Tulisan untuk bahan novelnya ini berdasarkan kisah nyata banyak orang, tapi dalam novel ditokohkan oleh satu orang tentunya dengan didramatisir pada konflik-konfliknya. Dan Iswadi paling tidak tega untuk menuliskan, tokoh yang sangat sengsara.
Proyek novelnya sempat mangkrak 2 tahun, tidak dapat terselesaikan sehingga Ishadi membayar motivator untuk memotovasi  dirinya agar novelnya bisa selesai. Novel akhirnya selesai, namun dengan pengorbanan besar desertasi doktornya yang tidak terpegang. karena saat harus menulis desertasi, pria Sunda yang biasa dipanggil Kang Didi ini lebih ingin menyelesaikan novelnya.
Kesulitan berikutnya, novel berhasil selesai namun ditawarkan ke penerbit mayor selalu ditolak. Tidak ada penerbit mayor yang tertarik.
Menurut analisanya kemungkinan karenat okohnya banyak dan novel ini terdiri beberapa babak. Normalnya tokoh dalam sebuah novel itu biasanya hanya satu.
Untungnya seorang temannya bersedia menanggung beaya pencetakan novelnya.
Mimpi terwujud di tahun 2017,  penerbit juga menyediakan sarana untuk pemasaran novelnya, namun tidak sempat dilakukannya. Novel dicetak 3.000 exemplar, laku 2.000 exemplar sehingga dapat  mengembalikan modal awal, sedangkan sisanya yang 1.000 exemplar disumbangkan ke Dinas Pendidikan sehingga Iswadi menerima puagam penghargaan.
Namun Iswadi justru mendapatkan sesuatu yang bernilai lebih bila dibandingkan kalau novelnya laku. Misalnya Iswadi diterima bekerja di FAO dan ditugaskan di Milan, Italia, sehingga sempat berkunjung ke beberapa negara di Eropa.
Iswadi yang kini bekerja untuk Kementeriaan Agama, sambil aktif menjadi content creator, masih ingin menulis novel dan masih mempunyai obsesi novelnya bisa dibuat film meski skripnya berubah total, tapi tertulis film di produksi berdasar novel karyanya. itulah sebabnya salah satu yang mengendorse novelnya adalah Daniel Rifki, seorang sutradara film.
Mengenai judul yang dipakai untuk novelnya, ternyata diambil dari haditz. Yang artinya, dengan menikah seseorang itu sudah nenunaikan setengah agamanya. Jadi, menikah itu untuk menyempurnakan agama.
Acara yang dimeriahkan dengan camilan secara potluck, diakhiri dengan makan siang bersama berupa nasi kebuli, dan  ayam bakar serta foto bersama.
Tentang Ketapels, saat ini dipimpin oleh Erin P yang biasa disapa Denik. Sedangkan Ladiesiana dipimpin oleh Riap Windhu. Bagi Kompasianer yang ingin bergabung dapat menghubungi keduanya.