Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Mudah Meneladani Gaya Hidup Pak Tjip & Bu Rose

29 Agustus 2024   05:00 Diperbarui: 29 Agustus 2024   10:58 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Tjip & Bu Rose sumber gambar: Tjiptadinata)


Bagi pak Tjiptadinata Efendi (pak Tjip) dan ibu Rosalina (bu Rose) yang berhasil melalui perioda perkawinan 60 tahun, yang akan dirayakan pada sebuah Diamond Wedding Anniversary tentunya sebuah prestasi yang luar biasa. Bagi kalangan gen Z sebuah perkawinan adalah sesuatu yang mengerikan sekarang, lowongan pekerjaan yang harus adu cerdas dengan AI, dana untuk beli rumah yang tak terjangkau, dan belum lagi bila memiliki anak, harus menyiapkan dana pendidikan yang tidak sedikit. Lagipula harus memiliki kreatifitas tinggi agar mampu bersaing di dunia kerja.

Pak Tjip dan bu Rose mungkin termasuk manusia yang beruntung, karena lahir pada generasi Baby Boomers, sebuah generasi yang dikatakan paling beruntung. Karena sempat mengalami lompatan teknologi. Sempat menulis dengan mesin ketik, kini sempat menggunakan word processing di komputer. Sempat menggunakan kamera dengan roll film saat berwisata, dan kini sempat menikmati membuat foto dan video melalui gawai. Sempat mengalami telepon dan pager, yang kini telah digantikan dengan telepon selular. Dan tentunya masih banyak lagi perubahan yang sangat fenomenal.

Sebagai insan literasi pak Tjip dan bu Rose selalu senang berbagi kisah hidupnya. Sehingga kita bisa mengetahui gejolak kehidupannya. Berawal dari Sumatera Barat, berpindah-pindah hingga akhirnya memutuskan untuk menetap di Perth, Australia.

Dari tulisannya, kita juga mengetahui pak Tjip dan bu Rose mengalami pasang surut kehidupan, kadang dibawah kadang diatas.

Namun semangatnya sebagai bangsa Indonesia tetap abadi, meski sudah hidup nyaman di Australia, masih selalu rindu pulang menengok tanah airnya dan juga teman-temannya.

Kekerabatannya dengan komunitas penulis di Kompasiana dan YPTD tetap abadi, meski kita saling berjauhan. Kita hanya saling menyapa lewat tulisan atau melalui blog walking.

Pengalaman saya pribadi dengan pak Tjip dan bu Rose hanya pernah ketemu darat tiga kali. Namun kami terasa sudah seperti sahabat lama. Meski sudah lama berkenalan lewat tulisan, saya beremu muka pertama kali pada Kompasianival yang diadakan di Taman Mini Indonesia Indah. Kalau saya jelas mengenal beliau berdua, sejoli yang  paling menginspirasi banyak penulis. Tetapi pak Tjip dan bu Rose baru mengenal saya. Namun yang sangat membanggakan pak Tjip dan bu Rose selalu ingat orang yang sudah dikenalnya. Buktinya, secara tidak terduga, kami bertemu di Cafe Batavia, Kawasan Kota Tua, Jakarta. Dua sejoli ini masih ingat nama lengkap saya. Dan pertemuan terakhir adalah setelah pandemi Covid menerpa dunia. Pak Tjip dan bu Rose berkenan datang di Perpusnas, Jakarta dalam acara yang merupakan kolaborasi Kompasiana dan YPTD.

Melihat dua sejoli ini, kita merasa bangga sekaligus iri. Bangga karena di usianya yang senja keduanya tetap rukun dan sama-sama senang menulis. Banyak kisah kehidupan yang telah dituliskannya, meski jarang memperoleh label Artikel Utama, tetapi beliau tetap setia menulis. Hal inilah yang saya teladani, meski saya juga jarang mendapat label Artikel Utama, saya tetap menulis. Mungkin antara penulis generasi Baby Boomers dengan admin yang beda generasi, beda selera.

Iri, karena pak Tjip dan bu Rose bergabung dengan Kompasiana lebih awal, sehingga lebih banyak mendapatkan teman-teman penulis sepantaran. Beda dengan sekarang yang lebih banyak didominasi penulis muda, bahkan mahasiswa.

Kembali ke usia perkawinan yang berhasil mencapai 60 tahun, adalah prestasi yang patut diapresiasi. Zaman sekarang lembaga perkawinan sangat rapuh. Soal ekonomi selalu menjadi pemicunya. Pak Tjip dan bu Roae telah mampu melalui semua rintangan kehidupan, karena pak Tjip pernah bercerita saat dia terpuruk, namun bu Rose masih setia mendampinginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun