Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Everest Ketiga Kali, Impian si "Setan Gunung"

4 Oktober 2021   12:28 Diperbarui: 4 Oktober 2021   13:37 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rahmat Hadi (dok: Koteka)

Semua lancar yang penting kita harus bisa mengelola diri sendiri. Trekking selama 9 hari perlu mental yang kuat. Ketinggian diatas 4.000 meter pasokan oksigen sudah menipis, fisik dan mental harus kuat. Ditambah 3 hari untuk naik dan turun.

Yang menarik di Himalaya, pendaki lain respek pada yang lain, jam 9 malam sudah tenang tidak mengganggu orang lain, tidak bicara keras tidak mengganggu orang yang sedang istirahat di lodge.

Selama disana terbius keindahan dan fokus pada stamina sehingga tidak terpikir hal-hal mistis dan ketemu yetty. Bila sudah diatas 4.000 meter  perjalanan hanya hamparan batu, jarak antar lodge jauh sangat menguras tenaga.

Pada ketinggian suplai oksigen berkurang sehingga  mudah emosi. Pernah kena sakit kepala seperti kepala mau pecah. Diamof diberikan pendaki dari Argentina bila melewati ketinggian diatas 3800 m. Dianjurkan pendaki mengkonsumsi obat ini sebelum mendaki. Obat ini tidak ditemukan di Jakarta, tapi mudah ditemukan di Kathmandu.

Tips bagi pendaki gunung, bila naik dan turun harus pelan dan konstan, turun itu berkejaran dengan jadwal pesawat dan perasaan tidak pengen pulang.

Etika perjalanan bagi yang berjalan lambat tidak menghalangi dan memberi jalan pendaki lain. Disana banyak rsmbu-rambu bertuliskan, "yak first", karena banyak satwa sejenis banteng yang sering lewat. Hadi tergolong pendaki yang tidak senang jalan berombongan. Harus selalu menjaga saat turun karena bisa berbahaya bila langsung dan terlalu cepat. 

Yang menarik, mendengar suara alam seperti suara angin, air dan menikmati pemandangan. Secara spiritual saat berjalan sendiri sangat dekat dengan Pencipta.

Perjalanan kedua

Perjalanan kedua sebelum berangkat terjadi gempa pada 25 April gempa sehingga bandara ditutup. Akhirnya, dari Birma hari ke 3 berangkat setelah bandara dibuka dan bergabung sebagai relawan gempa.

Masih mengalami gempa susulan berskala 7.9 SR

Berhasil masuk ke pelosok dan berinteraksi dengan warga daerah terpencil yang tidak pernah ketemu turis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun