Malam pertama di kota Tanjung Pandan, menikmati suasana malam hari yang tidak begitu ramai. Meskipun di pusat kota, sekitar Bundaran Batu Satam, maupun jalan Sriwijaya. Beruntung kami mendapat undangan makan malam dari rekan kami di kota Tanjung Pandan yang menawarkan untuk menyantap makan malam khas Belitung.
Kami menuju Rumah Makan Mak Panggong, yang artinya rumah makan dengan makanan yang dimasak oleh koki kepala (master chef). Yang merupakan rumah makan dari Kelompok Bisnis Rumah Makan Timpo Duluk, Belitung. Rumah makan ini tidak terlalu luas, namun memiliki meja yang cukup banyak, dapat mencapai 80-100 pengunjung dan lahan parkir yang cukup luas. Rumah makan ini didekor dengan wall paper bertemakan kota Tanjung Pandan di masa lalu. Menggunakan peralatan penjual minyak di masa lalu berupa gantang dengan berbagai ukuran, untuk tempat tissue dan sendok garpu, serta hiasan dinding.
[caption id="attachment_377112" align="aligncenter" width="300" caption="Mak Panggong (Dok. Pribadi)"][/caption]
Pertama-tama dihidangkan makanan pembuka berupa berego, yaitu tepung beras yang ditanak dan dipotong bulat seperti lontong, dan diberi kuah kari ringan dan sambal. Rasanya gurih, tapi ringan karena kadar santannya yang tidak terlalu tinggi.
[caption id="attachment_377009" align="aligncenter" width="300" caption="Berego saat dihidangkan (Dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_377010" align="aligncenter" width="300" caption="Berego setelah kuah disiramkan (Dok. Pribadi)"]
Dilanjutkan dengan penyajian menu utama berupa Badulang, satu nampan berisikan aneka lauk yang disajikan masih tertutup tudung saji berwarna merah. Satu paket Badulang dapat untuk makan berempat, berisi lauk : sate ikan kukus, gangan ikan katarap, sambal sereh, ayam ketumbar, oseng kacang panjang dan lalapan daun pepaya serta mentimun. Sebakul nasi putih dihidangkan terpisah, serta disediakan empat kobokan air dan satu helai serbet.
[caption id="attachment_377011" align="aligncenter" width="300" caption="Saat Badulang disajikan (Dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_377012" align="aligncenter" width="300" caption="Menu Badulang (Dok. Pribadi)"]
Badulang memiliki aturan tidak tertulis bahwa yang muda harus melayani yang lebih tua. Hal ini merupakan budaya luhur dimana orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua, misal mengambilkan piring, menyendokkan nasi dan mengambilkan lauk yang disukai orang yang lebih tua terlebih dulu.
Lalu ada kebiasaan untuk menyisakan satu potong atau bagian lauk, dan keempat orang ini akan saling mempersilakan untuk menghabiskan. Bagi yang sudah tahu adat masyarakat Belitung, tentu tidak akan mengambil dan menghabiskan makanan tersisa, karena akan dianggap yang paling rakus.
Cara menyantapnya juga harus dengan tangan dan sebaiknya jangan menggunakan sendok. Di masa lalu, sebelum masalah kesehatan lebih diperhatikan, Badulang hanya menyediakan satu kobokan air sehingga orang selalu ingin selesai makan lebih awal agar dapat mencuci tangan dengan air yang masih bersih. Fungsi satu serbet yang disediakan adalah untuk dipakai bersama mengelap tangan, namun ada caranya agar tidak merugikan orang yang mengelap belakangan, yaitu dengan menerapkan pemakaian serbet secara sistimatis dan tidak sembarangan.
Selain di Belitung, di Bangka budaya makan Badulang juga masih ada. Kami juga sempat menikmatinya di kota Namang - Bangka Tengah.
[caption id="attachment_377013" align="aligncenter" width="300" caption="Saung Namang (Dok. Pribadi)"]
[caption id="attachment_377014" align="aligncenter" width="300" caption="Badulang ala Namang - Bangka Tengah (Dok. Pribadi)"]
Pada Badulang di Namang, menu yang dikeluarkan meliputi tumis pepaya daun kencur, lempah kulat pelawan (jamur), lempah kakap kuning, rebung, ikan krisik asap, ikan pari kucai, dan sambal. Sebelum hidangan disajikan, kami sempat menyaksikan cara memasak lempah kulat pelawan.
Budaya Badulang yang menghormati dan melayani orang yang lebih tua patut dipertahankan, agar nilai-nilai luhur ini tidak hilang begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H