Kata "Indonesia" Menjadi Alat Pemersatu dan Berdirinya Bangsa Indonesia
Oleh : HG Sutan Adil
Seri kebangsaan # 2
Pada awal abad ke-20, terjadi perkembangan baru dalam pelaksanaan politik kolonial Belanda di Hindia Belanda, khususnya pada usaha peningkatan kemajuan kesejahteraan masyarakat pribumi dan mendapatkan sumber daya manusia untuk mengelola wilayah jajahan. Berawal dari tulisannya, Een Eereschlud (Utang Kehormatan) yang dimuat di majalah De Gids pada tahun 1899, Conrad Theodore van Deventer mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah Belanda mengubah watak politiknya agar lebih memerhatikan kemajuan rakyat jajahan.
Sejak saat itu tulisan Een Eereschlud ini menjadi perbincangan sampai ke tingkat pemerintahan di level Kerajaan. Maka pada 17 September 1901, Politik Etis resmi diberlakukan setelah Ratu Wilhelmina yang baru naik takhta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Terdapat tiga program Politik Etis yang terangkum dalam Trias Van deventer, yaitu irigasi, edukasi, dan imigrasi. Untuk membalas jasa dibidang edukasi dan untuk menciptakan kaum terdidik Indonesia, maka diberangkatkanlah kaum terpelajar dan terdidik untuk belajar lanjutan ke negeri Belanda.
Setelah mendapatkan pendidikan dan bercampur baur dengan masyarakat Belanda dan Eropa lainnya. Ternyata banyak Pelajar dan Tokoh pergerakan pribumi di wilayah jajahan Belanda dan di Belanda sendiri menyadari, bahwa mereka berasal dari berbagai etnis di wilayah jajahan Belanda dan belum merupakan suatu nation (bangsa).
Tokoh-tokoh pribumi yang belajar di Belanda tersebut selanjutnya mengabungkan diri kedalam dalam sebuah perhimpunan bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan India) yang didirikan dan dipelopori oleh Noto Soeroto dan Rajiun Harahap gelar Sutan Kasayangan Soripada, pada Tanggal 15 Nopember 1908.
Mulanya Indische Vereeniging (Perhimpunan india) merupakan organisasi mahasiswa bersifat sosial-budaya yang menaungi para pemuda Indonesia di negeri Belanda. Namun selanjutnya mereka , sangat aktif berinteraksi dengan gerakan-gerakan anti imperialisme dan anti kolonialisme yang sangat besar di awal abad 20 itu di Eropa. Mereka juga mempelajari sistem-sistem pemerintahan, sistem hukum dan perundang-undangan, sistem perekonomian termasuk sistem koperasi untuk melawan pemodal besar/kapitalis, dll.
Salah satu perjuangan Indische Vereeniging saat itu ialah dengan menerbitkan buletin yang diberi nama "Hindia Poetra". Ide nasionalis mereka mampu menumbuhkan keinginan untuk mengadakan publikasi. Tahun 1916 terbitlah majalah berkala Hindia Poetra, tetapi isinya tidak sama sekali memuat tulisan politik. Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, namun atas telah berkembang Kata Indonesia di Belanda maka pengurus organisasi ini kemudian mengubah nama majalah Hindia Poetra dengan Indonesia Merdeka.
Kemudian pada tanggal 14 April 1917, Indische Vereeniging mengadakan pertemuan dengan partai politik di Hindia Belanda seperti Sarekat Islam dan Boedi Oetomo di Belanda. Karena pertemuan tersebut melibatkan partai politik maka sebagian besar diskusi mengandung unsur politis. Fakta menariknya yaitu digunakannya kata Indonesie (Indonesia) dan Indonesiers (orang Indonesia) selama pertemuan berlangsung.