Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjelajah Pasar Baru, Ada Dua Klenteng Kuno

4 April 2016   13:15 Diperbarui: 29 Juni 2017   16:22 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko tua yang masih eksis (Dok. Pri)

Meski kawasan Pasar Baru dapat dijuluki Little India-nya Jakarta, namun juga banyak dihuni keturunan Tionghoa. Salah satu toko jaman dulu yang masih eksis hingga kini adalah toko Lee Ie Seng (1873) yang menjual alat tulis dan makanan jaman dulu (misal coklat Jago).

Toko tua yang masih eksis (Dok. Pri)
Toko tua yang masih eksis (Dok. Pri)
Karena masyarakat Tionghoa rata-rata beragama Budha atau penganut ajaran Confusius, maka tak heran bila di kawasan Pasar Baru terdapat dua klenteng tua.

Kami sempat mengeksplorasi ke dua klenteng tersebut bersama Jakarta Food adventure. Klenteng yang pertama berada di gang kecil yang dapat dimasuki dari lokasi Bakmi Gang Kelinci, melewati Bakmi Aboen lalu menyusuri jalan sempit ke arah Gereja Ayam. Disana ada klenteng Kwan Im Bio, yang merupakan klenteng yang didedikasikan untuk Dewi Kwan Im, dewi welas asih.

Patung di Klenteng Kwan Im Bio (Dok. Pri)
Patung di Klenteng Kwan Im Bio (Dok. Pri)
Klenteng Sin Tek Bio

Berjalan maju lagi ke arah jalan Samanhudi, Anda akan menemukan sebuah klenteng yang sangat tua, didirikan tahun 1698, yakni klenteng Sin Tek Bio. Sebelum terdapat bangunan mall, tampak depan klenteng ini masih dapat dilihat dari jalan Samanhudi.

Saat kami berkunjung ke klenteng ini banyak terlihat tumpukan koper dari kertas berwarna merah, properti ini akan dibeli dan dibakar saat siarah kubur pada hari Ceng Beng 5 April.

Klenteng ini diakui oleh penjaganya sebagai klenteng ke dua tertua di Jakarta setelah klenteng Petak Sembilan yang merupakan klenteng tertua di Jakarta.

Pelita dan Lilin yang menyala sepanjang tahun (Dok. Pri)
Pelita dan Lilin yang menyala sepanjang tahun (Dok. Pri)
Altar utama Klenteng Sin Tek Bio dipenuhi pelita dan lampion yang menyala sepanjang tahun. Klenteng ini diduga didirikan untuk kalangan Tionghoa miskin (petani). Toapekong Utama adalah Fu-de zheng-shen dan Dewi Kwan Im.

Semula klenteng Sin Tek Bio menghadap ke arah selatan, terletak di jalan Belakang Kongsi yang kini digunakan oleh Mie Aboen. Kemudian pada 1812 dipindah ke belakang bangunan lama dan menghadap ke utara , menghadap ke jalan Samanhudi, yang dulu dikenal sebagai Gang Tepekong dan kini bernama jalan Pasar Baru Dalam Pasar.

Beberapa peristiwa kebakaran besar di sekitar klenteng Sin Tek Bio pernah terjadi, namun api tidak pernah sampai membakar klenteng.

Di bagian atap klenteng terdapat dua ekor patung naga dengan mutiara ditengahnya. Sedangkan didalam ruang utama terdapat ukiran dua naga yang melilit tiang utama, lalu di kanan kiri pintu masuk dijaga dua ekor singa.

Di dalam klenteng ini terdapat ratusan patung, di lantai bawah dengan 14 altar dengan patung Buddha dan Bodhisattva, jenderal Kwan Kong dan puluhan patung lainnya. Di lantai atas terdapat 14 altar dengan patung Kwan Im Po Sat, Sam Pho Hut, O Mi To Hut, Mie Lek Hut, Lo Cia dan lain-lain.

Perabotan klenteng yang menarik adalah joli, Ten Lung, papan nama, senjata dan bendera yang selalu diarak pada acara Gotong Toapekong pada saat merayakan Cap Go Meh. Uniknya, tiap acara Gotong Toapekong selalu hadir budaya Betawi tanjidor dan gambang kromong.

Meramal nasib melalui Ciam Si (Dok. Pri)
Meramal nasib melalui Ciam Si (Dok. Pri)
Di lantai atas juga terdapat ruangan untuk meramal nasib dengan ciam-si, seperangkat bilah bambu bertuliskan nomor. Setelah dikocok dan bila keluar satu nomor, artinya dapat dilihat dalam cetakan yang sudah tersedia. Ramalan dituliskan menggunakan bahasa sastra tinggi sehingga cukup sulit mengartikannya.

Kuliner

Budaya Tionghoa sangat kental di kawasan Pasar Baru ini. Selain banyak toko-toko yang dimiliki para keturunan Tionghoa yang bergabung dengan toko-toko milik keturunan India, di Pasar Baru Anda dapat menemukan kuliner yang merupakan ciri khas Tionghoa yakni bakmi dan cakue.

Bakmi A Boen (Dok. Pri)
Bakmi A Boen (Dok. Pri)
Ada dua bakmi legendaris di Pasar Baru yakni Bakmi Gang Kelinci yang semula hanya berupa warung kecil dan kini sudah berkembang menjadi rumah makan yang cukup luas. Juga ada Bakmi Aboen yang menjual bakmi non halal karena mengandung bahan babi. Cakue dan kue bantal adalah salah satu penganan khas Tionghoa yang bisa ditemukan, pembelinya selalu antre sehingga perlu kesabaran menunggu.

Budaya Tionghoa sudah eksis cukup lama di Pasar Baru, bahkan sampai ada rumor untuk mengantisipasi krisis ekonomi dikarenakan bentuk geografis Pasar Baru yang bila dilihat dari udara bak seekor kelabang, perlu diberi penangkal berupa predator yang dapat memangsa kelabang tersebut, maka muncullah Gereja Ayam dan patung Elang di atap toko Populer.

Patung Elang di atap toko (dok. pri)
Patung Elang di atap toko (dok. pri)
Budaya Tionghoa di Jakarta tidak berada di Chinatown Glodok saja, tetapi juga dapat ditemukan di kawasan Pasar Baru Jakarta Pusat. Silakan dijelajahi para Traveler ....

(Serial Tulisan Tentang Wisata Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun