Mohon tunggu...
Sutarno Drs
Sutarno Drs Mohon Tunggu... Guru - Arsitek Jiwa

Mengajar dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengenali Kekuatan Empat Pilar Kebangsaan dalam Memajukan Bangsa dan Negara Indonesia

29 Desember 2021   09:13 Diperbarui: 29 Desember 2021   09:39 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://kabarnesia.com/5858/sudah-efektifkah-sosialisasi-empat-pilar-mpr-ri/

Judul : Mengenali Kekuatan Empat Pilar Kebangsaan Dalam Memajukan Bangsa dan Negara Indonesia.

Oleh : Sutarno


Kehadiran empat pilar kebangsaan yang dikenalkan Taufiq Kiemas saat menjabat sebagai ketua MPR pada tahun 2009 -- 2014 membawa misi luhur untuk menjaga negara Indonesia tetap satu dalam NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia ) yang berlandaskan Pancasila. Ini sangat penting karena masyarakat Indonesia bersifat heterogen dan sangat berpotensi terjadinya disintegrasi.

Empat pilar kebangsaan menjelma menjadi tiang kokoh penyangga rumah besar yang namanya Indonesia untuk menghadapi berbagai ancaman yang bisa muncul setiap saat.  Senjata ampuh itu namanya Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Inilah jiwa kebangsaan, semangat patriotisme yang tak terkalahkan dan implementasi cinta untuk negara Indonesia.

Bisa dibayangkan jika para pejabat negara  bersama masyarakat Indonesia memiliki energi empat pilar kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat dipastikan negara akan kuat, masyarakat pun bahagia. Tidak ada lagi diskriminasi, korupsi, manipulasi, intoleransi. Indonesia menuju sebuah percepatan dalam pembangunan. Bisakah ini diwujudkan?

Harus diakui bahwa akhir-akhir ini banyak persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang muncul akibat sifat abai dan lalai dalam menerapkan esensi nilai-nilai dari empat pilar kebangsaan. Sebagai contoh, munculnya konflik antar masyarakat karena sebuah perbedaan merupakan akibat dari kelalaian dalam mengamalkan dan mengamankan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Munculnya sikap intoleransi dan radikalisme yang sedang marak akhir-akhir ini juga akibat dari kelalaian dalam menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sedikit terpinggirkan sejak masa reformasi. Sebagai contoh, jarang sekali pejabat negara yang menyinggung kata Pancasila dengan segala nilai luhurnya dalam setiap kesempatan sambutannya. "Roh" Pancasila seolah menghilang dari wacana publik. Akibatnya, masyarakat kurang antusias untuk memelajari, apalagi mengiplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tidaklah mengherankan jika masih ada orang-orang yang tidak urutan sila-sila pada Pancasila. Seolah Pancasila berdiri di persimpangan jalan.

Eksistensi Pancasila sudah berkali-kali mengalami ancaman untuk diganti dengan ideologi lain, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Ini berbahaya dan harus disikapi dengan cepat dan bijaksana. Beruntung, Presiden Joko Widodo tanggap dengan situasi ini dengan mengeluarkan peraturan presiden no.54 tahun 2017 tentang  pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila dengan tugas utama menjadikan masyarakat dapat lebih memahami dan menghidupi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Puncaknya adalah ketika Presiden Joko Widodo menetapkan hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional (CNN Indonesia, Jakarta, Mei 2017). Pancasila telah kembali kepada marwah dan fungsinya sebagai panduan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang telah dirumuskan para pendiri bangsa Indonesia.

Sebagai sebuah negara yang besar yang kaya, beragam dan strategis, tidaklah mengherankan jika Indonesia sangat "seksi" untuk dikuasai, termasuk oleh penguasa asing. Banyak ancaman yang harus dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Beberapa ancaman yang menonjol adalah masalah intoleransi, anti Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI), anti Pancasila bahkan anti pemerintah yang sah hingga radikalisme.

 Ancaman terbesar NKRI dala lima tahun ke depan adalah radikalisme yang bertentangan dengan NKRI dan Pancasila (Ade Arando, bedah buku, Ancaman Radikalisme dalam negara Pancasila, Jakarta, Agustus 2019). Suka atau tidak, Pancasila sedang dironrong eksistensinya oleh kekuatan radikalisme melalui gerakan-gerakan secara masif melalui media sosial. Berita hoaks dan kebencian ditebarkan secara terus menerus. 

Bukankah kebohongan yang diberitakan secara terus menerus bisa menjadi suatu kebenaran? Ini sangat berbahaya dan perlu diwaspadai semua anak bangsa jika tidak ingin melihat Pancasila diganti dengan ideiologi asing yang bukan merupakan produk kepribadian bangsa Indonesia. Sadarkah kita? Di balik semua ancaman, ternyata terdapat indikasi bahwa dana yang sangat besar dipakai untuk membentuk opini masyarakat melalui propaganda yang menyesatkan agar masyarakat Indonesia membenci pemerintah yang sah karena dianggap tidak kompeten dalam mengelola pemerintahan.

Tujuan besar mereka adalah Indonesia terbelah, Indonesia pecah sehingga kekuatan asing dengan mudah masuk ke Indonesia dan menguasai seluruh sumber daya alam yang ada. Pada saat yang sama, kita disodorkan pada kenyataan bahwa dunia internasional sudah melangkah jauh ke depan dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Mereka sudah sibuk bagaimana menjelajah ruang angkasa dengan segala misterinya. Mereka sudah selesai dengan dirinya sendiri. Sementara kita masih sibuk dengan diri kita sendiri, sibuk dengan urusan berita hoaks, intoleransi, separatisme, dan radikalisme. Kalau realita keadaan Indonesia terus seperti ini, kapan Indonesia bisa maju menjadi negara yang "melek" dan bersaing dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi?

Dalam dunia ilmu pengetahuan, saat ini kita harus berhadapan dengan hadirnya revolusi industri 4.0 sebagai sebuah perubahan revolusioner yang tak bisa dihindari. Sebagai sebuah era baru, revolusi ini menghadirkan teknologi canggih sebagai "motor" dalam menggerakan seluruh aktivitas manusia. Teknologi akan mengubah cara hidup dan berpikir manusia. Ini akan menjadi berita menggembirakan bagi sekelompok orang yang mau berubah dengan memperlengkapi diri, seperti kerja cerdas, kemauan keras, kemampuan yang mumpuni. Namun, menurut kelompok lain, ini bisa menjadi lonceng kematian karena ketidaksiapan dan kemalasan untuk berubah.

 Disadari atau tidak, teknologi akan mendorong munculnya gejolak sosial seperti meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan dalam masyarakat. Sebagai contoh, pekerjaan tradisional yang semula dikerjakan manusia akan beralih dikerjakan oleh tenaga robot. Teknologi akan menjadi "monster" yang menakutkan bagi negara yang tidak siap menyongsong sebuah era baru ini. Kita juga melihat fakta di depan mata, keadaan saat ini, bahwa kita sedang berjuang menghadapi pandemi covid-19 dengan segala dampaknya yang luas. Tetaplah waspada dengan kelompok tertentu yang mencoba menfaatkan situasi pandemi ini untuk menggiring opini masyarakat untuk tidak taat terhadap semua kebijakan pemerintah atau pejabat negara yang sedang berjuang mengatasi pandemi. Hati-hati dengan gangguan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Jangan terprovokasi oleh siapapun dan dalam situasi apapun.

Situasi akan bertambah sulit jika kita hanya menjadi penonton. Sadarkah kita akan banyaknya orang jahat yang seolah berkuasa, tetapi tidak banyak orang baik dan cerdas yang mau bicara di publik untuk membela kebenaran? Kita tidak boleh kalah apalagi menyerah dengan mereka yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya.

Dengan kehadiran UUD 1945 menuntun setiap langkah besar bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Memberi arahan menjadi masyarakat yang taat hukum. Menghormati hukum bukan memperdaya hukum. Pemerintah pun akan semakin sadar akan tugas dan kewajibannya untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai peraturan yang berlaku. Sehingga setiap kebijakannya akan berpihak kepada keadilan dan kesejahteraan rakyat. Rakyat bermartabat maka negara kuat.

Saatnya kebenaran dan keberanian berjalan seiring dan saling menguatkan. Jangan sampai orang benar tidak berani bersuara. Percayalah dimana ada kebenaran di situ ada damai sejahtera sebagai masyarakat Indonesia. Bukankah sejarah mengajarkan bagaimana para pendiri bangsa berjuang menghadapi berbagai masalah untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia tercinta berlandasakan kebenaran dan keberanian ? Sekali lagi, bacalah Indonesia dengan hati yang terbuka bukan berburuk sangka.

Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah suatu keniscayaan yang hanya bisa dipertahanakan selama kita mengimani dan mengamini kekuatan besar empat pilar kebangsaan untuk menjadi bangsa yang tangguh menuju kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Jadikan empat pilar kebangsaan sebagai benteng kokoh menghadapi setiap ancaman yang ada. Negara Republik Indonesia akan tetap ada selama kita mencinta dan membelanya.Tak akan ada kekuatan apapun dan manapun yang akan sanggup merobohkan bangunan besar negara kita.  Mari perkokoh rumah besar kita negara Indonesia dengan pilar-pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun