Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Desa Jangglengan

6 Oktober 2023   10:00 Diperbarui: 6 Oktober 2023   10:10 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bengawan Solo (sumber gambar: bangsaonline.com)

Dari sisi agro (agriculture), terdapat kebun sayur dan buah. Dengan mobil jeep bekas yang masih layak pakai, digunakan untuk mengantar wisatawan memetik sayur dan buah secara langsung di taman hortikultural.

Hal ini sekaligus juga meningkatkan pendapatan warga. Karena hasil bumi tidak lagi dijual kepada tengkulak, melainkan dijual langsung ke wisatawan. Adanya wisatawan kerajinan bambu juga  memperoleh pasar yang potensial.

Wisatawan juga dapat berpetualang pada wisata air, mengarungi sungai dari hulu Bengawan Solo dengan naik speedboat. Sebelumnya dapat menyaksikan keindahan Bengawan Solo dari atas bukit dengan dibangunnya sebuah restoran berarsitektur joglo, "The Bengawan". Sambil bersantai dan menikmati makanan ringan dan minuman khas desa, wisatawan dapat menyaksikan keaslian Bengawan Solo dengan airnya yang jernih, karena masih berada di hulu sungai.

Saat wisatawan sudah mau datang berkunjung, adalah peluang untuk membuat paket perjalanan, menyediakan transportasi, sekaligus tempat tinggal dan  makan minum.

Maka dipanggil pulanglah anak asli desa ini yang sedang bekerja di luar negeri, baik di hotel maupun kapal pesiar. Dengan pengalaman hospitality mereka selama bekerja di luar negeri, mereka beralih fungsi menjadi pelatih bagi warga desa, agar mampu menjadi pemandu wisata, menyiapkan tempat tinggal yang bersih sebagai homestay, serta melatih bagi yang bisa mengendarai mobil dan bisa berbahasa asing untuk menjemput dan mengantarkan wisatawan dari dan atau ke bandara. Baik bandara Solo maupun bandara Jogja.

Karena ada warga desa yang berpengalaman seni tari dan musik (gamelan) di Eropa, maka mereka dapat merancang acara hiburan budaya lokal untuk menghibur wisatawan selama tinggal di desa.

Dalam pengelolaan desa agar menjadi desa wisata yang diminati wisatawan, warga juga membangun kolam renang dengan tidak merusak suasana asli.

Komunikasi dengan warga yang sudah menjadi diaspora tetap dilakukan pada tiap Sabtu Kliwon, agar budaya lokal tidak tergerus perubahan dan silaturahmi antar warga desa dan warga desa yang berdomisili di luar negeri tetap terjalin. Diskusi atau rembug desa menghasilkan inovasi bagi pengembangan desa, bahkan diaspora ada yang berminat berinvestasi.

Akibat kemampuan desa Jangglengan berinovasi menjadi daerah wisata, desa ini sempat diganjar dengan predikat Desa Digital oleh Kemenparekraf RI. Dan desa ini juga dikunjungi delegasi KTT G20.

Berkat bantuan seorang konsultan wisata, Solo tidak lagi sekedar sebagai tempat transit, melainkan wisatawan ingin mengunjungi desa. Para wisatawan ini senang sekali mendapat pengalaman membajak sawah dan menanam padi. Sehingga akhirnya dikemas dalam paket wisata budaya Jogja-Jawa Tengah.

Inilah salah satu contoh geliat desa wisata yang patut dicontoh oleh desa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun