Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tahukah Anda, Depok Pernah Punya Presiden?

20 Desember 2023   10:00 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:03 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah pernahkah Anda blusukan ke Depok? Sebagai pecinta sejarah, sekiranya perlu mengeksplorasi Depok Lama.

Untuk mudahnya Anda dapat menggunakan commuter line jurusan ke Bogor dari Manggarai, turun di Depok, jangan Depok Baru ya.

Stasiun Depok ini dikenal sebagai stasiun Depok Lama. merupakan stasiun tertua dibangun tahun 1881. Berjalan kaki sekitar 120 meter, diantara lokasi penitipan sepeda motor, Anda akan tiba di Gereja Kristen Pasundan.

Apa keistimewaan gereja ini? Gereja ini berperan membangun masyarakat Kristen di Depok dan sekitarnya, bermula dari meng-Kristen -kan para budak, termasuk warga lokal (Sunda).

Awal mulanya berasal dari seorang saudagar kaya Belanda, Cornelis Chastelein membeli tanah di Depok, pada abad 18 Cornelis diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda menjadi penguasa dan pendiri Depok.

Sebagai penguasa Depok, Cornelis memberikan opsi kepada para budaknya. Yang mau setia padanya diajarkan bahasa Belanda dan memperoleh warisan berupa tanah, rumah, perkebunan, dan senjata. Sedangkan yang  tidak mau setia, harus tinggal di luar Depok, seperti Pondok Cina, Citayam atau Bojong Gede.

Mungkin hal ini yang menimbulkan sebutan nyinyir / hinaan, "Belanda Depok". Sebaiknya istilah ini jangan dikatakan pada warga Depok, karena mereka akan tersinggung. Sama halnya bila di Amerika Serikat, jangan menyebut "Niger / Negro" pada warga kulit hitam.

Karena selain mencari rempah-rempah (berdagang), Cornelis juga memiliki misi memperluas agama Kristen di tempat tinggalnya, akibatnya pada masa itu terbangun sekitar 50 gereja.

Jadi psda jarak berdekatan, kita akan menjumpai gereja di Depok. Meski tidak sebanyak di Manado yang dikenal sebagai  kota 1000 gereja, atau Banda Aceh dengan kota 1000 masjid atau Singkawang dengan kota 1000 klenteng.

GKP (dokpri)
GKP (dokpri)
Gereja Kristen Pasundan (GKP) bukan yang tertua, diresmikan pada September   1953, menurut penjelasan pengurus GKP, Hendra, meski menurut data di Wikipedia resmi diresmikan November 1934. gereja ini bermula sebuah ruangan kosong bekas klinik yang dirapikan agar pantas digunakan sebagai tempat berbadah. Pada mulanya ibadah menggunakan bahasa Sunda, karena gereja Immanuel menggunakan bahasa Belanda, yang tidak dipahami warga lokal.

GKP tidak dapat ditetapkan menjadi cagar budaya, karena sudah direnovasi tiga kali dengan tidak mempertahankan bentuk aslinya.

Pada gereja Kristen aliran Calvinist hanya ada salib dan mimbar di bagian depan gereja. Saat ini bergabung dengan GPIB dan menjadi gereja nasional, menggunakan bahasa Indonesia dan bukan khusus untuk orang Sunda. Bahkan kini jumlah jemaat orang Sunda kurang dari 10 keluarga.

Peran Cornelis di Depok mendirikan sekolah untuk warga pribumi, Cornelis mendatangkan guru dari Bekasi, Mester, dan tempat-tempat lain, yang kini menjadi SDN Depok 2. Guna memperoleh guru lokal, bagi siswa yang berminat menjadi guru, harus belajar lagi di sore hari untuk menjadi guru.

Peninggalan Cornelis lainnya, adalah sebuah cagar alam yang terletak sekitar 110 meter dari stasiun Depok.

Pada tahun 1890 di Depok terdapat sebuah seminari khusus pribumi. Seminari ini menjadi cikal bakal STT di Jl. Proklamasi, Jakarta.

Mengapa banyak budak yang setia pada Cornelis? Karena kota Depok saat itu sudah cukup maju, misal sudah memiliki tiang telepon seperti halnya Batavia (Pintu Kecil) dan Cirebon.

Dalam gereja (dok: HPI)
Dalam gereja (dok: HPI)
Walking 4 jelajah Depok yang dipandu oleh  Adjie dalam rangka program pengayaan HPI DKI Jakarta ini, membawa kami  ke rumah Presiden terakhir Depok, yang terletak di Jl. Pemuda no. 7, Depok (sekarang)

Bagian dalam rumah (dokpri)
Bagian dalam rumah (dokpri)
Rupanya pada periode 1913-1945, tepatnya mulai 14 Januari 1913, Pemerintah Hindia Belanda pernah mengakui adanya Republik Depok (Gementee Depok). Meski republik ini belum diakui secara internsional, terdiri dari Presiden, Sekretaris, Bendahara dan 2:konselor. Jadi pada prinsipnya mengatur wilayah Depok, struktur Pemerintah desa berbentuk republik. Presiden berkuasa selama 3 tahun, boleh dipilih lebih dari sekali, hingga sudah ada 5 Presiden, diantaranya Gerrit Jonathans, Martinus Laurens, Leonardus Leander, dan Johannes Matijs Jonathans.

Menurut cucu Presiden Depok terakhir yang menerima kunjungan kami, Republik Depok juga memiliki istana yang letaknya di depan rumah peninggalan kakeknya, yang terdapat prasasti Cornelis (repika, bukan aslinya). sekarang berfungsi sebagai rumah sakit.

Prasasti Cornelis (dokpri)
Prasasti Cornelis (dokpri)
Prasasti asli telah dihancurkan oleh pemuda-prmuda pro Republik pada peristiwa Gedoran Depok pada 1945. Banyak kaum pria yang dijebloskan ke penjara Paledang, Bogor. Kaum wanita dan anak-anak ditahan di Depok. Mereka diselamatkan pasukan Gurkha dari Sekutu.

Pada 4'Agustus tahun 1952 Republik Depok menyatakan bergabung dengan NKRI. semua diserahkan kepada Pemerintah Republik, tetapi kemudian sebagian dikembalikan pada ahli warisnya. Sayang sekali catatan dan bukti sejarah sudah banyak yang hilang, kecuali rumah Presiden Depok terakhir yang masih dirawa8t dan ditinggali cucunya (dibangun 1933).

Menurut keterangan cucu  Presiden Depok, kata Depok berasal dari padepokan dari bahasa Sunda / Kawi, bukan  singkatan dari "De Eereste Protestantse Organisatie van Kristenen", ini hanya plesetan saja

Kami lalu mengunjungi gereja tertua di Depok, yaitu GPIB Immanuel yang dibangun tahun 1834 semula bernama Hervormde (Gereja Masehi)..

GPIB Immanuel (dokpri)
GPIB Immanuel (dokpri)

Keistimewaan gereja ini memiliki 12 pintu masuk berdasar 12 marga yang ada di Depok, yakni Isakh, Joseph, Laurens, Tholense, Bacas, Loen, Zadokh, Samuel, Jacob, Leander, Soedira, dan Jonathan. Keduabelas marga masih ada keturunannya, kecuali Zadokh karena keturunan terakhir semua perempuan.

Gereja ini menjadi cagar budaya di Depok.

Bagian dalam GPIB (dokpri)
Bagian dalam GPIB (dokpri)


Terakhir, kami mengunjungi kafe Cornelis yang banyak memajang foto-foto lama Depok untuk ishoma.

Demikian akhir perjalanan kami, semoga walking tour ini menambah kekayaan kami akan sejarah kota Depok

- Referensi: 

* penjelasan narasumber saar walking tour.

- heberapa refereni bacaan terkait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun