Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reframing, Mengubah Sudut Pandang

5 September 2023   05:00 Diperbarui: 5 September 2023   05:14 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: creative coaching.es)

Dalam kehidupan ini, semestinya kita dapat merasa bahagia, asalkan dapat membuang pola pikir negatif dalam hidup yang kita jalani.

Sebagai contoh kasus, seorang Ibu dengan suami dan dua anak laki-lakinya. Dalam hal kebersihan rumah, sang Ibu yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan ini. Dia tidak merasa senang dibantu ART, meski sang suami sudah nenawarkan hal ini.

Sang Ibu membersihkan rumah dengan perasaan tulus tanpa merasa terbebani, asalkan suami dan kedua anaknya selalu menjaga kebersihan. Misal tidak mengotori karpet, saat kembali dari lapangan bola.

Saat melihat karpet yang kotor, sang istri langsung marah besar. Ia merasa jerih payahnya tidak dihargai. Makin sering suami dan kedua anaknya berlaku sembrono atas kebersihan rumah, membuat Ibu ini merasa tidak bahagia.

Atas saran keluarga besarnya, sang Ibu disarankan untuk menemui seorang psikolog.

Setelah mengutarakan masalahnya, sang psikolog memintanya memejamkan mata dan mendengarkan ucapannya.

"Bayangkan kondisi rumah Ibu yang bersih, tanpa bekas sepatu siapapun. Rasakan perasaan yang muncul."

Masih dalam kondisi mata terpejam, sang Ibu menunjukkan wajah yang bahagia, tersenyum manis, dan berkata : "Rumah seperti inilah dambaanku."

Lalu sang psikolog melanjutkan therapinya, "Artinya di rumah itu hanya tinggal Ibu sendiri, tanpa suami dan anak tercinta."

Senyum pelan-pelan mulai menghilang dari wajah sang Ibu, berubah wajah kawatir. Dimana suami dan anak-anaknya, kenapa belum pulang, apakah mereka baik-baik saja?

Si psikolog melanjutkan, "Sekarang perhatikan lagi kondisi rumah, Ibu melihat bekas tapak sepatu di karpet. Artinya suami dan anak-anak sudah pulang ke rumah. Rumah sudah penuh canda tawa seperti biasa."

Tak lama berselang mulai muncul secercah senyum di wajah sang Ibu.

"Sekarang bukalah mata Ibu," kata sang psikolog.

"Bagaimana apakah karpet kotor masih meresahkan Ibu?", tanya sang psikolog.

Si Ibu tersenyum dan berkata: "Saya paham maksud Bapak, saya harus melihat sisi negatif secara positif."

Sejak kunjungan dari psikolog itu, si Ibu tidak pernah merasa tidak bahagia saat melihat karpet di rumahnya yang kotor.

Inilah mengubah cara pandang yang dikenal dengan istilah reframing dalam ilmu psikologi. Kita harus mengubah cara pandang, bila merasa mendapati hal negatif, agar memperoleh sesuatu yang positif.

Banyak contoh kasus dalam hal ini, seperti,:

1. Saat mendengar bunyi alaram jam 5.00 pagi, bersyukurlah pertanda kita masih hidup.

2. Saat mendapati celana kita mulai kesempitan, bersyukurlah artinya kita cukup makan.

3. Saat merasa lelah pada malam hari, jangan mengeluh, itu artinya kita masih sanggup bekerja keras.

4. Saat istri hanya menghidangkan mie cepat saji, berbahagialah karena istri masih setia mendampingi kita pada kondisi kesederhanaan.

5. Saat anak-anak ribut di rumah karena berebut gawai, artinya anak-anak sedang tidak berkeliaran di luar rumah.

6. Saat dapur porak poranda sehabis pesta, itu artinya kita masih memiliki banyak teman.

7. Saat suami asyik menonton sepakbola di depan televisi, itu artinya suami tidak keluyunan di kkub malam.

8. Saat menerima ucapan selamat ulang tahun melalui pesan singkat, itu artinya teman  masih peduli pada kita.

Masih banyak contoh yang lain. Jangan pernah merasa tidak berbahagia. Cobalah ubah cara pandang kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun