Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Melawan Lupa, Resensi Novel "Prasa"

24 Oktober 2023   10:00 Diperbarui: 24 Oktober 2023   10:24 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dan Yon Bayu (dok: Denik)


Seperti kita ketahui, Yon Bayu Wahyono, salah seorang Kompasianer senior yang pernah meraih predikat "Best of Opinion" pada 2017 telah menerbitkan sekaligus 2 novel, yang akan dibedah di TIM pada tanggal 29 Oktober 2023 mendatang.

Penulis dan Yon Bayu (dok: Denik)
Penulis dan Yon Bayu (dok: Denik)

Saya yang sempat membaca salah satu novelnya, yaitu "Prasa", mencoba menuliskan resensi atas novel tersebut, agar calon pembaca menangkap inti novel ini, walau bukan menyajikan spoiler. Sehingga tidak ragu untuk membacanya.

Novel setebal 245 halaman ini menggunakan cover yang cukup menggoda dengan gambar sepatu lars tentara yang sedang menginjak sekuntum  bunga. Terlebih setelah membaca ringkasan cerita, pada cover belakang, saya jadi tertarik untuk membacanya.

Sinipsis

Konflik yang dialami ioleh Prasa, yang merasa janggal sebagai anak angkat seorang perwira, justru mengetahui melalui penelusuran pribadi bahwa orangtua kandungnya meninggal akibat operasi tanpa nama yang dilakukan oleh ayah angkatnya di masa lalu  Timbul konflik di hatinya, antara harus berterima kasih atas kasih sayang orangtua angkatnya atau harus membalas dendam atas kematian orangtua kandungnya.

Novel diawali dengan mimpi Prasa akan Shama, anak asal dusunnya, dan tiba-tiba Prasa terbangun karena dering telepon dari kakaknya yang mengabarkan bahwa ayah angkatnya meninggal dunia. Pupuslah harapan Prasa untuk mengetahui jati dirinya, karena saksi hidup itu telah tiada.

Dikisahkan sebelumnya Prasa kabur dari rumahnya ke Jakarta setelah berdebat keras dengan ayahnya yang keras kepala, tidak mau mengungkap asal usulnya.Prasa meniti karier di bidang pemasaran sebuah perusahaan kosmetik.

Kelebihan novel ini

Tampaknya seolah-olah  sebuah novel politik yang berat. Ternyata setelah saya membacanya bab demi bab (total ada 20 bab) isinya sangat ringan. Diselang-seling dengan kalimat puitis, novel ini seperti sebuah teenlit. Namun dibumbui latar belakang semangat melawan lupa, yang sering menghinggapi bangsa ini.

Plot cerita tidak dilakukan secara tertata / runut, namun justru menampilkan satu demi satu tokoh cerita, hingga akhirnya bermuara pada ujung cerita untuk membuat akhir cerita menjadi terang benderang.

Muncul tokoh Bio, yang menjadi pacar Prasa. Tinah dan Puntadi yang berbarter barang di tepi hutan. Cakrawira, wartawan pejuang Hak Asasi Manusia yang menulis biografi ayah Prasa, serta  kehidupan mistis di kampung Sarpa dengan panglima-panglima perangnya atau kepala suku dengan kesaktian khususnya, Lian Kupi, Shima, dan Lian Timah.

Cerita mengalir dengan ringan, tetapi membuat rasa penasaran, sehingga belum mau berhenti membaca, sebelum tamat.

Bagaimana akhir novel ini? Bagaimana hubungan Prasa dengan Bio? Apa peran Cakrawira dalam penelusuran asal usul Prasa? siapa sebenarnya Puntadi dan Shama?

Semua pertanyaan ini akan terjawab, setelah kita menuntaskan membaca novel ini.

Novel yang ditulis dalam bahasa yang ringan, mengungkap kisah cinta Prasa dan Bio. Namun dibungkus dengan petualangan Prasa dalam menyibak asal usulnya.

Yang patut dipuji adalah ketelitian penulis dalam menuliskan detail lokasi, naluri wartawannya membuktikan bahwa pengalamannya sangat banyak ditambah riset yang cermat. Jadi tidak asal menulis.

Kekurangan novel ini

Pada cetakan pertama, masih terdapat beberapa typo, yang dapat diperbaiki pada cetakan berikutnya.

Ada pemilihan kata yang agak janggal, yaitu jetlag, sebenarnya digunakan saja katal elah,karena perjalanan dengan pesawat udara selama 1 jam, tidak mungkin menyebabkan jetlag.

Jetlag biasanya terjadi pada penerbangan panjang antar benua, misal dari Jakarta ke New York.

Kesimpulan

Pada akhir novel ini, muncul kesimpulan, kita tidak boleh mengulang kekerasan HAM, namun kita juga tidak boleh menyakiti orang-orang yang kita cintai.

Memang muncul kalimat lugas yang menyebutkan pemerintahan Orde Baru bergelimang darah (hal. 217 ), sehingga mungkin hal ini yang menyebabkan penerbit mayor enggan menerbitkannya. Tapi penulis juga menjelaskan bahwa ini adalah kesalahan institusi, kesalahan negara, bukannya kesalahan pribadi.

Kalimat ini sebenarnya tidak terlalu mengganggu  Isi cerita secara keseluruhan. Semoga kita tetap bisa melawan lupa.

Terlepas pada kesalahan-kesalahan kecil yang ada, secara keseluruhan novel ini menarik untuk diniikmati sebagai sebuah karya sastra.

Selamat membaca!

Data buku

Penulis: Yon Bayu Wahyono
Judul: Prasa
Jumlah halaman: 245
Jumlah bab: 20
Penerbit: Teras Budaya Jakarta
Cetakan pertama: Agustus 2023
ISBN: 786236 244913

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun