Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bonn, Kantor Pusat Deutsche Welle

18 September 2021   22:24 Diperbarui: 19 September 2021   06:36 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor DW (Sumber: Deutchelandfunk.de)

Sore ini, Koteka, komunitas traveler Kompasiana berkolaborasi dengan Unesa Surabaya menyelenggarakan webinar virtual melalui laman zoom dengan nara sumber Hendra Pasuhuk, dari Bonn, Jerman. Acara dipandu oleh  Vinda Maya dari Unesa Surabaya. Tema yang diusung "Sekilas kota Bonn dan Menjadi Jurnalis di Luar Negeri, Peluang dan Tantangan".

Hendra Pasuhuk, putra Indonesia kelahiran Bandung tahun 1961. Ia melanjutkan studi di Jurusan Sosiologi dan Ekonomi di Cologne, Jerman. Saat ini menjabat sebagai editor senior Deutche Welle yang telah menerbitkan buku "Traum der Freiheit -- Indonesien, 50 Jahre nach der Unabhngigkeit" yang membahas tentang kemerdekaan RI setelah 50 tahun berlalu.

Sekilas kota Bonn

Bonn adalah kota kecil yang nyaman, setelah berakhirnya Perang Dunia Ii,  Bonn ditentukan  sebagai ibukota Jerman Barat. Namun setelah penggabungan kedua Jerman, ibu kota dipindahkan ke Berlin.

Dengan luas 140km2 dan populasi penduduk 330.000 jiwa, bila dibandingkan dengan Depok saja terlihat lebih kecil, karena Depok luasnya 200km2. Ludwig von Beethoven maestro musik klasik lahir di Bonn dan menjadi ikon Bonn dengan festival Beethoven dan rumahnya menjadi museum (Beethoven Haus).

Landmark Bonn (sumber: elpais.com)
Landmark Bonn (sumber: elpais.com)

Tiap kota di Jerman mempunyai katedral, termasuk Bonn dengan basilika Bonn. Tiap tahun dikenal mengadakan Global Media Forum yang membahas isu-isu mengenai lingkungan.

Terkenal dengan ilmu kedokterannya, beberapa universitas di Jerman menempati bangunan
bekas kastil. Keuntungan sebagai bekas ibukota, Bonn memiliki fasilitas lengkap, dan penduduknya dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Bonn juga dikenal banyak memiliki museum, seperti Kunst-und Ausstellungshalle der Bundesrepublik Deutschland sebuah museum seni; Kunstmuseum Bonn sebuah museum seni abad 20 dan museum Koenig sebuah museum untuk riset zoology dengan bunga Raflesia Arnoldi serta sebuah Taman Botani.

Bonn sangat terkenal dengan bangunan kunonya, misal Schloss Drachenburg bangunan villa  berbentuk kastil di tepi sungai Rheine, dan bekas bangunan era Romawi. Juga sebuah jalan yang kanan-kirinya dipagari pohon dengan bunga warna merah jambu, seperti sakura di Jepang pada musim semi. Bagi yang hobi kuliner, Jerman adalah surga kuliner dengan banyak pub dan kafe.

Bonn, juga merupakan tempat penting di mana salah satu media internasional seperti Deutsche Welle bermarkas.

Perjalanan seorang jurnalis

Saat masih tinggal di Bandung, Hendra pernah bekerja di media radio sebagai penyiar radio. Saat melanjutkan studinya di Jerman, Hendra mengawali sebagai jurnalis paruh waktu. Hendra memilih media cetak, karena hasil tulisan di media akan langsung dikenali siapa penulisnya. 

Mengingat saat Hendra ke Jerman, Indonesia masih dikuasai Orde Baru, ia sering menulis dengan nama samaran atau nama pena. Hendra banyak menulis di koran-koran tentang Indonesia dan Asia, karena saat itu masih jarang orang Indonesia menjadi jurnalis di Jerman. 

Pada 1993 susah menjual tulisan tentang Indonesia, karena dianggap stabil dan jarang terjadi perubahan, baru pada 1997 saat Presiden Soeharto mulai berkurang kekuasannya dan 1998  turun lalu digantikan Habibie baru banyak terjadi perubahan besar di Indonesia. 

Dan mulai 1999, Hendra dikontrak oleh Deutsche Welle (DW). Lembaga ini berfungsi sebagai lembaga penyiaran ke luarnegeri radio, tv dan online, mirip Voice Of America di Amerika Serikat. Semula bermarkas di Koeln lalu pindah ke Bonn, kecuali tv di Berlin. Tugas DW memperkenalkan perspektif Jerman dan Eropa ke negara-negara lain.

Hendra Pasuhuk (dok: Koteka)
Hendra Pasuhuk (dok: Koteka)

Dulu jarang orang yang mau menjadi jurnalis, orang tua pasti tidak menyetujuinya. Jurnalis tidak perlu sekolah yang penting dapat menghasilkan produk jurnalis yang berkualitas. 

Profesi jurnalis praktis bekerja 24 jam tiap ada kejadian harus siap, karena tugasnya adalah mengejar pemberitaan. Masalah waktu dan peristiwa, harus siap. Jadi sering mengecewakan teman bahkan keluarga. 

Seorang jurnalis harus memiliki kerinduan untuk menulis, tertarik pada kehidupan sosial dan politik. Selalu bertanya, dan tulisannya harus mencakup 5W dan 1H (Who, When, Where, What dan How).

Seorang jurnalis adalah pengamat dan bukan aktivis. Contoh seorang jurnalis berfaham  demokrat harus mampu mewawancarai seorang diktator, meski secara prinsip tidak menyukainya. Menjadi jurnalis di luar negeri awalnya berat, karena beda cuaca, beda makanan, tidak ada ikatan sosial, bahasa beda, dan metoda kerja beda.

Kita sering mendengar bahwa "bad news is good news". Tetapi harus diingat bahwa tiap media mepunyai publiknya masing-masing, DW bukan perusahaan. Bila menjadi Jurnalis di perusahaan produk harus laku dijual. Media tidak boleh selalu menuruti atau menyenangkan publik. Media juga harus bisa mengedukasi publik.

Pada era digital kita dapat dengan mudah mengetahui berapa banyak konten dibaca, akibatnya beberapa jurnalis membuat judul yang heboh agar menarik klik yang banyak. Bila di Indonesia media lebih dipengaruhi sosial media, di Jerman tidak. Meski DW juga memiliki akun di FaceBook, Instagram dan Twitter, tetapi mempunyai prinsip harus membahas isu sendiri dan tidak mengacu isu dari sosial media. Sehingga DW tidak bisa diatur oleh politisi. Sebagai pemilik perusahaan tidak boleh mempengaruhi apalagi mengancam jurnalis. Konten adalah hak jurnalis tidak boleh diintervensi oleh pemilik perusahaan. Investor hanya boleh mengkritik bila perusahaan tidak untung.

Bicara mengenai penghasilan,  paling tinggi ada di media elektronik, bahkan jurnalis wanita bisa mendapat penghasilan lebih tinggi. Namun pada media cetak pada umumnya penghasilan jurnalis pria lebih tinggi daripada jurnalis wanita. Namun semua tergantung pasa verifikasinya.

Di Jerman juga ada kode etik jurnalistik, juga ada koran kuning yang berisi berita sensasional. Biasanya sesuai segmen pasar tidak semua media berfokus ke berita sensasional. Seorang politisi biasa mempengaruhi jurnalis untuk mendapat berita baik. Namun DW sesuai UU tidak boleh diintervensi dalam membuat konten, yang menekan yang dianggap melanggar UU.

Politisi yang butuh media untuk diberitakan, karena media masih banyak berita lain. Kepercayaan publik sangat dijaga di Jerman, kualitas konten menjadi kredibiltas media. 

Di Jerman tidak ada budaya amplop untuk jurnalis, yang lebih dipentingkan disediakan fasilitas yang lebih baik seperti sound system, foto, data, dll.

Kasus wawancara fiktif, atau wawancara settingan pernah terjadi, dan jurnalis langsung dipecat dan kasus harus dibuka ke publik.

Media harus mempertimbangkan yang terpenting untuk publik. Jurnalis harus memberitakan berdasar fakta, dan fakta seperti hasil rekaman harus disimpan bila harus dijadikan bukti.

Di Jerman, boleh menulis dengan nama samaran , asal nama sebenarnya diketahui Redaktur. Hendra pernah menghadapi masa kritis saat meliput daerah bencana dan saat selesai referendum Timor Timur.

Jadilah seorang jurnalis dengan integritas tinggi. Semoga pengalaman Hendra menginspirasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun