Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

75 Menit Bersama Presiden Joko Widodo

15 Desember 2015   12:07 Diperbarui: 15 Desember 2015   16:16 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat siang 11 Desember 2015, H-1 dari pelaksanaan Kompasianival, datang telepon dari admin Kompasiana. "Bapak besok datang ke Kompasianival 2015?". "Ya" jawab saya, "ada apa mbak?" "Kami harap Bapak hadir jam 9.00, karena diundang makan siang oleh pak Presiden di istana.", suara bening dari ujung telepon. Langsung saya teringat kasus makan siang Kompasianers dengan pak Presiden beberapa waktu yang lalu yang menimbulkan pro-kontra.

"Apa tidak salah saya ikut dipilih makan siang dengan Pak Presiden? Nanti banyak yang mempertanyakan, mbak", jawab saya sekenanya. "Benar Bapak, nama Bapak ada didalam list, saya eja ya", mbak di ujung telepon dengan lancar mengeja nama saya. "Ya, itu benar nama saya,  dress code-nya batik lengan panjang ya? Padahal harusnya besok saya harus mengenakan kaos KPK di booth."

Itulah sekelumit pembicaraan awal yang akhirnya benar-benar membawa saya bersama 99 Kompasianers lainnya untuk menghadiri undangan makan siang bersama Presiden Joko Widodo, setelah mendapatkan pembagian surat undangan resmi dari Kantor Sekretariat Negara. Dengan dua bis berukuran besar, 100 Kompasianers dibawah komandan mas Isjet dan mas Nurul membelah kemacetan jalanan kota Jakarta dari Gandaria City menuju Istana Negara. Kang Pepih selaku COO Kompasiana harus menjaga gawang Temu Akbar Bloggers yang dihadiri 4.900 Kompasianers dari seluruh Indonesia.

Istana Negara

Melalui pintu masuk Kantor Sekretariat Negara, kami menuju Istana Negara. Setelah melalui pos pemayaran tas yang dibawa dan melalui metal detektor, kami memasuki halaman Istana Negara. Para Kompasianers asyik berselfie dan welfie serta berfoto ria, sambil menunggu panggilan dari protokol Istana untuk masuk ke dalam Istana.

Setelah Protokol Istana mempersilakan masuk, kembali tas dipayar dan melewati metal detektor kedua. Bedanya, disini semua tas harus ditinggal, termasuk kamera dan smartphone. Jadi raiblah harapan untuk selfie di dalam Istana.

Ke 100 Kompasianers berjalan dengan penuh semangat memasuki Istana, kami dikumpulkan pada sebuah hall yang biasa digunakan untuk menerima tamu negara, tersedia sekitar 18 meja bulat dengan 6 kursi pada masing-masing meja, satu meja diperuntukkan untuk Presiden Joko Widodo.

Di ruangan bercat putih bersih itu terpampang foto-foto enam mantan Presiden terdahulu, Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarnoputeri dan Susilo Bambang Yudhoyono, diantara foto mantan Presiden terpasang keramik antik. Di bagian atas kami melihat lampu kristal antik, sungguh anggun dining hall Istana, tidak memalukan bila dikunjungi tamu negara.

Saat menunggu, kami sempat melihat Pratikno, Menteri Sekretaris Negara ikut memantau kehadiran para Kompasianers.


Menurut Protokoler Istana, Presiden Joko Widodo ditemani Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan duduk satu meja dengan beberapa Kompasianers  yakni mas Widi, mas Seno, pak Tjipta dan Ibu Christie.

Kedatangan Presiden

Setelah menunggu beberapa saat, Presiden Joko Widodo memasuki dining hall diiringi Teten Masduki. Sebagian rekan menyebutnya sebagai misteri triple 12: 12 Desember jam 12 siang.

Tanpa dikomando para Kompasianers secara otomatis membentuk pagar bagus dan ayu, sehingga Presiden Joko Widodo harus berjalan sambil menjabat tangan para Kompasianers satu per satu. Presiden Joko Widodo mengenakan busana khasnya, celana hitam dengan baju putih lengan panjang yang tidak dimasukkan ke dalam celana dan ujung lengan baju digulung tiga perempat.

(Bagi saya pribadi, pertemuan ini hanyalah pertemuan yang tertunda, saat pak Joko Widodo menjabat Walikota Solo, saya pernah mendapat undangan makan malam di rumahnya, namun batal karena tiba-tiba pak Joko Widodo harus ke Jakarta, selanjutnya saat pak Joko Widodo menjabat DKI-1 pernah terjadwal acara talk show Ikasatya Jabodetabek di Jakarta, namun juga batal karena dipanggil Presiden).

Setelah selesai berjabat tangan, para Kompasianers duduk, Presiden Joko Widodo berdiri menghampiri microphone dan berseloroh "Santai saja ya, jangan serius-serius. Ayo kita makan dulu". Lalu Presiden Joko Widodo menuju meja makanan dan diikuti para Kompasianers, sebagian memilih meja makanan diujung berseberangan karena tersedia dua meja makanan yang disiapkan oleh sebuah perusahaan catering yang dipesan oleh Protokoler Istana. Kami salut, Presiden mengambil sendiri makanan bersama-sama Kompasianers, tanpa dilayani oleh Staf Kepresidenan.

Menu makanan meliputi soup buntut tomat, nasi kebuli, nasi putih, kare bebek, opor ayam, udang gulung, sayur lodeh, roti maryam, lontong, roti, french fries, sate sapi manis, urap, martabak bayam, kerupuk, sambal dan es buah.

Dialog

Setelah selesai santap siang, mas Isjet mewakili Kompasianers memberikan sepatah dua patah kata, yang disusul menjawab tantangan Teten Masduki agar para Kompasianers yang biasanya ber "pena tajam" (meski sekarang menulis pakai keyboard), berani bicara langsung di depan Presiden.

Semula dijadwalkan 10 wakil Kompasianers bicara, namun karena keterbatasan waktu, akhirnya hanya maju 8 orang Kompasianers, yakni Junanto Herdiawan mewakili ekonom, Roesda Likawa mewakili Ambon, Agung Soni mewakili Bali, Fera Nuraini mewakili mantan buruh migran di HongKong, Citraningrum mewakili akademisi, Aulia Gurdi mewakili Ibu Rumah Tangga, Wijayakusuma mewakili guru dan Thamrin Dahlan mewakili pensiunan BNN.

Presiden sangat menyimak curhat maupun keluhan dan usulan para Kompasianers, tampak sekali-kali Presiden mencatat pada buku kecilnya. Issue yang langsung mendapat tanggapan dari Presiden Joko Widodo adalah usulan jurnalisme warga untuk diikutkan meliput langsung kegiatan blusukan Presiden. Presiden mengusulkan mencoba dua orang dulu, dan minta kepada Teten Masduki untuk diagendakan. Lalu adanya lovers dan haters, Presiden Joko Widodo berharap agar dihapuskan, karena persaingan politik era pilpres sudah lewat dan semua anak bangsa harus bersatu, bekerja dan berpikir untuk Indonesia, serta keluhan penanganan buruh migran di HongKong, sehingga Fera langsung dihubungi staf Kemenlu keesokan harinya.

Dalam sambutannya Presiden minta agar Kompasianers dalam menulis maupun memberikan komentar hendaknya mengutamakan optimisme, jangan menimbulkan pesimisme, ketakutan dan keresahan. Bangsa Indonesia saat ini tidak bersaing dengan sesama anak bangsa, namun bersaing dengan negara lain. Mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus berani menghadapi MEA dan tidak perlu kawatir.

Presiden secara khusus menyoroti terlalu banyaknya peraturan yang membelenggu kita, ada 42.000 peraturan, entah itu PerMen, PP, Kepres atau Perpres. Jadi perlu dikumpulkan dan dipangkas hingga tersisa separuhnya. Tahun depan dipotong lagi separuhnya agar lebih praktis.

"Bila ada negara lain yang menghina atau merendahkan Indonesia, pasti secara diplomatis saya sanggah," demikian cerita Presiden Joko Widodo.

Lebih lanjut Presiden Joko Widodo memberi gambaran, agar bangsa Indonesia jangan takut dengan MEA, karena saat bertemu dengan PM maupun Kepala Negara lain banyak yang ketakutan melihat kekuatan ekonomi Indonesia yang hanya turun kecil sekali disaat negara lain banyak yang minus. Jangan-jangan saat MEA diberlakukan, produk Indonesia akan membanjiri negara mereka.
Kenapa justru masyarakat Indonesia yang ketakutan dan menghembuskan issue kepanikan ekonomi pada saat terjadi pelemahan mata uang Rupiah terhadap USD. Mata uang negara lain juga ikut turun, jadi jangan panik, demikian pesan Presiden Joko Widodo menutup sambutannya.

Foto Bersama dan Tanda Tangan

Teten Masduki lalu mempersilakan Kompasianers berfoto bersama Presiden Joko Widodo per meja supaya pengambilan foto lebih teratur dan rapi. Namun Kompasianers tidak kehilangan akal, dikasih satu minta dua, dikasih hati minta ampela.

 

 

 

 

 

 

 

Kompasianers minta di foto bersama Presiden Joko Widodo diambil dari atas panggung, Presiden dengan penuh semangat kebapakan mengiyakan permintaan "anak-anak"nya. Lalu beberapa Kompasianers nekad minta tanda tangan di surat undangan, Presiden Joko Widodo juga dengan senang hati melayani, akibatnya keadaan jadi sedikit rusuh, karena terjadi sedikit dorong mendorong. Protokoler Istana sudah melarang, namun Presiden tetap antusias memberikan tandatangannya. Akhirnya, agar tidak berkepanjangan ditempuh cara mengumpulkan surat undangan ditumpuk dan diserahkan kepada Protokoler Istana.

Beruntunglah Christie yang tiga bukunya, Indah Jati yang fotonya dan beberapa Kompasianers yang surat undangannya telah ditandatangani Presiden. Presiden Joko Widodo segera meninggalkan dining hall karena masih ada agenda berikutnya di Hotel Sari Pacific.

Demikian rekam jejak selama 75 menit bersama Presiden Joko Widodo, semangat kebapakan, semangat merakyatnya, dan semangat optimisme  sangat menginspirasi kami semua. Semoga Indonesia Juara benar-benar terwujud dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Matur nuwun Presiden ....

Catatan kaki:
Tulisan ini bertujuan memberikan reportase seutuhnya acara makan siang bersama Presiden Joko Widodo, tanpa bermaksud untuk menonjolkan diri atau memanasi suasana. Mungkin kali ini giliran saya, dan lain kali giliran Kompasianer yang belum dapat giliran kali ini. Terus semangat menulis dengan penuh optimisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun