Tulisan ini kami sampaikan sebagai refleksi pelaku pemberdayaan yang mengikat diri dalam Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI).Â
"Durkheim memandang bahwa keinginan dan kepentingan diri sendiri dari setiap individu itu dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang ada di luar si individu. Kekuatan eksternal ini disebut sebagai collective conscience yang adalah ikatan sosial bersama yang diekspresikan melalui ide-ide, nilai-nilai, norma, kepercayaan, dan ideologi budaya yang dilembagakan dalam struktur sosial, dan diinternalisasikan oleh setiap anggota pemangku budaya tersebut"( https://repository.uksw.edu/bitstream/ )
Kunci Ikatan Organisasi, bagaimana memperkuat fungsi-peran personal keanggotaan dalam kesadaran kolektif yang terbangun, IPPMI diharapkan mampu membangun kesadaran individual atau praksis kinerja-kinerja pemberdayaan menjadi tempat pertukaran pengetahuan melalui pembiasaan bersuara dengan gagasan dan melahirkan budaya yang menjadi entitas organisasi, sehingga IPPMI sebagai organisasi kader mampu membanguan ruang keberlanjutan dalam pertukaran pengetahuan atas dasar praksis yang mampu menjembatani kebutuhan aspirasi dan dukungan kebijakan kekuasaan.
 IPPMI Baru menjadi sebuah harapan baru bagi para pegiat pemberdayaan dengan berbagai latar belakang pekerjaan/profesi, strata sosial, dan lain-lain. Potensi ini perlu diolah dan diracik dengan bumbu-bumbu pengikat agar ikatan kokoh dan semakin kokoh dalam situasi perubahan dan dinamika kehidupan berbangsa yang penuh dengan keragaman. Bagaimana menemukan racikan bumbu ikatan ini, sudah saatnya kita tidak sekedar jebakan nostalgia atas masa lalu, Kita harus berkontribusi dalam perubahan dengan sikap yang teguh tidak "cengeng" karena pergolakan. Nostalgia menjadi anasir perubahan untuk membangun dialektika perjuangan.
 Guru saya Iwan Gardono Sujatmiko dan Kang Iwan Abdurahman menjadi Guru kader bagi saya yang patut kita apresiasi, Konsistensi sikap atas berbagai pergolakan dinamika, tetapi dinikmati dengan semangat untuk tetap berjuang dan menikmatinya sebagai instrumentasi yang penuh keindahan. Dunia indah karena perbedaan dan dinamika.
 IPPMI diharapkan melahirkan gagasan-gagasan dalam kancah dinamika di masyarakat Indonesia melalui pendampingan dan pembelajaran kritis ditingkat tapak. Perjalanan kehidupan bangsa dengan dinamikanya, diharapkapkan menjadi pengalaman bersama yang harus direfleksikan dan dikonsolidasi dalam organisasi, untuk melahirkan kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan bersama digaris tapak.
 Suara-suara bukan sekedar "politik bunyi-bunyian" tong kosong nyaring bunyinya. Suara IPPMI menjadi suara yang berasal dari relung hati dan daya cerna pikir yang cerdas menatap dinamika dan perubahan. Sehingga suara yang hadir merupakan pandangan yang merepresentasikan pemikiran-pemikiran merdeka yang terbebas dari model budaya strukturalis yang membelenggu dan mengecilkan perbedaan. Â
Â
Â
IPPMI Kedepan sungguh akan memiliki  keistimewaan ketika perbedaan pandangan kepentingan dapat dikelola menjadi gagasan yang dapat melahirkan suara-suara murni hati masyarakat sebagai mandatory perjuangan  yang akan menggaung dari satu ruang dialektika yang satu ke ruang dialektika lainnya.  Penguasaan ruang-ruang masyarakat harus segera kita direbut dari upaya-upaya disrupsi dunia teknologi yang tidak yang penuh dengan psi-war yang melahirkan jurang pembeda menjadi lebih nyata ( Hoax, Framing Jahat, Fake News, dll).  Ruang-ruang masyarakat menjadi pusat belajar yang dapat dihidupkan IPPMI, sebagaimana Ruang Belajar Masyarakat (RBM) yang pernah diinisiasi menjadi ruang aksi-refleksi-aksi  dan wujud pembelajaran kritis warga.
Pengalaman atas kerja-kerja yang repetitif dalam sebuah template "default sistem"  reguler yang melekat dengan kerja-kerja tata kelola pemerintahan telah menguji peran-peran pelaku pemberdayaan yang senantiasa menempatkannya buka sekedar melahirkan pemikiran kritik dengan style  kritikus yang "hit and run" atau ngedumel dalam ruang personal, tetapi diharapkan pemikiran kritis dengan sikap moderat dan terlibat dalam proses tata kelola, dengan menempatkan keberpihakan pada masyarakat agar terbangun proses deliberasi politik masyarakat dalam berpartisipasi penuh pada proses tata kelola pembangunan.
 Pengalaman bekerja secara program yang repetitif, dengan mendorong pemikiran kritis untuk tindakan koreksi aktif, sebagaimana slogan organisasi yaitu Aksi -- Refleksi-Aksi sebagai wujud pembelajaran kritis dan akan menjadikan IPPMI menjadi kekuatan kemitraan yang akan senantiasa melakukan kolaborasi dalam proses kerja-kerja kolekti yang dibangun.
 Para pelaku atau penggiat pemberdayaan di IPMMI pada umumnya memiliki pengalaman dalam proses pembelajaran kritis dilakukan bersama masyarakat melalui proses aksi--refleksi-aksi  yang berulang dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bersama. Pada setiap aksi dari proses pembelajaran bersama senantiasa akan menjadi bahan refleksi atau perenungan terhadap setiap aksi yang dilakukan, hingga diketemukan gagasan yang mampu dalam membantu kemudahan atau pemudah cara dalam setiap masalah yang dihadapi.
 Dampak pembelajaran kritis dalam proses pemberdayaan dapat menciptakan kesadaran bersama dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan menjadi warga yang aktif dalam proses demokratisasi menjadi penopang utama aspirasi, karena akan menciptakan peran aktif masyarakat dan untuk meminimalisasi adanya kecenderungan kesewenangan kekuasaan.
Aksi-aksi kolektif yang telah, tengah dan akan berjalan dapat kita kumpulkan dalam perpustakaan pengetahuan kita membangun kekuatan knowledge sharing dengan kebebasan intelektual. Fraksis sebagai basis pengetahuan kita bersama layak  kita ditinjau dan dikritisi kembali, agar kembali mengusik-ngusik kesadaran moral dan kognitif kita semua sebagai pelaku pemberdayaan, yang akan mampu bertindak bijak dalam menghadapi isue atas dinamika yang berpotensi mengikis kekokohan ikatan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H