Bumi kita yang makin tua, perlu dilindungi dari pencemaran oleh limbah  / sampah, khususnya limbah / sampah plastik yang sulit diurai oleh tanah. Untunglah masih ada orang-orang yang mau peduli, salah satunya adalah Muhammad Sulthoni Sastrowidjoyo alias Toni Konde.
Narasumber Koteka Talk 198 ini lahir di Tanjung Karang, dan sekarang berdomisili di Solo.
Sebagai pekerja seni yang aktif di komunitas lingkungan, maka Toni Konde berhasrat menciptakan karya seni berbasis lingkungan.
Dalam kegiatannya membersihkan lingkungan, sungai dan gunung, Toni Konde sering menemukan sampah plastik.
Terinspirasi dari seniman di Solo yang membuat wayang dari kertas, timbul ide kreatif untuk membuat wayang dari sampah plastik.
Melalui organisasi yang diberi nama Wangsa, singkatan dari Wayang Sampah, mulai tahun 2014 wayang Sampah mulai digulirkan.
Wayang Sampah ini memiliki tokoh-tokoh sesuai pakemnya, seperti mbah Wongso sebagai orang bijak sekelas Semar, singkatan dari Wong Solo, lalu ada yang berwarna hitam sebagai pak Lurah, yang berwarna hijau dipanggil pak Somad, tokoh hansip penjaga keananan desa, dan Genduk tokoh perempuan berkembdn dengan rambut merah muda. Wayang Sampah juga dibuka dan ditutup dengan gunungan dengan gambar logo Wangsa.
Waktu pementasan normalnya 1-2 jam, maksimal 3 jam. Jadi tidak semalam suntuk.
Semula Wayang Sampah (2014) tanpa diiringi musik. Supaya lebih menarik, pada tahun 2015 diciptakan gamelan dari sampah kaca dan pipa pralon.