Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Benteng Pertama (2)

23 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   14:09 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beraudiensi dan Penyerahan Buku Kepada Walikota Palembang, Bp. H. Harnojoyo/Dokumen Sutanadil Institute


Perang Maritim Terbesar Abad 17 di Palembang menghadapi VOC

Bag. 2 (Sambungan dari Bag. 1)

Oleh: HG Sutan Adil

Kapal Bloemendahl, Koukerk, dan Cat membutuhkan waktu lama untuk dapat menghindari serangan ini, karena mereka harus terlebih dulu memutus tali-tali di gelondongan tersebut. Bagian depan kapal Molucco sempat terbakar, walaupun akhirnya berhasil diselamatkan kapal-kapal VOC lainnya yang menemaninya tanpa mengalami kerusakan berarti.

Mesin-mesin Api tersebut terbawa arus sungai dan lenyap menjadi asap. Dalam pertempuran memperebutkan benteng, sebanyak 30 orang dari pasukan bayaran dari jawa yang membantu VOC terbunuh, di antaranya Quevy tommagen nadapen radja [Kiai Temenggong Dihadapan Raja] beserta dua puteranya, yang dimakamkan keesokan harinya.

Pada pagi hari 11 November 1659, VOC berhasil mengambil alih Benteng Martapuro. Disana mereka menemukan 16 (Enambelas) unit meriam, termasuk meriam2 lainnya yang telah dibuang ke sungai, tetapi sayangnya mereka dapat mengambilnya kembali. Kemudian VOC merampas meriam-meriam tersebut dan membawanya ke kapal dengan sejumlah kecil amunisinya.

Rupanya kegiatan penjarahan ini terpantau oleh pasukan kerajaan di Palembang, yang selanjutnya menyerang kembali dan berhasil membakar kapal Watchman dan pada malam harinya, pasukan ini yang sempat mundur dari pulau kemaro berusaha kembali untuk merebut benteng Martopuro dan Bamagangan,  tetapi VOC sudah mempersiapkan diri untuk mempertahankannya sepanjang malam.

Dalam keadaan posisi yang parah itu maka pihak pihak musuh mencari siasat dan jalan keluar berupa mengincar letak pusat penyimpanan gudang senjata Palembang. Akibat diketahuinya posisi dari gudang-gudang senjata itu, maka serangan dipusatkan kesana dan dengan susah payah akhirnya diledakkanlah oleh VOC gudang2 tersebut yang merupakan pusat penyimpanan senjata di Benteng Tambak Bayo.

Akibatnya maka posisi pertempuran beberapa kali berubah-ubah dan akhirnya dikarenakan gudang-gudang senjata Palembang terbakar, maka Palembang harus bertempur dengn senjata tajam, seperti keris; pedang, panah, tombak nibung, yaitu semacam tombak bambu runcing yang berbisa sekali.

Setelah memakan waktu 2 hari , yaitu tanggal 12 dan 13 November 1659, akibat diledakkannya Gudang Senjata yang ada di Benteng-benteng diatas dan memasukkan seluruh meriam dan amunisi yang berhasil mereka jarah dari di ketiga benteng ke kapal mereka, selanjutnya Pasukan VOC bergerak cepat untuk segera melakukan penyerang ke kampung orang Cina, Arab, India, Portugis dan asing lainnya yang ada di rakit2 didepan Keraton yang ada dipinggiran sungai dan menguasai Ibukota sebelum Palembang mempersiapkan diri kembali karena kehilangan benteng-benteng nya.

Sumber Peta La Villa de Palembang di Buku Perang Benteng  
Sumber Peta La Villa de Palembang di Buku Perang Benteng  
Ketika melewati Ibukota, VOC menerima perlawan sebagaimana yang dialami di benteng2 sebelumnya, akan tetapi tidak mengalami kerusakan terlalu banyak dan tak satupun kapalnya yang mengalami kerusakan berarti. Kota Palembang dibentengi oleh batang-batang pohon besar dirapatkan, dan banyak meriam besar ditempatkan di sekitarnya, juga adanya sungai kecil atau parit yang dalam dan berlumpur mengelilinginya.

VOC mendapatkan kesulitan mencari tempat mendarat, hingga akhirnya melihat ada anak sungai di balik titik terjauh benteng pertahanan tersebut. Anak sungai tersebut mengarah ke tempat yang sangat aman dari tembakan pasukan Palembang. 

VOC akhirnya berhasil mendarat dengan seluruh pasukan dan melemparkan granat ke arah ibukota yang kemudian menyebabkan rumah-rumah berdempetan terbakar. Hal ini menyebabkan terjadi kekacauan dan ketakutan bagi penghuninya sehingga banyak yang meninggalkan tempat mereka.

Hal ini dimanfaatkan oleh Laksamana Vander Laen, Mr Truytsman dan Kapten Harman untuk menerobos pertahanan Kota lewat tiga jalur berbeda. Di sana, mereka mendapat perlawanan sengit dari penduduk lokal dan menyerang ketiganya dengan gagah berani.

Dalam pertempuran ini, penduduk Palembang berhasil membunuh perwira VOC, di antaranya adalah seorang Letnan, seorang Letnan Muda dan seorang sersan, tapi mereka sendiri tidak mengalami banyak kehilangan. Hujan deras malam itu memaksa VOC untuk membawa kembali pasukannya kekapal dan esok paginya mereka kembali mendarat dan memasuki Ibukota lewat titik yang sama.

Beberapa pertempuran terjadi  tanpa hasil bagi penduduk lokal dan laskar Palembang, sampai akhirnya mereka berhasil dipaksa meninggalkan Ibukota dan mundur ke kampung-kampung serta daerah Uluan.

Setelah VOC berhasil menjarah seluruh seluruh meriam dan harta2 istana raja, selanjutnya mereka membumi-hanguskan Keraton Kuto Gawang dan seisi Ibukota pada tanggal 16 November 1659, setelah sebelumnya membawa meriam dan hasil jarahan ke kapal kapal yang sudah menunggu. Palembang akhirnya dapat diduduki VOC (Kompeni) pada 23 November 1659.

Ibukota Palembang dan Keraton Kuto Gawang dan juga permukiman penduduk, dan tempat orang-orang Cina, Portugis, Arab, India dan bangsa-bangsa lain yang ada di seberang Ibukota tersebut juga dibakar habis selama 3 hari dan 3 malam.

Dikarenakan Keraton Kuto Gawang habis terbakar itu maka pasukan dan rakyat Palemban berangsur-angsur mengundurkan diri ke pedalaman. Pangeran Palembang, Sido Ing Rejek berikut rakyatnya kemudian mendirikan Kuto baru di pedalaman yang diberi Nama "Indralaya" yang dijadikan tempat kedudukan Pangeran.

Sebagian besar lagi, rakyat Pelembang dibawa mengungsi ke saka tiga, pedamaran, tanjung batu dan pondok, tetapi kemudian sebagian besar dari mereka tinggal menetap ditempat-tempat tersebut hingga sekarang telah berkeluarga, turun temurun menjadi penduduk ditempat-tempat tersebut. Di Lokasi tersebut juga masih banyak terdapat peniggalannya di tempat tersebut, seperti; Makam perkuburannya sendiri, masjid, balainya dan lain-lain.

Talkshow Sejarah Perang Benteng di Radio Sonora Palembang/ Dok. Sutanadil Institute
Talkshow Sejarah Perang Benteng di Radio Sonora Palembang/ Dok. Sutanadil Institute
Setelah Ibukota Palembang dan Keraton Kuto Gawang habis dibakar dan hampir dikosongkan dengan mengungsinya sebagian besar penduduknya ke pedalaman, maka dalam pada itu para Pangeran mengambil siasat melakukan sistem peperangan secara pengepungan (blokade) dan gerilya terhadap VOC dan disisi lain Pangeran sendiri pindah ke Saka Tiga.

Pada siang harinya rakyat dan laskar Palembang menghilang tidak menampakkan diri di Keraton yang sebagian besar telah dibakar dan dibumi hanguskan itu, dan baru pada malam harinya diadakan kesibukan-kesibukan. Sandang dan pangan tidak di jual belikan kepada VOC, sehingga mereka lama kelamaan menderita kekurangan persediaan.

Di Indralaya, Saka Tiga, Pedamaran, Pondok, Tanjung Batu, dan daerah sekitarnya rakyat sibuk membuat alat-alat persenjataan untuk perang dan pembangunan. Di pondok khususnya untuk pertemuan, oleh Pangeran sendiri diadakan dan dipimpin musyawarah besar bersama dengan alim ulama, hulubalang, pemimpin pasukan, pemuka rakyat perihal bagaimana cara melakukan siasat peperangan melawan musuh.

Jikalau tadinya hanya kaum pria saja yang berperang, maka didalam musyawarah di pondok tersebut diambil keputusan antara lain, bahwa didalam peperangan yang akan diadakan nanti kaum wanita juga akan ikut serta yang pimpinannya akan ditunjuk adalah adiknya; Kyai Kemas Hndi (Pangeran Ario Kusumo Abdulrokhim), dan Ratu Bagus Kuning dengan gelar Tumenggung Bagus Pangluklu, yaitu adik dari Pangeran Sido Ing Rejek.

Maka didalam menghadapi peperangan yang akan dilakuakan pada hari-hari mendatang melawan VOC itu, setelah diadakan persiapan-persiapan dalam waktu yang cukup lama dan matang dengan cara kerja sama dan persaudaraan yang baik itu, maka di aturlah pimpinan oleh empat orang yaitu:

*Pangeran Ario Kesumo Abdul Rochim adik raja sendiri, selaku pimpinan umum

*Putra Mahkota Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal (Anak Ki Gede Ing Rajek) dengan alim ulama, hulubalang dan pasukan sabililahnya.

*Ki Demang Kecek dengan pasukan dan rakyatnya sebagian dari jambi dan sekutu-sekutunya.

*Ratu Tumenggung Bagus Kuning Pangluku, dengan srikandi-srikandi pimpinan serta pasukan-pasukannya.

Maka didalam peperangan berlangsung begitu dahsyat dan agak lama banyak jatuh korban dikedua belah pihak. Lama kelamaan dipihak VOC tidak bertahan dengan serangan dari rakyat dan laskar Palembang secara gerilya maupun secara langsung terus menerus dari pedalaman dan segala penjuru.

Disamping itu menilik pula bahwa posisi VOC selama di blokade itu banyak diantara mereka yang sakit akibat kekurangan obat dan pangan dan selama itu tidak dapat turun ke daratan dan kekurangan perlengkapan karena blokade dari laskar Palembang.  

Melihat hal demikian serangan dari pihak Palembang berjalan terus , maka armada VOC kemudian tidak dapat bertahan lebih lama lagi dengan banyak korban , Komandan, Laksamana Joan Van der Laen, memundurkan diri ke perairan yang aman di luar jarak tembakan meriam dari ketiga benteng pertahanan Palembang, yaitu; Tambak Bayo, Pulau Kemaro laut dan Kemaro darat , serta Manguntama. Dua hari kemudian armada angkatan perang VOC meninggalkan perairan musi dan mengundurkan diri ke Batavia.

Dokumen Sutanadil Institute
Dokumen Sutanadil Institute

Selanjutnya, di Palembang sendiri kemudian kekuasaannya dilanjutkan oleh Kiai Mas Hindi yang memindahkan pusat pemerintahannya di arah ke Ulu dengan membuat Keraton baru dan pusat pemukiman yang baru yang terletak di antara Sungai Rendang dan Sungai Tengkuruk, yang selanjutnya dikenal dengan Keraton Beringin Janggut.

*) Penulis Adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 23/01/2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun