Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Everest Ketiga Kali, Impian si "Setan Gunung"

4 Oktober 2021   12:28 Diperbarui: 4 Oktober 2021   13:37 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rahmat Hadi (dok: Koteka)

Tiada akhir pekan tanpa Koteka Talk, demikian motto Koteka, komunitaz traveler Kompasiana yang selalu mengisi masa pandemi dengan konten. Sore 2 Oktober 2021 didatangkan nara sumber Rahmat Hadi, seorang Kompasianer, pendaki gunung, penulis buku dan pemilik warung kopi di Yogya. 

Sebagai pemandu acara juga pendaki gunung tapi dengan tujuan penelitian, yakni Dhave Dhanang.

Berbicara dari cafe Nepa, sebuah warung kopi di Yogtakarta tempat para pecinta gunung ngobrol tentang gunung. Kalau sudah bicara tentang gunung Hadi sanggup ngobrol sampai pagi. Mari kita ikuti kisahnya dan ada tips bagi para pecinta gunung pemula.

Rahmat Hadi (dok: Koteka)
Rahmat Hadi (dok: Koteka)

Dalam Koteka Talk 55 dengan topik "Trekking ke Everest & Anapura Base Camp Nepal". Hadi pertama-tama menceritakan masa kecilnya di Bone Sulawesi Selatan, yang senang menonton film India dan film dengan latar belakang gunung bersalju. Setelah pindah ke Jawa baru  tahun 1992 mulai hobi mendaki gunung di Jawa dan luar Jawa. 

Hingga suatu hari bermimpi mendaki gunung bersalju dan menduga ini Himalaya lalu mulai cari info mengenai Himalaya. Bagi pendaki gunung, pergi ke Himalaya seperti naik hajinya pendaki gunung, karena di Himalaya ada 7 dari 10 gunung tertinggi di dunia. 

Hadi sudah dua kali ke Everest, tahun 2014 melalui Everest base camp dan 2015 melalui Anapura base camp. Karena juga hobi menulis, maka perjalanan pertama menjadi buku pertamanya, sedang perjalanan kedua menjadi buku ketiganya. 

Buku kedua mengenai perjalanan mendaki gunung Kilimanjaro di Afrika. Kedua buku ini bisa dibeli dai Tokopedia atau Shopee.

Persiapan

Karena total beaya bepergian selama 2 migggu ke Himalaya sekitar 15 juta Rupiah jadi perlu persiapan matang. Kesiapan fisik mandatori dengan aktif berolahraga dan naik gunung setahun sebelumnya.

Bukan umur tapi tergantung stamina kita, misal berhenti merokok, sering berlatih dan menerapkan pola hidup sehat.

Harus punya asuransi yang bisa digunakan di Nepal coveragenya, karena bila terjadi sesuatu harus evakuasi dengan helikopter. Permit dikeluarkan bila ada asuransi yang mengcover biaya evakuasi hingga ke RS di Kathmandu.

Untuk masuk Nepal hanya diperlukan visa on arrival. Pemerintah Nepal hanya mengizinkan seseorzng masuk Nepal setahun 2x saja, jadi hanya perlu menyiapkan paspor saja.

Mengenai outfit yang harus dikenakan, tidak perlu memakai pakaian berlapis-lapis. Pilihlah jaket berkualitas, yangg bisa tahan pada suhu tertentu, meski harganya lebih mahal, tapi praktis.

Perjalanan pertama

Naik Himalaya pada usia 43 tahun, setelah naik gunung 8 tahun secara intens. Perjalanan pertama ke Himalaya sangat menarik karena merupakan pendakian pertama di luar Indonesia. 

Dari Jakarta, Hadi terbang ke Kuala Lumpur lalu menuju Kathmandu, ibukota Nepal. Perlu penyesuaian iklim atau aklitimasi selama 2 hari terutama mereka yang tinggal di dataran rendah. Lau ke Lucla dengan  pesawat Cesna yang hanya berpenumpang 20 orang. 

Tips bagi yang pertama kali ke Himalaya, pilihlah tempat duduk di sebelah kiri agar dapat melihat pemandangan dengan baik. Runway di Lucla ujungnya jurang dan sampingnya tebing. 

Sebelum landing berayun-ayun dan menegangkan. Penerbangan dari Kathmandu ke Lucla tidak dijadwal berdasar jam, tetapi berdasar urutan terbang karena tergantung cuaca di Lucla. 

Kathmandu ke Lucla 25 menit dengan pesawat, bila perjalanan darat 14 hari, atau bila berkocek tebal bisa pakai helikopter.

Sebelum mencapai base camp ketemu desa Darjeeling di ketinggian 3.800 meter, tempat wafat Tenzing Norgay, sherpa yang menemani Edmund Hillary pendaki pertama di Himalaya.

Semua lancar yang penting kita harus bisa mengelola diri sendiri. Trekking selama 9 hari perlu mental yang kuat. Ketinggian diatas 4.000 meter pasokan oksigen sudah menipis, fisik dan mental harus kuat. Ditambah 3 hari untuk naik dan turun.

Yang menarik di Himalaya, pendaki lain respek pada yang lain, jam 9 malam sudah tenang tidak mengganggu orang lain, tidak bicara keras tidak mengganggu orang yang sedang istirahat di lodge.

Selama disana terbius keindahan dan fokus pada stamina sehingga tidak terpikir hal-hal mistis dan ketemu yetty. Bila sudah diatas 4.000 meter  perjalanan hanya hamparan batu, jarak antar lodge jauh sangat menguras tenaga.

Pada ketinggian suplai oksigen berkurang sehingga  mudah emosi. Pernah kena sakit kepala seperti kepala mau pecah. Diamof diberikan pendaki dari Argentina bila melewati ketinggian diatas 3800 m. Dianjurkan pendaki mengkonsumsi obat ini sebelum mendaki. Obat ini tidak ditemukan di Jakarta, tapi mudah ditemukan di Kathmandu.

Tips bagi pendaki gunung, bila naik dan turun harus pelan dan konstan, turun itu berkejaran dengan jadwal pesawat dan perasaan tidak pengen pulang.

Etika perjalanan bagi yang berjalan lambat tidak menghalangi dan memberi jalan pendaki lain. Disana banyak rsmbu-rambu bertuliskan, "yak first", karena banyak satwa sejenis banteng yang sering lewat. Hadi tergolong pendaki yang tidak senang jalan berombongan. Harus selalu menjaga saat turun karena bisa berbahaya bila langsung dan terlalu cepat. 

Yang menarik, mendengar suara alam seperti suara angin, air dan menikmati pemandangan. Secara spiritual saat berjalan sendiri sangat dekat dengan Pencipta.

Perjalanan kedua

Perjalanan kedua sebelum berangkat terjadi gempa pada 25 April gempa sehingga bandara ditutup. Akhirnya, dari Birma hari ke 3 berangkat setelah bandara dibuka dan bergabung sebagai relawan gempa.

Masih mengalami gempa susulan berskala 7.9 SR

Berhasil masuk ke pelosok dan berinteraksi dengan warga daerah terpencil yang tidak pernah ketemu turis. 

Dan akhirnya menjadi sahabat dan masih berkomunikasi, bahkan ada salah satu warga yang masih anggota keluarga kerajaan Nepal sehingga bisa masuk ke istana meski lewat pintu belakang. Hal ini suatu keberuntungan tak terduga.

Kesan tentang Nepal

Nepal masih mempertahankan eksotismenya. selama di Nepal tidak mengalami kriminalitas dari warga lokal, infonya penjara Nepal hanya dipenuhi orang asing karena pelanggaran visa.

Sejak mendarat di Kathmandu dan Lucla semuanya menarik disambut anak-anak dan sherpa, pemandangan yang sangat indah.

Gegap budaya dialami pada makanan yang penuh rempah dan bawang Bombay. Makanan yang paling disukai, momo seperti siomay atau pastel dikujus atau digoreng, dan nasi dalbat yang kaya rempah.

Melihat Nepal seperti Indonesia masa lalu yang penduduknya ramah dan selalu tersenyum. 

Pekerjaan porter juga merupakan mata pencahariaan warga lokal yang menyatu dengan passion, sehingga banyak yang sudah berkali-kali mendaki Himalaya, gunung adalah darah mereka.

Sikap penduduk lebih menarik dibanding pemandangan seindah apapun, menurut Hadi.

Kathmandu ada bagian yang kurang bersih, negeri ini hanya mengandalkan pariwisata, sepanjang perjalanan bersih. Hadi masih memilki obsesi pergi ke Everest lagi, dan cita-cita mendaki gunung sebanyak mungkin.

Tertarik mendaki gunung, ayo berguru ke Rahmat Hadi. Ditunggu di cafe Nepa, Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun