Diduga masjid ini dibangun pada era Sultan Agung, namun sudah diperbaiki karena pernah terbakar.
Masjid ini menggunakan arsitektur Jawa, atap masjid berbentuk tajuk bersusun tiga. Terdiri dari ruang utama untuk sholat Dan serambi berbentuk limasan. Dengan kentongan dan bedug. Beratap sirap dan dindingnya dari balok-balok putih yang tidak diplester. Lantainya sudah menggunakan keramik.
Di sekeliling masjid terdapat kolam yang dulu digunakan untuk membasuh kaki sebelum memasuki masjid.
Didekat masjid ini terdapat makam raja-raja Mataram Islam yang dijaga juru kunci atau abdi dalem berbusana Jawa, bahkan untuk nyekar peziarah wajib mengenakan busana Jawa atau menyewa. Juga terdapat pemandian yang disebut Sending Seliran.
Juga terdapat sebuah jam yang merupakan sumbangan Hamengku Buwana II.
Masjid ini semula berada ditengah kota, sehingga dekat dengan rakyat. Namun karena perkembangan pembangunan kota Yogyakarta, kini tampaknya berada di pinggiran.
Kedua masjid ini selain sebagai destinasi wisata religi, juga wisata sejarah, karena sangat bertautan dengan sejarah Kraton Yogyakarta dan Mataram Islam berabad-abad yang lalu.
Catatan: Data diperoleh saat kunjungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H