Mohon tunggu...
Sutarno Drs
Sutarno Drs Mohon Tunggu... Guru - Arsitek Jiwa

Mengajar dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berani Sabar di Masa Sukar

8 November 2021   11:43 Diperbarui: 17 November 2021   12:40 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berani Sabar di Masa Sukar demi Indonesia Bangkit ( sebuah pengalaman pribadi  seorang guru )

Oleh : Sutarno

"Kesabaran bukan hanya kemampuan untuk menunggu-itu adalah bagaimana kita berperilaku saat kita menunggu" ( Pauline Joyce Meyer, pengarang dan presiden Joyce Meyer Ministries, Amerika Serikat )

Menunggu akan menjadi ritual yang membosankan jika salah memaknai, tetapi menunggu menjadi energi positif jika disikapi dengan kesabaran tanpa batas. Pandemi covid-19 adalah sebuah kesukaran  yang datangnya secara tiba-tiba sehingga memaksa semua orang memiliki daya tahan prima, baik secara fisik maupun mental. 

Dampaknya sangat luas dan terasa dalam berbagai bidang kehidupan termasuk di dalamnya  pendidikan. Pemerintah pun menyikapinya dengan kebijakan PJJ ( Pembelajaran Jarak jauh ) walaupun dikhawatirkan berdampak negatif terhadap perkembangan jiwa dan sosial peserta didik. Untuk itu dibutuhkan kesabaran tanpa batas dalam menerima dan menjalani sistem pembelajaran selama pandemi covid-19 belum teratasi.

Berbicara kesabaran tanpa batas, mari belajar tentang filosofi petani. Baginya, kesabaran adalah kekuatan dalam menghadapi segala keadaan, harapan di tengah menunggu dalam ketidakpastian. 

Bagaimana tidak, menuai hasil panen adalah sebuah perjalanan sangat panjang dan melelahkan. Ia harus rajin menanam, sabar menunggu datangnya hujan, tekun memberi pengairan dan pupuk agar bertumbuh dengan subur dan bertahan dari serangan hama. Panas terik dan peluh keringat menjadi penyemangat hingga panen yang dinantikan itu pun tiba. Semua memerlukan proses, pengorbanan dan kerja keras, kerja cerdas, serta kerja tuntas. Itulah kesabaran seorang petani. 

Lalu bagaimana dengan kesabaran seorang pendidik di tengah situasi sukar akibat pandemi yang memaksa pendidik dan siswa terdidik melakukan semua aktivitas pembelajaran secara virtual? Dunia Pendidikan seolah "terpenjara" dalam dunia maya/virtual akibat situasi pandemi covid-19. Orang tua, peserta didik, dan guru menjadi "korban" yang tak terelakkan. Haruskah menyerah kalah? atau berani berubah untuk bisa mengubah kesukaran  menjadi kesempatan?

Saya teringat sebuah nasihat orang bijak, "Jangan menjadi guru kalau hanya sekedar berilmu, tetapi jadilah guru yang mau berubah dan berdampak bagi orang di sekitarmu". Perubahan itu berproses seperti ulat yang berproses hingga menjadi kupu-kupu yang cantik. Ada hal yang harus dikorbankan, apakah zona nyaman, status, bahkan kesenangan. Perubahan itu harus terbaca dan dirasakan. Itulah makna kehadiran seorang guru. Dia akan mengubah dirinya sendiri sebelum mengubah orang lain. Tidaklah mudah menjalaninya, tapi bukan berarti mustahil untuk dikerjakan.

Saya sebagai guru yang terlahir dari generasi "baby boomers" tidaklah mudah menghadapi situasi sulit ini. Perubahan menjadi sesuatu yang menakutkan. Hanya orang yang mau dan mampu berubahlah yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Pengalaman saya yang berpuluh-puluh tahun sebagai pendidik ternyata tidaklah cukup, dibutuhkan ketangguhan dan kesabaran untuk bertahan. Ini situasi yang sangat sukar. 

Diam tertelan atau bertahan sambil menunggu keajaiban. Saya memilih bertahan untuk menunggu sambil menciptakan sebuah keajaiban. Bertahan bukan berarti diam, bertahan berarti bergerak aktif mengidentifikasi persoalan yang datang dan menemukan solusi sebagai langkah antisipasi. Kesabaran untuk berani berubah dan mengubah menjadi kekuatan untuk bertahan sekaligus keluar dari situasi sukar. Kata-kata ini menjadi energi yang membangkitkan sebuah harapan bagi saya sebagi guru dari masa lalu yang mendidik untuk masa kini dan masa akan datang. Harapan untuk maju, menjadi lebih baik, dan bermanfaat bagi orang lain demi Indonesia bangkit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun