korupsi yang tertangkap dan terbukti bersalah, dihukum mati, sehingga orang selalu ingat bahwa korupsi adalah tindakan yang menjijikkan.

Kesimpulannya untuk dapat memberantas korupsi harus ada shock therapy, sistem bernegara yang benar, dan peran aktif pemuka agama dalam pencegahan korupsi.

Menteri Agama (dokpri)
Menteri Agama (dokpri)


Perlu adanya teladan, maka melalui Kementerian Agama diharapkan kebaikan bisa menular kepada lainnya. "Psrlu adanya satu kata dengan perbuatan," demikian kata penutup dari Nassarudin.

Acara ini akan disiarkan dalam satu pekan ke depan dan dapat disaksikan di Kompas TV

Semoga gagasan yang bernas ini dapat menginspirasi banyak orang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun