Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Memang Layak Menang

23 Mei 2019   06:49 Diperbarui: 23 Mei 2019   07:07 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini saya buat bukan karena saya pendukung Jokowi atau anti Prabowo. Semuanya murni berasal dari pengamatan saya sendiri selama ini. Kejadian 22 Mei kemarin itulah yang menggelitik saya untuk menuliskannya. 

Jauh sekali sebelum masa kampanya PILPRES dan PILEG saya sudah melihat masyarakat di sekeliling saya lebih menyukai Jokowi dibandingkan Prabowo. Untuk mengetahui lebih dalam benar tidaknya hipotesa awal (H0) itu saya memasang kuping lebih banyak dibandingkan sibuk berbicara sendiri. 

Percakapan tetangga-tetangga di halaman rumah, di dalam gudang tembakau, atau di ladang saya kuping baik-baik. Arus Jokowi begitu kuat dan deras. Memang Jokowi saya lihat lebih rajin "beriklan" dibandingkan capres sebelah. 

Seingat saya dia beberapa kali datang ke kabupaten bahkan ke sebuah pondok pesantren di kecamatan sebelah belum lama ini sementara capres sebelah sama sekali belum pernah menampakkan kehadirannya secara fisik. 

Tak kenal maka tak sayang.  Capres sebelah malah selalu diidentikkan dengan kasus 1998 yang pernah menjeratnya dulu oleh warga desa di kampung saya.

Di dunia medsos juga terjadi kurang lebih hal serupa. Berbagai perdebatan panas dan perang tagar antar pengguna medsos hampir setiap hari terjadi saya baca di wall pribadi dan komen-komen di berbagai situs portal berita dan sekali lagi arus Jokowi lebih kuat. Puncaknya ketika penghitungan suara di TPS dekat rumah. Dari rumah terdengar nama Jokowi dibaca lebih sering dibandingkan Prabowo. 

Berarti dugaan saya selama ini tak meleset. Malamnya ketika menyaksikan Quick Count di pesawat TV dan situs berita benar memang suara dukungan untuk Jokowi lebih besar. 

Waktu itu sebagian orang sempat skeptis dengan hasil QC ini termasuk salah satu teman baik saya sendiri (padahal dia lulusan PTN terbaik di negara ini). Dia mengatakan jika semua lembaga survey itu telah dibayar agar memenangkan Jokowi. 

Dia membombardir WA saya dengan berbagai "fakta" dan berita macam-macam kecurangan PILPRES setiap hari. Kalau berita-berita seperti ini saya selalu tidak banyak menanggapi karena selain sumber aslinya tak jelas juga untuk meminimalisasi termakan berita hoax.  

Hmm.. kebetulan saya pernah menimba ilmu statistik di sebuah PTN jadi saya tahu benar jika QC itu bisa diandalkan. Kalau memang semua lembaga survey itu menerima uang untuk membalikkan hasil survey saya hanya bingung, apa juga untungnya buat mereka? Jika nantinya ternyata hasil perhitungan KPU berlawanan dengan hasil QC mereka, pasti hancur deh reputasi lembaga surveynya. 

Uang yang sudah mereka terima itu takkan bisa untuk memulihkan reputasi yang sudah rusak. Mungkin ada yang berpikir waktu itu ah itu kan cuma sampel. Benar sampel tetapi meskipun sampel (QC) dirancang sebaik mungkin agar bisa mempresentasikan populasi (hasil akhir perhitungan KPU). 

Pasti ada error tapi error itu diminimalisasi sebaik mungkin. Lalu pasti ada yang berpikir lagi, ambil sampelnya kan acak? Kalau acak apakah bisa mempresentasikan populasi? Acak bukan berarti acak-acakan, sembarangan, atau asal-asalan. 

Meskipun acak juga harus mengikuti mekanisme tertentu. Angka acak ini tidak asal membuat tetapi diambil dari random number generator. Ada kaidah-kaidah statistika yang harus diikuti. Manipulasi data? Bisa sekali mungkin tetapi sekali lagi rasa-rasanya tak logis jika semua lembaga survey itu bareng-bareng sepakat melakukan manipulasi data.

Saya mengenal ada orang-orang tertentu yang sedemikian butanya sehingga malah mematikan logika dan analisa mereka sendiri. Padahal mereka bukan orang-orang bodoh. 

Mereka lulusan PTN-PTN terkenal tapi anehnya mereka seperti tidak mau melihat arus yang mengalir deras di sekeliling mereka sendiri. Mereka sedemikian sibuknya berbicara kepada semua orang hingga malah melupakan untuk lebih banyak mendengar dan melihat.

 Setiap kali saya bertemu mereka pasti akan mendominasi pembicaraan dan saya pun seperti biasanya lebih suka mendengarkan. Bagi saya menjadi pendengar yang baik adalah jauh lebih baik daripada menjadi pembicara yang buruk. 

Akhir kata selamat buat pak Jokowi! Kita semua menunggu yang terbaik untuk bangsa ini. Buat rekan-rekan sesama bangsa dan tanah air, sudahlah, PILPRES sudah lama berlalu. Sudah saatnya kita semua move on. 

Jangan terus menerus duduk di situ sementara waktu terus berlalu. Mari kita semua melakukan tugas dan peran kita sebaik-baiknya di dunia nyata. Kalau kita masih terus sibuk ribut dan bertengkar melulu mau sampai kapan akan selesai? 

Kalaulah ada kecurangan biarlah hukum yang memprosesnya. Tidak perlu main hakim sendiri. Saya yakin cara ini jauh lebih elegan dan ksatria.       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun