Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Faktor yang Perlu Dipantau Guna Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

1 Agustus 2019   19:35 Diperbarui: 1 Agustus 2019   19:43 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)  itu? Bagi Anda yang tidak memahami teori-teori ekonomi tentu awam terhadap istilah ini. Bagi orang awam, yang boleh disebut stabil adalah bila nilai tukar uang Rupiah terhadap mata uang asing tidak memiliki perubahan yang drastis. Tingkat suku bunga perbankan stagnan (tetap) dan tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak, sembilan bahan pokok dan kebutuhan primer lainnya seperti harga dasar listrik, gas dan air.

Stabilitas Sistem Keuangan secara sederhana dapat dijelaskan suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkonstribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional (sumber: PBI 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial).

Beberapa definisi SSK lainnya adalah sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan. Definisi lainnya SSK adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan tugas intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.

Belajar dari Laporan KSSK

KSSK (Komisi Stabilitas Sistem Keuangan) yang terdiri dari Bank Indonesian Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) setiap kuartal atau tiga bulan sekali selalu mengeluaran laporan kondisi SSK dalam negeri.

Laporan kondisi SSK ini merupakan hasil pemantauan terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan dan penjaminan simpanan. Pada laporan kondisi SSK yang dikeluarkan tanggal 28 Januari 2019 untuk Q4 2018 disebutkan dalam kondisi normal.

Pemantauan yang dilakukan mengamati dari potensi risiko yang mengacu pasa perekonomian global dan domestik dalam bentuk penguatan atau pelemahan pertumbuhan ekonomi global, kebijakan ekonomi negara adi daya, dan dampak sengketa dagang negara adi daya. Pengamatan juga dilakukan terhadap defisit neraca perdagangan (defisit trade balance), neraca berjalan (current account) dan segmentasi likuiditas.

Demi menjaga SSK dan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi, KSSK berupaya mencari dan memperkuat sinergi kebijakan fiskal, moneter, makroprudential dan mikroprudential.

Pada sektor moneter, Bank Indonesia selalu mengoptimalkan bauran kebijakan untuk pengendalian inflasi dan stabilitas nilai tukar serta memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD). Pengendalian inflasi dilakukan dengan pemantauan harga di pasaran, sedangkan stabilitas nilai tukar dipantau melalui pergerakan jual beli mata uang.

Kenaikan harga kebutuhan pokok yang tinggi dapat memicu kenaikan inflasi. Pemindahan dana dari dalam negeri ke luar negeri yang berlebihan akan mengganggu stabilitas nilai tukar. Apalagi bila terjadi rumor kenaikan nilai tukar mata uang asing tertentu, lalu menimbulkan gejolak pemborongan mata uang asing tersebut dapat mengganggu kondisi SSK.

Hal ini dapat diatasi dengan Bank melakukan pencatatan atas transaksi jual beli mata uang asing. Pembelian mata uang asing yang diluar batas pemakaian atau bukan untuk kebutuhan pembayaran transaksi dengan mata uang asing, yang dapat mengganggu kondisi SSK pasti akan dicegah.

Dalam hal ini, kebijakan suku bunga difokuskan untuk menurunkan CAD ke batas aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik dengan mengatur suku bunga acuan. Pada Q4 2018 suku bunga acuan dipatok 6%. Pada Juli 2019, suku bunga acuan sudah diturunkan lagi menjadi 5,75%.

Penurunan suku bunga acuan selalu dilakukan dengan cermat, agar tidak terjadi gejolak pemindahan dana ke luar negeri. Pemantauan dana yang tersimpan atau mengendap di luar negeri juga sangat menentukan kondisi SSK. Itulah sebabnya pada kebijakan Tax Amnesty, warga negara diwajibkan untuk melaporkan besarnya dana yang berada di luar negeri.

Strategi moneter selalu diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar mata uang Rupiah maupun mata uang asing, serta memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

Guna menjaga kondisi SSK, Bank Indonesia juga menaikkan atau menurunkan porsi pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) mata uang Rupiah rerata baik pada Bank konvensional maupun Syariah.

Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudential (RPM) terhadap dana pihak ke tiga juga diatur secara cermat.

Dengan mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi SSK, diharapkan sebagai warga negara Indonesia yang baik tidak mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi dan golongan, namun harus selalu mendukung kepentingan negara dan bangsa. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun