Era kampanye presiden awal tahun 2014, beberapa Jokowi's lovers meminta saya untuk menangkis kampanye hitam. Kami berpikir keras, media apa yang pembacanya banyak dan bisa langsung muncul, tanpa adanya sensor dari Redaksi atau Admin. Nah, saya teringat pada URL saya di Kompasiana yang jarang saya sentuh. Beberapa kali tulisan bergenre politik muncul di Kompasiana.
Paska pemilihan presiden, saya tetap aktif menulis di Kompasiana meski belum banyak ikut aktif pada kegiatan komunitas. Sampai suatu saat, Kompasiana mengumumkan terbentuknya komunitas Kompasianer Penggila Kuliner (KPK). Saya langsung tertarik, dan mulai bergabung meski tidak langsung pada aktivitas perdana KPK Gerebek karena masalah waktu dan lokasi.
Bergabung dengan komunitas berdampak saya mulai senang mengikuti event yang diselenggarakan oleh Kompasiana dari yang mingguan atau bulanan seperti Nangkring, Tokoh Bicara, Coverage, dan Visit hingga yang akbar yaitu Kompasianival. Saya pertama kali bergabung pada Kompasianival tahun 2014 di TMII. Namun karena saya lebih banyak bertugas di luar kota Jakarta, saya mengalami keterbatasan untuk mengikuti semua kegiatan komunitas, kecuali yang diadakan pada akhir pekan, saya selalu berupaya untuk hadir.
Selain menambah teman, Kompasiana banyak memberikan pengalaman berharga dan memperluas cakrawala pemikiran saya, karena pandai menghadirkan tokoh-tokoh baik di bidang politik, bisnis, seni maupun Pemerintahan.
Salah satu hasil menulis di Kompasiana, beberapa tulisan perjalanan wisata saya ke Gorontalo, tepatnya sebelas tulisan dilirik oleh Omar Niode Foundation untuk dibukukan, setelah tulisan saya dalam bahasa Indonesia dialih bahasakan ke bahasa Inggris, dalam buku bertajuk "Trailing the Taste of Gorontalo" yang kini dipasarkan melalui Kindle Store Amazon.com dengan harga USD 1.99 per 17 September 2015. Saya juga banyak menulis tentang wisata di Kepulauan Bangka Belitung dan Palembang serta serial "Escape From Jakarta", semoga ada penerbit yang mau menerbitkannya lagi.
Agustus 2015 yang baru lalu, saya diminta menjadi admin komunitas di KPK, karena berawal dari KPK saya banyak mengenal Kompasiana, tentu sebagai imbal balas budi, saya harus bersedia meluangkan waktu untuk membesarkan salah satu komunitas yang ada.
Terakhir, gara-gara beberapa tulisan saya di Kompasiana mengenai HIV/AIDS, akhirnya saya diundang untuk menjadi team media Pernas AIDS V di Makassar, akhir Oktober 2015 nanti.
Karena Kompasiana sudah mampu mendatangkan pembaca bagi tulisan-tulisan saya, akhirnya saya lebih banyak menulis di Kompasiana, daripada di blog pribadi maupun blog di media lain. Karena selain puas, saya juga bangga, bila diketahui oleh teman-teman saya sebagai K'ers karena banyak yang menilai penulis-penulis di Kompasiana berbobot tulisannya dan sering menjadi acuan.
Kini Kompasiana menjelang usianya yang ke tujuh, sebagai media keroyokan yang tentu banyak memiliki pesaing, harus terus berpikir keras, meluncurkan program-program baru agar para K'ers tidak berpindah ke lain hati.