Mohon tunggu...
Sutardjo Jo
Sutardjo Jo Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat dan Pemerhati Desa dan Kawasan Perdesaan

Penggiat dan Pemerhati Desa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Pemerintah Desa yang Terbuka

14 Januari 2020   06:52 Diperbarui: 14 Januari 2020   06:58 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia sebagai Negara Hukum Demokrasi, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah bertanggungjawab dalam hal penyelenggaraan negara atau pemerintahaannya kepada rakyat. Salah satu bentuk tanggungjawab pemerintah disini adalah dengan adanya keterbukaan informasi publi

Keterbukaan Informasi Publik merupakan hal mendasar dan penting dalam me;letakan dasar kesejahteraan ralkyat dan mencapai cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indoesia Tahun 1945.  

Keterbukaan Informasi Publik sangat terkait dengan hak asasi manusia, partisipasi masyarakatdalam pemerintahan dan pembangunan, pengawasan, pelayanan publik  yang baik dan upaya mencerdasakan kehidupan bangsa.

Pada Pasal 28 F UUD 45 menegaskan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Jauh sebelum Undang-Undang tentang Keterbukaan Informai Publik disahkan, upaya mendorong penerapan Keterbukaan Informasi Publik didorong sejak reformasi digulirkan melalui Enam Agenda Reformasi, diantaranya yang terkait dengan Keterbukaan informasi publik adalah Laksanakan amandemen UUD 1945, tegakkan supremasi hukum dan ciptakan pemerointah yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 

Keterbukaan Informasi Publik didorong berbagai kelompok aktivis  pro-demokrasi, para jurnalis, akademisi/Kampus, Intelektual, serta berbagai komponen yang senantiasa mendorong secara bergulir terus-menerus untuk mendapat sambutan dari anggora DPR-RI, hingga akhirnya dilahirkan draft RUU yang diberi nama  RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang kemudian disahkan menjadi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Aktor utama dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik adalah Badan Publik. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, selanjutnya meneguhkan bahwa Desa termasuk Badan Publik, disebabkan Desa mendapatkan anggaran langsung dari APBN.  

Meskipun dalam UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik  tidak mengatur hal-hal tentang Desa berkaitan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU No 14 Th 2008 tentang KIP maupun peraturan-peraturan turunannya, sehingga dalam rangka pelaksanaan keterbukaan Infromasi Publik di Desa Komisi Informasi Pusat (KI-Pusat) melakukan Kesepakatan bersama melalui MoU dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggalk dan Transmigrasi pada tanggal 16 Mei 2016 di Auditorium Adhiyana Gedung LKBN Antara Jakarta, serta di tindaklanjuti pertemuan pada Januari 2017 di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transigrasi bersama para Komisioner KIP.

Keterbukaan Informasi Publik merupakan pra-syarat mendasar dalam menjalankan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).  Pasal 4 UUNo 6 Tahun 2014 tentang Desa menjabarkan tujuan dari proses yang disebut sebagai pengaturan desa. Tujuan pokok dari "pengaturan desa" dalam UU Desa mencakup diantaranya pada point 4,5,6 dan 7 adalah:

  • Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  • Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  • Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa;
  • Memajukan perekonomian desa dan mengatasi kesenjangan pembangunan;

Dengan demikian pelaksanaan Keterbukaan informasi  di Desa menjadi  adalah mandat penting Undang-Undang yang harus dijalankan Badan Publik di Desa yaitu Pemerintah Desa. Pada dasarnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik  ini bertujuan untuk:

  • menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
  • mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
  • meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
  • mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
  • mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak;
  • mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
  • meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas

Sehingga pada dasarnya Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, memiliki tujuan sama untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas dan mendorong partisipasi masyarakat pada sebuah tantangan baru, yaitu mendorong pemerintahan desa yang menjalankan fungsi pelayanan secara maksimal melalui tata kelola desa yang baik untuk membangun kemandirian desa dan kesejahteraan warga desa.

Penguatan Kewenangan dan Transparansi Pemerintahan Desa

UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa mempertegas agar Desa bukan lagi obyek pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan. Konstruksi pemerintahan desa yang dianut dalam UU Desa adalah konstruksi gabungan. Penjelasan Umum UU Desa menyebutkan secara tegas: 

"Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat"[3].

Ringkasnya, asas rekognisi dan subsidiaritas telah mengubah pendekatan kontrol/pengendalian negara terhadap Desa dan menempatkan Desa sebagai subyek pembangunan.

Azas Rekognisi dalam UU Desa melahirkan pengakuan terhadap keanekaragaman kultural, sedangkan Azas subsidiaritas terkait dengan relasi hubungan antara negara dengan desa setelah didudukkan, dimana negara tidak lagi mengontrol desa secara penuh tapi harus memosisikan desa itu sanggup mengelola dirinya sendiri. Berangkat dari kedua Azas tersebut semakin memperjelas kedudukan dan kewenangan Desa

Atas dasar pemahaman kedudukan Desa sebagaimana UU Desa maka Penguatan Kewenangan menurut pandangan teoritis tentang pemerintahan (Barton, 2000), kewenangan normatif, tujuan dan cara mencapai tujuan yang diatur dalam Undang-Undang Desa diturunkan dalam enam peran atau fungsi derivatif pemerintahan desa, yakni:

  • Mengelola pelayanan dasar. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa untuk mengelola pelayanan dasar yang berada di dalam lingkup kewenangannya, seperti ketersediaan layanan pendidikan anak usia dini, bantuan transportasi ke sekolah, dan sistem desa siaga.
  • Mengelola pelayanan administrasi. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa dalam mengelola pelayanan administrasi, baik administrasi kependudukan maupun beberapa administrasi perizinan yang berada dalam kewenangannya.
  • Menyediakan infrastruktur dasar. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa dalam mengelola penyediaan infrastruktur dasar desa, seperti air bersih, irigasi tersier, jalan desa, listrik desa, polindes, sarana pendidikan anak usia dini, kantor desa, dan sarana olah raga.
  • Memperkuat kelembagaan ekonomi. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa dalam memperkuat keberadaan lembaga sosial ekonomi sebagai upaya memperkuat solidaritas sosial, seperti mendorong keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dalam pengelolaan infrastruktur dasar dan penguasaan sumber daya alam lokal, dan penguatan daya tawar kolektif.
  • Memperkuat kelembagaan sosial. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa dalam memperkuat keberadaan lembaga sosial ekonomi sebagai upaya memperkuat solidaritas sosial, seperti memperkuat organisasi sosial seperti posyandu, lembaga amil zakat, penanganan bencana, dan resolusi konflik.
  • Membuat regulasi. Dimensi ini mengukur kemampuan pemerintahan desa dalam mengelola proses pembuatan regulasi sebagai salah satu bentuk kebijakan publik, termasuk di dalamnya merevitalisasi aturan-aturan yang bersumber dari adat istiadat.

Dalam Undang-Undang Desa, keterbukaan informasi terdapat  dalam beberapa pasal seperti  Pertama sebagaimana diatur dalam pasal 24, yang menyatakan bahwa asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa  salah satunya adalah keterbukaan. 

Selanjutnya dinyatakan pada bagian penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Kedua pada  pasal 26 ayat (4) huruf (f) diatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa Kepala Desa juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat Desa. 

Ketiga pada pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. 

Keempat Pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. 

Kelima pada pasal yang mengatur tentang keterbukaan informasi yaitu pasal 86 ayat (1) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepenting.

Dalam peraturan pelaksanaaannya, pada Pasal 127 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa juga menyatakan bahwa upaya  pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan desa.

Manfaat Standar Layanan Informasi  Pemerintahan  Desa

UU Desa dan UU KIP keduanya maupun aturan turunannya belum secara spesifik memberikan panduan kepada Pemerintah Desa dalam menjalankan layanan keterbukaan informasi kepada masyarakat. Ketiadaan panduan ini mengakibatkan masih banyak Pemerintah Desa yang belum transparan dalam menjalankan pemerintahannya. Meskipun ada beberapa Pemerintah Desa yang telah mengumumkan APBDesa-nya melalui baliho dan berbagai papan pengumuman lainnya. tetapi belum berjalan secara massif karena belum adanya panduan teknis yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah.

Akan tetapi dalam rangka mendorong layanan yang baik Pemerintahan Desa, ditelah diterbitkan Peraturan Mentrian Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa mengatur tentang urusan pemerintahan desa dalam melayani kepentingan masyarakat desa. Sebagaimana wajah desa adalah wajah negara, Pelayanan Desa akhirnya memiliki Standar Pelayanan Desa Minimal yang bisa mempermudah masyarakat dalam proses partisipasi tata kelola pemerintahan desa dan dalam kehidupan berdesa.

Standar Pelayanan Minimal Desa yang disingkat menjadi SPM Desa dimaksudkan untuk  mendekatkan, mempermudah, transparansi, dan efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). 

SPM Desa bertujuan untuk mendorong percepatan pelayanan kepada masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kewenangan desa, dan menjadi alat kontrol masyarakat kepada Pemerintah Desa (Pasal 3).

Standar Pelayanan Minimal Desa, SPM Desa ditetapkan dan diputuskan oleh Kepala Desa (Pasal 4).  Ruang lingkup SPM Desa meliputi penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan, penyediaan data dan informasi kependudukan dan pertanahan, pemberian surat keterangan, penyederhanaan pelayanan, dan pengaduan masyarakat (Pasal 5).

Penyebaran informasi, pelayanaan penyedian data dan informasi sebagai cakupan Standar Pelayanan Minimal Desa (SPM), maka terkait dengan tatacara Pemerintah Desa sebagai Badan Publik melakukan layanan informasi, baik dalam bentuk pengumuman maupun melayani permintaan, diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), serta peraturan turunannya yaitu  Peraturan Komisi Informasi (PerkI) No. 1 Tahun 2010.  

Bagi Pemerintah Desa perlu ada panduan spesifik, hal tersebut disebabkan  sistem Pemerintahan Desa merupakan pemerintahan yang khas, serta tata kelola  sumber daya berbeda  dengan Badan Publik di atasnya seperti Pemerintah Kabupaten maupun Provinsi Disamping itu secara sosiologis masyarakat Desa juga memiliki kekhasan dalam hal budaya dan kebiasaan setempat sehingga perlu panduan yang fleksibel agar masyarakat desa juga dapat memanfaatkan panduan tersebut untuk memperoleh informasi dari Pemdes. 

Atas dasar pemikiran itulah, Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) sebagai lembaga yang memiliki mandat regulator dalam hal keterbukaan informasi berinisiatif untuk menyusun Standar Layanan Informasi Pemerintah Desa atau bisa disingkat SLIP Desa.

Standar Layanan Informasi Pemerintahan Desa (SLIP Desa) setidaknya mengatur hal-hal seperti 1). bagaimana Pemerintah Desa melakukan pengumpulan informasi dan mengkategorikannya. 

Ada empat kategori informasi publik yaitu informasi yang wajib dimumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, informasi yang wajib tersedia setiap saat dan informasi yang dikecualikan. 2. Bagaimana tatacara Pemerintah Desa melakukan pelayanan informasi, baik dalam bentuk pengumuman maupun layanan terhadap permintaan informasi oleh warga desa, termasuk mengatur prosedur warga dalam melakukan permohonan informasi. 3. Bagaimana tatacara Pemerintah Desa dalam menghadapi sengketa informasi yang diajukan oleh pemohon informasi.

Adanya Standar Layanan Informasi Pemerintahan Desa membantu Pemerintah Desa dalam menghadapi para pemohon informasi yang tidak bertanggungjawab. 

Perlu diketahui saat ini banyak pihak yang memanfaatkan norma tentang keterbukaan informasi Desa untuk keuntungan materi secara pribadi dan kelompok tertentu dengan berbagai cara dan bertujuan hanya untuk kepentingan sesaat, dan banyak kasus-kasus di Desa permintaan Informasi cenderung dimuati kepentingan bukan dalam rangka peningkatan kualitas layanan pemerintahan di Desa tetapi karenan berbagai kepentingan, bahkan permintaan informasi disertai dengan ancaman dan teror kepada Pemerintah Desa.

Standar Layanan Informasi Pemerintah Desa selanjutnya disebut SLIP Desa dapat berguna bagi Kepala Desa dan Perangkat Desanya. SLIP Desa akan menjadi panduan bagi Kepala Desa untuk : 1) membentuk struktur Pejabat Pengelola Informasi dan dokumentasi (PPID) di kantor desa; 2) membangun standar layanan informasi publik berdasar UU KIP; dan 3) menganalisa dan menjawab segala permohonan informasi publik yang diajukan oleh pemohon Informasi Desa.

Selanjutnya SLIP Desa akan menjadi panduan bagi Sekretaris Desa sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID ) untuk : 1) melakukan pengumpulan dan pengelompokan (inventarisasi dan klasifikasi) informasi publik yang dikuasai oleh Desa ; 2) melakukan uji konsekuensi terhadap informasi untuk menentukan status terbuka/dirahasiakan berdasar UU; 3) menjawab permohonan informasi. 4) melakukan pendokumentasian dan penyimpanan semua informasi publik secara teratur, tertata dan aman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun