Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Ketapels Berdaya] Bersantap Sembari Belajar Berkomunikasi

17 April 2016   03:12 Diperbarui: 17 April 2016   03:31 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pintu Masuk Fingertalk (Sumber: Gapey)"][/caption] Fingertalk Deaf Cafe & Workshop, mungkin sebuah nama yang belum familiar di telinga Anda. Fingertalk, yang artinya jari berbicara, adalah nama sebuah cafe di kawasan Pamulang Timur, tepatnya di Gang Pinang No. 37, Tangerang Selatan.

Sebuah cafe yang dilengkapi workshop untuk memberdayakan saudara kita yang dilahirkan dalam kondisi pendengaran terganggu, atau sering disebut tuli atau tuna rungu. Ironisnya, karena kekurangan mereka ini, mereka tidak dapat mengikuti sekolah normal, karena mereka tidak dapat mendengar penjelasan dari guru pada sekolah normal. Penyandang tuli harus masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB) karena mereka harus belajar dengan menggunakan bahasa isyarat.

Deaf Cafe

Cafe ini didirikan oleh Dissa Ahdanisa seorang pegiat NGO bersamaIbu Pat Sulistyowati, mantan ketua Gerkatin / Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia pada 3 Mei 2015. Memanfaatkan sebagian rumah ibu Pat yang direnovasi dengan bentuk joglo sehingga menjadi tempat makan yang nyaman dan adem. Sedangkan bagian rumah lainnya digunakan untuk workshop menjahit, menyulam dan membatik serta sebagai tempat tinggal.

[caption caption="Dissa si Pemilik Fingertalk (Sumber: Gapey)"]

[/caption]

[caption caption="Ibu Pat (Sumber: Gapey)"]

[/caption]Deaf Cafe berdasar inspirasi saat Dissa menjadi pegiat NGO di Granada, Nicaragua yang berbahasa Spanyol. Disana Dissa melihat ada cafe yang dikelola oleh kaum tuna rungu. Ide ini lalu diterapkan di Pamulang, dengan merekrut kaum tuna rungu untuk mengelola cafe (memasak, meracik minuman, melayani) maupun menjual produk hasil workshop seperti tas, kaus kaki, topi, batik dan lain-lain.

Bila Anda memasuki cafe ini, dimana-mana Anda akan menemukan pajangan kode isyarat baik di dinding maupun di meja. Jadi, Anda akan mudah berkomunikasi dengan pelayan cafe maupun penjual produk kerajinan disana.

Meski letak cafe ini tidak di tepi jalan raya, dan agak menjorok ke dalam, namun tidak terlalu sulit mencarinya. Karena di ujung Gang Pinang sudah dipasang papan penunjuk arah. Dan luar biasanya, dalam waktu satu tahun, cafe dan workshop ini sudah mencapai titik impas atau break even point alias balik modal.

Kegiatan yang dimotori Dissa ini merayakan ulang tahun dengan tema "Awesome Versary" pada 17 April 2016 (hari ini). Pada setiap interview oleh media elektronik maupun cetak, Dissa selalu menekankan bahwa yang dikelolanya ini murni Socio-Business dan bukan charity. Jadi, kaum tuna rungu yang bekerja disini, digaji sesuai bidang pekerjaannya, mendapat tempat tinggal dan harus bekerja secara profesional. Melalui usaha ini, Dissa ingin membuktikan bahwa penyandang disabilitas juga mampu bersaing dengan insan normal, yang sering disebut "hearing" (sanggup mendengar).

Mempekerjakan kaum tuna rungu sama sekali bukan untuk memanfaatkan ketidak berdayaan mereka dengan menggaji rendah. Mereka yang bekerja di Fingertalk mendapatkan gaji yang setara dengan kaum hearing. Mimpi Dissa, bila usahanya berkembang, ia akan membuat pusat pelatihan bagi kaum tuli dan menyalurkan pekerja terlatih ke perusahaan-perusahaan yang bersedia menerima penyandang disabilitas. Hal ini guna mengalahkan stigma saat ini yang menyatakan bahwa kaum tuna rungu susah mendapatkan pekerjaan. Sebuah bukti Leah Katz Hernandez, seorang tuna rungu yang kini menjadi Asisten Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama.

Kuncinya Komunikasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun