Tanpa terasa periode Pemerintahan pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah melalui kurun waktu satu tahun sejak dilantik 20 Oktober 2019.Â
Janji-janji saat kampanye untuk membuat rakyat Indonesia mandiri, maju, adil dan makmur sudah ditargetkan, namun tanpa diduga pandemi Covid-19 menyerang dunia.
Maka semua rencana kerja yang telah ditargetkan menjadi terkendala. Sangat sulit menuliskan apresiasi atau kritik terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Sebagai penulis saya harus menulis secara berimbang karena penulis bukan influencer tetapi juga bukan oposan Pemerintah.
Pandemi Covid-19 memang memporak-porandakan seluruh dunia termasuk Indonesia. Â Anggaran terpaksa digelontorkan untuk penanggulangan Covid-19 guna pencegahan pandemi Covid-19.Â
Bahkan untuk menggerakkan perekonomian, Pemerintah harus menguras anggaran untuk bantuan sosial bagi warga yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan dan mereka yang hanya menerima upah minimal agar dapat menggerakkan roda perekonomian UMKM yang merupakan soko guru perekonomian Indonesia yang diharapkan dapat mencegah Indonesia terjun ke jurang resesi.
Besarnya dana untuk pencegahan Covid-19 dan bantuan kepada masyarakat kecil ini sudah tepat, namun diplintir oleh para oposan yang meneriakkan bahwa hutang pada perioda satu tahun Pemerintahan Jkw-MA ini naik drastis. Â
Menurut laporan Indef hutang Indonesia sudah mencapai USD 42 miliar, sehingga posisi Indonesia kini berada pada posisi negara penghutang terbesar nomor enam di dunia.
Bahkan warga banyak ditakut-takuti bahwa anak cucunya harus menanggung hutang 20,5 juta Rupiah per penduduk bila jumlah penduduk dianggap 272 juta orang. Siapa sebenarnya yang akan menagih hutang pada anak cucu Anda?
Meski Pemerintah telah membentuk PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) gebrakannya belum tampak atau terasa. Sehingga seolah-olah pembangunan infra struktur yang digenjot Pemerintah menjadi sia-sia, karena belum mampu menurunkan biaya logistik.
Bahaya yang paling mengkhawatirkan adalah naiknya PHK yang juga dialami oleh UMKM sehingga muncul orang miskin baru atau orang-orang yang turun kelas akibat runtuhnya perusahaan tempat mereka bekerja mencari nafkah.
Kalau melihat data-data perekonomian, rendahnya daya beli terdampak Covid-19 membuat target Pemerintah sulit dicapai. Dan hal ini diperuncing oleh suara oposan yang menuding Pemerintah sudah gagal bahkan ada yang mendorong untuk melengserkan Presiden.
Kasus Covid-19 melanda seluruh dunia dan mengancam pertumbuhan ekonomi global karena sebagian besar anggaran difokuskan untuk bidang kesehatan, sosial dan ekonomi.
Masih ditambah lagi dengan maraknya demonstrasi menentang disahkannya UU Cipta Kerja yang menjadi kluster Covid baru. Pro dan kontra  bermunculan akibat banyaknya plintiran isi UU sapu jagat ini.
Dalam menilai rapor kinerja Pemerintah Jkw-MA hendaknya dapat dilakukan secara bijak, meski hutang Pemerintah bertambah jangan lupa Pemerintah juga sudah mencicil pembayaran hutang Pemerintah sebelumnya. Dua kartu KIP dan KIS juga sangat berguna bagi masyarakat kelas bawah.
Dan yang patut dibanggakan, banyak negara lain yang mengakui keberhasilan kepemimpinan Jkw-MA, kenapa kondisi di dalam negeri justru dengan tak hentinya (masif) mencibir pada kebijakan Pemerintah.
Kepemimpinan Jkw-MA masih empat tahun lagi, marilah kita bersatu padu untuk mencapai target Indonesia Maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H