Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Napak Tilas Kiprah Ratu Sampah Sekolah, Amilia Agustin

9 Desember 2019   10:22 Diperbarui: 9 Desember 2019   12:21 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang selalu berupaya keras berkreasi unik guna meraih prestasi di bidangnya masing-masing. Tak seorangpun yang bercita-cita menjadi 'Ratu Sampah', apalagi sampah itu identik dengan kotor, bau dan sumber penyakit.

Ternyata bagi Amilia Agustin, gelar 'Ratu Sampah' justru merupakan berkah bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya. Amilia yang biasa disapa Amil adalah anak putri pertama dari keluarga sederhana Agus Kuswara dan Elly Maryana Dewi.

Lahir di kota Bandung 20 April 1996, sejak usia 12 tahun sering diajak ibunya jalan-jalan naik bis ke taman dan ke perpustakaan daerah. Uniknya, setiap tahun Amil selalu mendapat hadiah ulang tahun berupa buku.

Kedekatannya dengan buku, membuat Amil kecil senang belajar. Amil termasuk anak pendiam, hingga kelas 3 SD merupakan anak tunggal, baru memiliki adik pada usia 9 tahun. Amil selalu menceritakan kisah suka dukanya pada ibunya.

Kakek Pengangkut Sampah

Amil melanjutkan studinya di SMP Negeri 11 Bandung. Saat sedang beristirahat setelah mengikuti pelajaran olahraga di lapangan Tegal Lega, Amil melihat seorang kakek yang baru selesai mengangkut sampah dengan gerobak sampah dan sedang beristirahat makan dengan tangannya.

Otaknya langsung berputar, kakek itu pasti baru saJa mengangkut sampah dari sekolahnya, sehingga ia merasa ikut berdosa bila kakek itu sakit. Karena tangannya masih terpapar sampah yang kotor dan bau. Amil langsung menyadari ada yang salah, dan ia harus langsung melakukan aksi.

Sebagai gadis kecil berusia 12 tahun yang termasuk pemikir apa yang harus dilakukannya? Amil lalu menceritakan kegelisahannya kepada Ibu Nia, guru biologi di sekolahnya. Ibu guru Nia menyarankan untuk belajar tentang lingkungan dari Komunitas Sahabat Kota yang anggotanya rata-rata mahasiswa, Amil adalah anggota termuda.

Ketertarikan Amil pada lingkungan dikembangkan dengan mengikuti berbagai seminar lingkungan sebagai ekstra kurikuler di Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi yang bergerak di bidang pemilahan sampah dan pembuatan kompos.

Hasil dari belajarnya diwujudkan dengan mulai membentuk program Sekolah Bebas Sampah yang diberi jejuluk "Go to Zero Waste School".

Kegiatannya berupa empat pengelolaan sampah: anorganik, organik, kemasan dan kertas. Selesai sekolah sekitar jam 2 siang, Amil dengan 10 teman mulai memilah sampah dari setiap kelas sampai jam 5 sore.

Memilah sampah organik dan anorganik yang lazimnya tercampur menjadi satu. Sampah organik yang tertampung diolah untuk membuat pupuk kompos. Limbah plastik seperti bungkus kopi atau mie cepat saji diolah menjadi tas, demikian pula limbah kain perca juga dibuat tas. Jadi, hasil yang diperoleh adalah tas dan pupuk kompos. Produk yang dihasilkan dipasarkan dengan cara mengikuti Pameran Memilah Sampah dan Sosialisasi Penanganan Sampah.

Kegiatan yang diawali dengan harapan agar beban si kakek berkurang dalam memungut sampah sekolah lalu berkembang ke arah terbentuknya cikal bakal Bank Sampah. Sampah kemasan tiap 1 kg ditukar dengan 5 buku.

Terima Penghargaan

Tahun 2008 mengajukan proposal Karya Ilmiah Remaja kepada Young Changemakers dari Ashoka Indonesia. Hasilnya mendapat penghargaan dengan hadiah sebesar 2,5 juta Rupiah yang dibelikan peralatan  biopori, guna mengelola sampah basah.

Kegiatan mulai dikembangkan ke warga sekitar dengan mengajarkan kerajinan dengan bahan baku berasal dari sampah kepada ibu-ibu.

Pada tahun 2010 melihat ada program karya tulis untuk anak-anak dari Astra, Amilia membuat karya tulis dan mengirimkannya kepada panitia lomba. Tiba-tiba ada kunjungan ke sekolah dari panitia lomba, dan dua minggu berikutnya, dipanggil ke Jakarta. Amil berangkat bersama ibunya, semula yang diwawancara ibunya. Padahal ide tulisan berasal darinya, sehingga ibunya minta panitia bertanya padanya. Tanpa diduga, Amil berhasil memenangkan hadiah senilai 40 juta Rupiah sebagai Juara "Satu Indonesia Awards bidang Lingkungan 2010".

Hadiah besar itu kemudian dipergunakan unuk membeli mesin jahit portable, guna memperbaiki kinerja ibu-ibu yang bekerja mendaur ulang sampah dengan membuat tas.

Lulus dari jenjang SMP, Amil melanjutkan ke SMA Negeri 11 Bandung. Di aras SMA, Amil mulai membentuk Komunitas Bandung Bercerita dengan sasaran pendidikan kepada anak-anak kaum marginal, yaitu anak jalanan yang bermukim didekat rel kereta api.

Dilanjutkan dengan pembuatan modul "101 creative teaching", guna mengedukasi anak-anak pada program Indonesia Mengajar. Dan modul ini diadopsi oleh BNPB untuk diterapkan pada anak-anak penyintas korban bencana.

Pada 6 Juli 2012, Amilia diundang pada acara Kick Andy Inspirasi Muda Indonesia, pada acara ini Amil sempat  menyampaikan semboyan "jika kita bukan orang sembarangan, jangan membuang sampah sembarangan".

Pembinaan kepada ibu-ibu untuk mendaur ulang sampah menjadi tas, hasil penjualan diarahkan untuk Tabungan Pendidikan guna membeayai pendidikan bagi anak-anaknya.

Masuk Dunia Kerja

Lulus dari jenjang SMA, Amilia yang memiliki cita-cita ingin menjadi Presiden ini, semula ingin melanjutkan kuliah di Jayapura dengan tujuan dapat mengajar anak-anak Papua.

Berdasar kompromi dengan ibunya, akhirnya Amil melanjutkan kuliah pada Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, dan berhasil lulus dengan predikat cumlaude pada 2018 dengan indeks prestasi 3,9.

Di pulau Bali, disamping bergelut dengan tugas-tugas kuliah, Amil juga aktif berperan pada program-program dinas Lingkungan Hidup dengan membentuk Bank Sampah, mengurusi sampah di laut, membuat kebun untuk anak kost agar hasil kebun dapat menghemat pengeluaran untuk makan sehari-hari serta mengajar pada sebuah komunitas Hindu.

Setelah lulus dari jenjang S1, Amil mulai mencari pekerjaan guna mencari pengalaman di dunia kerja. Beberapa surat lamaran kerja dilayangkan, setelah melalui tahapan ujian dan wawancara, akhirnya Amilia diterima bekerja di salah satu anak perusahaan Astra, yakni Pamapersada Nusantara, sebuah perusahaan tambang di Kalimantan pada bagian CSR (Corporate Social Responsibilty).

Amilia sangat senang bekerja di sini, karena dapat menyalurkan dana perusahaan yang cukup besar dan sesuai dengan passion-nya. Amilia yang saat kecil ingin tinggal di luar negeri, karena muak dengan banyaknya korupsi di Indonesia, masih menyimpan keinginannya untuk dapat mengambil S2 di luar negeri bila ada kesempatan.

Bagi Amilia, pendidikan tidak berasal dari sekolah saja, tetapi juga dari keluarga. Pendidikan yang baik diharapkan mampu menghasilkan generasi muda untuk Indonesia yang lebih baik. Dan teladan Amilia patut menjadi panutan generasi muda Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun