Mendengar kata dakwah, mungkin sebagian orang memaknai bahwa aktifitas ini merupakan tugas orang tertentu seperti Kyai, Ustadz, atau Ulama, dan Tokoh Agama dengan sebutan lain pada agama yang berbeda. Sebagian orang menganggap bahwa dirinya tidak memiliki kompetensi untuk berdakwah. Karena mereka beranggapan bahwa dakwah itu adalah mengajak kebaikan dengan cara ceramah di atas mimbar, tentu harus memiliki keilmuan yang mumpuni, dan public speaking yang bagus dan seterusnya.
Pemahaman sebagaimana di atas sesungguhnya telah menyempitkan makna sesungguhnya dari berdakwah, serta menghalangi diri akan tugas dakwah yang seharusnya dilakukan oleh semua orang. Bukan hanya Tokoh Agama saja, tapi masyarakat atau semua orang mendapatkan perintah yang sama dalam dakwah. Mungkin terbersit pertanyaan, bagaimana caranya? kami tak memiliki kemampuan seperti para tokoh tersebut.
Merujuk Metode Dakwah Berdasarkan Al Qur'an dan Ajaran nabi kita bisa ketahui bahwa ada 6 strategi sebagai berikut; Pertama, Dakwah Fardiyah, ialah dakwah yang dilakukan antar individu, kepada istri, anak, sesama teman, atau saudara. Biasanya metode ini tanpa persiapan tertentu, mengalir dengan penuh keakraban.
Kedua, Dakwah Ammah dakwah kepada orang dalam jumlah yang banyak, bisa berbentuk khotbah, pidato, maupun diskusi tentang persoalan agama. Metode ini umumnya dilaksanakan oleh orang yang memiliki kemampuan khusus sebagai penceramah atau mubaligh.
Ketiga, Dakwah bil-lisan dakwah melalui perkataan, seperti diskusi, seminar, dan nasihat (taklim wa taklum). Metode ini mirip dengan sebelumnya (sama-sama bil-lisan), metode ini tidak menekankan pemateri memiliki spesifikasi penceramah atau da'i, tapi lebih menekankan pemanfaatan fungsi lisannya.
Keempat, Dakwah bil-hal Dakwah melalui perbuatan langsung, metode dakwah ini lebih mengutamakan perbuatan nyata. Yaitu dilakukan dengan memberi pemahaman dengan contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan mampu menirukan nilai-nilai kebaikan yang telah dicontohkan. Â
Kelima, Dakwah bit-Tadwin, dakwah melalui tulisan, seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, artikel di internet, koran, dan lain-lain. Metode dakwah ini bersifat tahan lama, dan dapat tersampaikan dari generasi ke generasi, meskipun penulisnya sudah wafat. Â
Keenam, Dakwah bil-hikmah, metode dakwah dengan pendekatan interpersonal yang bersifat persuasif, dengan harapan individu yang didakwahi terbangun kesadaran dan melakukan amal kebaikan.Â
Mari fokus pada metode yang keempat yaitu Dakwah bil-hal, metode inilah yang terkadang kita sering melupakan. Metode ini sesungguhnya semua orang telah melakukan, namun (maaf) tidak semua menyadari bahwa yang dilakukan merupakan suatu bentuk dakwah. Contoh (hal kecil yang luput dari perhatian), ada orang yang bertanya tentang suatu alamat, kemudian kita jawab dengan menunjukan alamat yang benar. Ini sudah berdakwah nyata tentang kejujuran dan kepedulian.
Kita berbakti kepada kedua orang tua. Amal bakti ini bisa dilihat orang lain, maka sesungguhnya yang kita lakukan menjadi suatu contoh birrul walidain yang bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan hal sama. Ini dakwah juga.
Seorang pimpinan yang disiplin, tegas, adil, berorientasi pada suksesnya amanat yang diemban, bukan pada fasilitas yang disediakan saja, Ia telah berdakwah, dengan keteladanan, dan menebar kebaikan kepada semua bawahan dan institusi lain. Jika karenanya semua anak buah menjadi seperti yang dicontohkan, maka setiap kebaikan bawahannya adalah menjadi ladang pahala baginya. Sebaliknya, jika seorang pemimpin melakukan hal buruk, kemudian bawahanya meniru buruk, maka setiap keburukan yang timbul sesudahnya menjadi sumber dosa yang tak ada putusnya. Hii ngerikan??...
Contoh lain, kasus yang lagi vyral, Keputusan 6,6 tahun kepada Harvey Moeis atas TPK yang mengakibatkan kerugian negara 300 T. Ini juga dakwah bil-hal, namun dalam hal keburukan dan dosa. Dengan keputusan tersebut seolah membenarkan rasionalisasi atas korupsi (sesuai Triangel Theory). Dimana akan tumbuh pemikiran secara luas 'enak dong korupsi sekian banyak hukumannya cuma segitu, masih banyak untungnya dong?'. Kejadian ini juga menguatkan kebenaran GONE Theory, pada Expossure (pengungkapan) atas keputusan tersebut sejatinya telah meracuni pikiran orang banyak (yang integritasnya masih labil), 'ooo ternyata hukumannya cuma segitu'.Â
Apresiasi dengan apa yang telah dilakukan oleh Paksi (Penyuluh Antikorupsi), walau tidak sedikit pihak yang mencemooh dengan melemahkan spiritnya, nyinyir, dan merendahkan dengan mengatakan "Tak mungkin korupsi di negeri ini bisa dibersihkan. Sudah menjadi budaya. Yang Paksi lakukan itu sia-sia saja" dan lain sebagainya. Sesungguhnya para Paksi itu telah mengambil salah satu peran dalam dakwah, untuk membangun integritas diri sebagai penangkal korupsi.
Mungkin mereka sedang lupa, bahwa kondisi negeri ini adalah untuk menguji, apakah kita memilih diam yang sama halnya setuju atas korupsi yang mereka lakukan? Atau kita turut berperan dengan kemampuan yang ada pada diri masing-masing? Karena dakwah tidak berfokus pada hasil, maknanya apakah jika belum berdampak dinilai 'gagal'?, bukan itu. Dakwah dihitung valuenya dari pilihan dan tindakan nyata yang kita lakukan. Begitu pula yang dilakukan para Paksi untuk negeri ini.
Dengan demikian anak sekolahpun bisa berdakwah bil-hal dong? Iyes, benar!.. Siswa yang disiplin, rajin, menghormati Guru, dan menyayangi teman, mereka telah berdakwah pada posisinya. Mereka memberi contoh teladan agar lebih banyak siswa yang tertular akhlak mulia.
Kalau begitu.... semua orang bisa berdakwah nih!? Siipp, iya benar banget. Kewajiban dakwah itu diperintahkan kepada setiap muslim jika Allah telah memerintahkan, yakinlah pasti diberi jalan keluar dan kemudahan untuk semua hamba yang beriman kepada-Nya. Terkadang kita sajalah yang membuat sekat sehingga menyempitkan ruang gerak dalam berdakwah. Padahal dakwah itu mudah.
Catatan penting
Ternyata Allah membuka jalan dakwah begitu mudah, maka berhati-hatilah dalam bertindak, atau bertingkah laku, karena semuanya terhitung sebagai suatu bentuk dakwah. Dengan akhlak yang baik, berarti kita telah mendakwahkan kebaikan, sebaliknya dengan tingkah laku yang buruk kita telah mengajak ke jalan keburukan kepada orang lain secara tak langsung. Mari sadari bahwa semua perbuatan kita bisa dilihat orang lain, bahkan anak-anak kita pun merekam dan bisa menirukan.
*) Anggota SPK Tulungagung, Paksi Jatimpak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H