Oleh : HG Sutan Adil
Universitas tertua di dunia yang ada di masa Kedatuan Srivijaya dengan nama Universitas Dharmapala merupakan sebuah perguruan tinggi  yang diperkirakan ada di situs sejarah Muara Takus di Kabupaten Kampar, Riau. Kesimpulan ini adalah saat diadakannya Seminar  Internasional dan Pameran Benda Sejarah Melayu Tua Minanga Kanwa yang diselenggarakan untuk menyemarakkan pelaksanaan Kampar International Dragon Boat Festival 2019 lalu, Sabtu (20/7/2019).
Di seminar yang menggali dan menelusuri jejak keberadaan situs Muara Takus, yang sebelumnya oleh pemerintah disebut sebagai Candi Muara Takus,  beberapa peneliti lokas sejarah, berpendapat yang dari hasil penelitian mereka  yang masih subjektif karna masih ada keterbatasan data dan dana karna dilakukan secara pribadi, mengatakan bahwa situs Muara Takus di Kampar ini merupakan salah satu tempat belajarnya para misionaris dari negeri Asia Timur dan Asia Tengah untuk belajar ajaran "Dharmic Local".
Area ini yang di lihat dan dicatat para peziarah dari masa Fa-Hien abad 4 Masehi hingga I-Tshing abad 7 Masehi dan tempat Atisha Dipamkara asal tibet belajar ajaran asli leluhur Nusantara yang bernama "Dharma". Selanjutnya dicatatan I Tshing (671 - 695 M) : Mereka yang tekun mempelajari "Dharma" akan pergi ke tanah svarnadvipa (Sumatera) sebelum ke India.
Dalam Seminar ini juga dihadirkan beberapa Tokoh Melayu dan peneliti sejarah lainnya seperti  Profesor Ahmad Yanuana Samantho yang menyampaikan materi Kebesaran Peradaban Nusantara, Prof Suwardi MS yang menyampaikan materi tentang Sejarah Peradaban Melayu Tua dan Prof Munzir Hitami yang menyampaikan Eksplorasi Sejarah dan Pelestarian Situs dan Benda Sejarah Dalam Perspektif Islam.
Situs Muara Takus diperkirakan merupakan pusatnya pembelajaran ajaran "Dharmic Original"yang merupakan ajaran asli nusantara yang monoteis yaitu mengakui Tuhan itu adalah satu atau tunggal, adalah situs kuno yang telah berumur ribuan tahun sebelum masehi . situs situs yang mirip seperti situ Muara Takus di Kampar ini, tersebar di wilayah Pulau Sumatera, Â dari utara sampai ke selatan.
Pulau Sumatera atau Svarnadvipa yang sudah dikenal di penjuru dunia sebagai pulau penghasil renpah rempah dan kapur barus, adalah tempat dimana Kedatuan Srivijaya yang berkuasa , serta selat malaka sebagai pintu dan gerbang keluar sebagai hubunungan dengan penjuru dunia. Disini juga diperkirakan terdapat beberapa cabang dari Universitas  Dharmapala.
Berikut beberapa tempat atau cabang yang diperkirakan sebagai cabang dari Universitas Dharmapala yang bersumber dari Buku "Kedatuan Srivijaya bukan Kerajaan Sriwijaya" karya HG Sutan Adil :
Situs Muara Takus yang berada di Kabupaten Kampar,adalah merupakan pusatnya pembelajaran ajaran "Dharmic Original"yang merupakan ajaran asli nusantara yang monoteis yaitu mengakui Tuhan itu adalah satu atau tunggal, adalah situs kuno yang telah berumur ribuan tahun sebelum masehi . Â
Dalam catatan kuno bangsa India, Tiongkok, Yunani, Â negeri ini ( Alam pulau poco/Pulau perca) atau Indo dunio ( Hindu dunia) atau Mutakui (Matankari ) = Muara takus yg terletak di titik 0 (aquator / Aquinok) disebut juga dengan negeri Seribu Candi atau Stupa atau Situs yang tersebar disepanjang jejeran koto koto di pinggir pantai dan perbukitan laut Ombun/ Embun .
Laut Embun adalah cikal bakal dari Sungai Kampar kanan dan Kampar kiri. Ajaran "Dharmic Original" ini di perkirakan dipelajari di komplek pembelajaran di Svarnadvipa pada  area "Kota Suci" dengan pusat pujanya  dahulu bernama "Mongtakui",  yang setelahnya disebut "Muotakui" dan kini di sebut "Muara Takus" di Xlll Koto Kampar Riau, yang sebelum dan sesudah di sebut "Srivijaya" dengan pusat pemerintahan di bukit "Katangka", wilayah sekitarnya ditandai dengan nama "Koto" yang memakai "Angka".
Situs Bahal 1,2,3 dan 3 situs lain yang terletak di Kecamatan Portibi, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Hamparan situs purbakala Padang Lawas ini berjarak sekitar 400 km dari kota Medan.Â
Peninggalan purbakala ini tepatnya berada di dua kabupaten yaitu; Kabupaten Padang Lawas, dan Kabupaten Padang Lawas Utara.Â
Kedua kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007. Candi ini merupakan satu-satunya peninggalan kejayaan Sriwijaya di Sumatera Utara.Â
Di sana situs ini juga sering disebut sebagai  Candi Portibi. Belum banyak ilmuwan lokal yang meneliti situs sejarah ini. tercatat ada beberapa ilmuwan kolonial yang telah meneliti situs ini, antara lain :  Franz Junghun (1846), Von Rosenberg (1854), Kerkhoff (1887), Stein Callenfels (1920 dan 1925), De Haan (1926), Krom (1923), dan juga FM Schinitger yang diketahui telah mempelajari dan menjelaskan banyak sisa arkeologi sejarah Sumatra. Tetapi sayangya sebagai mana mazhab ilmu mereka, semuanya menyatakan situs ini adalah candi Buddha atau Hindu.
Situs Muaro Jambi, kompleks Situs Muarojambi ini merupakan situs peninggalan Kedatuan Srivijaya yang terluas. Membentang dari barat ke timur di tepian Sungai Batanghari sepanjang 7,5 kilometer. Bahkan, luas total kompleks Candi Muaro Jambi mencapai 12 km persegi, setara 8 kali lebih luas dari situs Borobudur. Saking luasnya, kita bisa menemukan beberapa situs sekaligus di tempat ini antara lain ; Situs Vando Astano, Situs Gumpung, Situs Tinggi, Situs Kembar Batu, Situs Gedong 1, Situs Gedong 2, dan kolam Talaga Rajo. Â
Situs Muaro Jambi diperkirakan sudah terbentuk sejak abad ke-7 Masehi, yang berarti bersamaan dengan lahirnya Kedatuan Srivijaya.  Situs ini pertama  kali ditemukan oleh letnan Inggris bernama S.C. Crooke pada 1824, Candi Muarajambi masih menyimpan banyak misteri dan hubungannya dengan Kedatuan Srivijaya.Â
Beberapa bagian yang terkubur belum tergali dengan sempurna. Baru pada 1975, Pemerintah Indonesia melakukan pemugaran besar-besar di seluruh sudut kompleks candi. Alhasil, ada enam candi yang dapat dihadirkan, seperti Candi Vando Astano, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Gedong 1, Candi Gedong 2.
Situs Bumiayu, Banyak peninggalan Kedatuan Srivijaya di Palembang dan juga Sumatera Selatan. Namun, keberadaan kompleks Candi Bumiayu di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumsel, yang selesai dipugar awal 1990-an menjadi oasis baru yang diperkirakan peninggalan kedatuan Srivijaya. Situs ini terletak di tengah perkampungan Desa Bumi Ayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), atau di sebelah timur berbatasan dengan Sungai Lematang.Â
Dulunya komplek Kedatuan Srivijaya  ini dialiri Sungai yang dinamakan Piyabung yang mengalir hingga Sungai Musi. Sungai alam ini umurnya lebih tua dari Sungai Lematang yang ada disekitar Candi. Karena faktor alam terjadi penyusutan sehingga saat ini menyisakan sungai kecil yang tak termanfaatkan lagi.
Dari keempat situs diatas bentuk bangunan dan material yang melekat pada situs tersebut adalah hampir sama dan mirip, yaitu terbuat dari batu bata merah dan material lain yang khas serta mempunyai tempat tempat khusus untuk melakukan kegiatan tertentu. Â Lngkungannya juga banyak persamaan yang karna umumnya keberadaannya berada di dataran rendah yang rawan genangan air dan banjir, sehingga situs tersebut banyak dikelilingi oleh bangunan dan parit yang di buat untuk mengatasi banjir dan mengatur tata airnya.
Karakteristik lain yang ada persamaannya dan sangat vital adalah terletak  di tepi atau di dekat sungai besar yang merupakan urat nadi perekonomian masa lalu, yaitu sungai Musi-Lematang (Bumiayu), sungai Batanghari (Muaro Jambi), sungai Kampar (Muara Takus) dan sungai Barumun di situs Bahal yang semua sungainya bermuara ke bagian timur Pulau Sumatera yang tentu saja menghubungkan mereka ke muaranya yang berada di laut dan selat Malaka.
Dari adanya aliran sungai besar itulah para misionaris dan pelajar dari berbagai negeri saat itu berdatangan ke Universitas Dharmaphala yang ada di Kedatuan Srivijaya ini. Seperti apa yang dilakukan oleh "Dapuntha Hyang" yang melakukan melakukan Perjalanan suci  "Siddhayatra"  membawa  bersama  2.213 orang master wisudawan dari Universitas Dharmapala bersama putra sulungnya "Shang Hyang Datu Kampala". Merekalah diperkirakan membangun ke empat situs diatas dan meneruskan penyebaran "Dharmic Lokal" kepada ummatnya di area tersebut.
Dari adanya aliran sungai besar itulah para misionaris dan pelajar dari berbagai negeri saat itu berdatangan ke Universitas Dharmaphala ini, dan jika di lihat dari waktu terbentuknya Agama Budha di India yaitu sekitar 500 tahun sebelum masehi lalu, maka Universitas Dharmaphala ini sudah berdiri ratusan tahun atau bisa juga ribuan tahun sebelum nya.
Yang berarti juga bahwa Universitas Dharmaphala ini umurnya lebih tua dari University of Al-Karaouine yang didirikan oleh Fatima al-Fihri, seorang muslimah anak saudagar Tunisia pada tahun 859 Masehi di kota Fez, Maroko, yang oleh Guiness Book Of World Record digadang gadang sebagai universitas tertua di dunia.
Inilah sebetulnya sejarah besar Bangsa yang ada di Nusantara ini yang memang masih perlu diteliti lebih lanjut dan di dudukkan kembali kebenaran sejarah di Nusantara ini ke tempat yang sebenarnya. Banyak sejarah dan arkeologi yang beredar itu adalah sejarah yang sudah dikaburkan  yang ditujukan agar Indonesia tak punya jati diri. Isu ini mengatakan sejarah yang kita kenal sekarang ini adalah hasil perbuatan konspirasi Sejarawan Kolonialis atau negara2 Barat lainnya untuk mengecilkan Indonesia.
Para penganut teori konspirasi berpendapat bahwa sejarah Indonesia itu palsu atau bohong besar menggunakan tesis dari penulis Swedia "Juri Lina", yang pada tahun 2004 menulis buku kontroversial "Architects of Deception- the Concealed History of Freemasonry". Â Dalam bukunya ini, Juri Lina berpendapat bahwa sejarah Indonesia merupakan bukan sejarah asli karena sudah dibengkokan atau dikaburkan oleh penjajah Belanda.
Kesimpulan nya adalah ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri :
1. Kaburkan sejarahnya
2. Hancurkan bukti2 sejarahnya agar tak bisa dibuktikan kebenarannya
3. Putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, katakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif.
Pemikir perancis yang anti-kolonial, Frantz Fanon,menguraikan bagaimana kolonialisme menghancurkan budaya dan karakter rakyat yang dijajah dan akibatnya rakyat di negara jajahannya ditingalkan dalam kebingungan intelektual dan hilang kesejatian indentitas diri.
Upaya pembodohan terhadap bangsa Indonesia adalah kejahatan terbesar Kolonialis Belanda terhadap bangsa  indonesia saat ini. Di antaranya yaitu penulisan dan pencatatan sejarahnya. Sementara bangsa ini "Gagal" merekonstruksi sejarah leluhurnya,"Gagap" membaca bukti bukti fisik yang sudah jelas di depan mata, hanya pandai mengamini sejarah yang ditulis hanya berdasar "Perkiraan" Para Filolog Kolonialis Belanda
Bangsa besar ini harus bisa  merekonstruksi sejarah leluhurnya, dan tidak harus "Gagap" dan rendah diri atas sejarah yang ditulis hanya berdasar "Perkiraan" oleh para Filolog Kolonialis saja, karena mereka juga dalam mengambil kesimpulan, juga bisa dilakukan secara dramaturgi, yaitu membuat narasi yang penuh dengan bumbu cerita, seperti apa yang dilakukan oleh Ferrand (1864-1935).
 *) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute
Bogor, 30 Â Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H