Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Manfaat Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah

24 Juli 2016   06:38 Diperbarui: 24 Juli 2016   08:36 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


lain daerah lain kebiasaan jika berhubungan dengan aktivitas orang tua mengantar anak ke sekolah. Kalau di kota-kota besar saya melihat sebagian besar anak-anak meskipun sudah SMA masih diantar orang tuanya saat berangkat ke sekolah. Akan tetapi berkebalikan dengan di tempat saya, jarang sekali orang tua yang mengantar anak-anaknya ke sekolah pagi hari. Kebanyakan anak-anak sekolah berangkat naik kendaraan sendiri baik sepeda atau motor karena di sini tidak ada angkot atau bus sekolah. Mungkin para orang tua berpikiran toh jalanan di desa relatif sepi sehingga mereka berpikiran jika anak-anak akan baik-baik saja selama dalam perjalanan berangkat dan pulang sekolah. Tetapi jaman memang terus berubah. Saat saya masih bersekolah di SMP yang jaraknya cukup jauh dari rumah saya masih menggunakan sepeda.

Berhubung jaraknya cukup jauh, jam 6 pagi saya harus sudah berangkat dari rumah. Waktu itu teman-teman yang menggunakan motor bisa dihitung dengan jari. Ketika SMA saya tinggal  lebih jauh dari rumah, oleh sebab itu saya indekos dan lokasi sekolah cukup dekat sehingga saya dengan jalan kaki 10 menit saja sudah sampai di sekolah. Akan tetapi seminggu sekali saya mudik dan saya menaiki angkot untuk pulang. Meski di rumah ada motor saya tidak pernah terpikir untuk menggunakan motor ke sekolah atau mudik karena saya merasa masih belum cukup bisa mengendarai motor dengan baik di jalan raya. Teman-teman SMA saya waktu itu banyak yang sudah menggunakan motor saat ke sekolah tetapi semuanya memang memiliki SIM. 

Sekarang anak-anak SD di tempat saya saat berangkat ke sekolah sudah menggunakan motor. Para orang tua di sini memang sebagian besar sudah melatih anak-anaknya sejak dini agar bisa mengendarai motor. Mereka akan sangat bangga jika anak-anaknya yang masih kecil sudah bisa mengendarai motor meskipun mereka tidak menyadari bahaya yang mengintai jika anak-anaknya mengendarai motor di jalan raya. Maklumlah para orang tua di sini kebanyakan merupakan orang-orang berpendidikan rendah (tamat SD). Pihak sekolah sebenarnya sudah melarang siswanya membawa motor ke sekolah tetapi rupanya anak-anak itu tak kurang akal. Mereka menitipkan motor di rumah warga di sekitar sekolah lalu dengan jalan kaki mereka menuju sekolah.

Jangan dikira anak-anak itu tidak lihai saat mengendarai motor di jalan. Yang sangat sering saya lihat gaya mereka mengendarai motor sudah seperti pembalap profesional atau mungkin lebih berani (atau gila?) lagi. Tak jarang 1 sepeda motor ditunggangi sampai 4 orang padahal pembalap mana yang bisa membalap dengan membonceng 3 orang? Pakai helm? Tentu saja tidak. Yang unik adalah cara mengendarai mereka yang seperti angka digital. Kencang beberapa detik lalu pelan beberapa detik lalu kencang lagi demikian seterusnya sehingga bagi yang dibonceng pasti terasa seperti dilempar maju mundur karena menderita momen inersia. Anak-anak ini juga sangat mudah terprovokasi oleh pengendara lain dan suka memprovokasi.

Pernah suatu pagi saat mengantar istri ada satu motor dinaiki 4 orang anak (usianya mungkin 10 tahunan) yang memprovokasi saya. Mereka naik kencang lalu menyalip saya terus ketika sampai di depan saya mereka memperlambat kendaraannya. Karena kecepatan saya konstan maka saya kemudian menyalip mereka. Setelah saya menyalip, giliran mereka tancap gas lagi gantian menyalip saya lalu memperlambat motor di depan saya. Demikian seterusnya. Mereka melakukannya sambil tertawa-tawa cekikian, menoleh kesana kemari, dan berjalan zigzag seperti orang mabuk. Untungnya jalanan sedang sepi. Saya juga sering melihat anak-anak masih SD sudah mampu mengendarai motor di jalan raya dengan aneka atraksi seperti mengangkat roda depan padahal saya sebagai orang dewasa melihatnya saja sudah ngeri sekali apalagi melakukannya.  

Kisah berikut adalah nyata dan terjadi kira-kira 3 tahun lalu terjadi pada anak tetangga sebut saja namanya MH yang usianya masih 13 tahun. Waktu itu MH dengan membonceng 2 temannya suatu pagi tiba-tiba ada motor lain yang menyalip. Kebetulan yang menyalip adalah motor yang lebih jelek dibandingkan motor MH. Merasa terprovokasi MH mengajak 2 teman yang sedang diboncengnya untuk mengebut dengan tujuan supaya bisa menyalip motor di depannya. Karena hanya fokus mengebut maka MH tidak memperhatikan jika jalanan di depannya rusak. Ketiganya kemudian jatuh dari motor dan terlempar keluar jalan. MH jatuh ke sungai kering sementara 2 temannya ke sawah. MH tidak sadarkan diri tetapi 2 temannya masih sadar.

Merasa panik, 2 temannya itu meminta bantuan pengendara yang lewat untuk membawa MH ke klinik terdekat. Merasa luka MH cukup parah, klinik merujuk ke RS. Orang tuanya pun langsung membawa ke RS dan pihak RS meminta pihak keluarga MH untuk menyediakan deposit awal Rp 100 juta sebagai biaya perawatan. Merasa keberatan dengan biaya tersebut, pihak keluarga terpaksa membawa pulang ke rumah. Di rumah sekedar dirawat oleh seorang perawat yang masih kerabat MH tetapi rupanya keadaan MH terus memburuk.

Jadilah pihak keluarga mencoba mendapatkan bantuan keringanan biaya perawatan dengan mendapatkan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari desa (meski sebenarnya mereka bukan termasuk keluarga tidak mampu). Setelah memegang SKTM mereka pun membawa MH ke RS tetapi rupanya sudah terlambat. Setelah menjalani beberapa hari perawatan akhirnya MH menghembuskan napas terakhir. Sebuah pukulan telak bagi orang tuanya namun nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan memang selalu datang belakangan.

Dengan mengantar anak ke sekolah salah satunya memiliki manfaat agar anak-anak tidak mengendarai kendaraanya sendiri (terutama motor atau mobil) ke sekolah. Bagaimana pun aturan yang berlaku adalah hanya orang-orang yang sudah dewasa dan sudah memiliki SIM yang boleh menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya. Kalau anak-anak sampai mengalami kecelakaan di jalan, siapa yang akan menderita kerugian? Dari sisi anak bisa saja dia akan menderita cacat yang menurunkan kualitas hidupnya di masa depan atau lebih fatal lagi bisa merengut nyawa. Bagi orang tua pukulan psikologis dan finansial untuk biaya perawatan di RS, kendaraan yang rusak, atau tuntutan kerugian pihak ketiga sudah tentu tidak bisa dianggap enteng.

Dengan mengantar sebenarnya orang tua sekaligus memberikan pendidikan tertib berlalu lintas di jalan raya. Sekarang jika bukan orang tua yang memberikan pendidikan tertib berlalu lintas lantas siapa lagi?  Selama di jalan orang tua bisa memberikan teladan kepada anak semisal dengan tidak menerobos lampu merah, menyalakan sein saat berbelok, atau memberikan kesempatan pejalan kaki untuk menyeberang. Orang tua tidak perlu secara langsung “memaksa” anak untuk berlaku tertib di jalan raya. Dengan teladan yang baik selama berkendara di jalan raya sudah cukup memberikan pendidikan dasar kepada anak tentang pentingnya menjaga ketertiban dan keselamatan. Tak jarang anak tidak berlaku tertib di jalan karena orang tua mereka sendiri juga tidak tertib. Istilahnya buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Dengan teladan yang baik terus menerus maka jika kita sudah yakin anak akan bisa berlaku tertib dan baik di jalan barulah kita bisa melepaskannya sendiri. Jangan biarkan anak-anak berkendara tanpa “bekal” awal sama sekali. Coba amati di jalan sekarang, anak sekolah yang naik sepeda saat pagi berjajar-jajar sehingga membuat lalu lintas semakin macet sementara yang naik motor mengebut atau zigzag. Beberapa waktu lalu saya memiliki pengalaman buruk dengan anak-anak yang berkendara di jalan. Suatu sore bersama istri dan anak saya yang masih kecil mengendarai motor di jalan pedesaan yang sepi. Saat asik berkendara tiba-tiba dari sisi kiri sebuah gang seorang anak usia 9 tahun nyelonong mengebut dengan sepedanya langsung menghantam saya.

Sebenarnya ini bukan yang pertama kali tetapi rupanya kali itu saya benar-benar tidak bisa meloloskan diri alias apes. Jadilah motor saya jatuh bersama saya, istri, dan anak saya. Lutut saya robek, lutut istri luka-luka, dan anak saya gusinya berdarah serta kepala benjol. Si pelaku saya lihat tidak mengalami luka-luka, hanya berlumuran tanah. Syukurlah semuanya baik-baik saja. Usut punya usut ternyata si pelaku mengebut karena dikejar temannya sehingga dia takut dan langsung masuk ke jalan besar tanpa lihat kanan kiri. Si pelaku kemudian diantar seorang warga pulang ke rumah. Saya anggap masalahnya selesai sampai di situ. Rupanya orang tuanya tidak terima dan menelusuri hingga ke rumah saya.

Malamnya dia datang dengan muka masam dan berbicara panjang lebar dengan isi yang jika saya tangkap seperti menginginkan ganti rugi. Saya hanya heran, saya yang dirugikan kok saya yang harus mengganti rugi? Maklumlah orang desa kerjaan hanya buruh tani wajar jika merasa selalu yang paling benar sendiri. Saya biarkan dia nerocos mencari pembenaran sendiri. Yang terpenting saya toh tidak keluar uang buat dia. Akhirnya dia pulang sendiri dengan tangan hampa. Ini orang pasti tidak pernah mengantarkan anaknya ke sekolah dan tidak pernah memberikan pendidikan pentingnya menjaga ketertiban dan keselamatan di jalan. Usia 9 tahun sudah lebih dari cukup untuk diberi pendidikan tertib berlalu lintas.

Di sisi lain, dengan mengantar anak ke sekolah bisa melihat dengan siapa saja mereka bergaul. Sudah bukan hal yang aneh jaman sekarang jika anak lebih mempercayai nasihat atau omongan sesama temannya dibandingkan nasihat orang tuanya. Banyak anak-anak terjerumus menjadi pengguna narkoba atau pelaku seks bebas karena pengaruh teman-temannya. Saat selesai mengantar anak di pintu gerbang cobalah menjauh sejenak dan lihat dengan siapa saja anak-anak kita bergaul. Kalau di tempat saya jika orang tua sudah mentok dalam menasehati anaknya, biasanya mereka akan meminta bantuan teman-teman anaknya untuk ganti menasehatinya dan biasanya ini manjur. Teman yang baik akan membawa pengaruh yang baik namun teman yang buruk bisa merusak segalanya dalam diri si anak.

Mengantar anak bisa mendekatkan hubungan orang tua dan anak. Sudah bukan rahasia lagi jika hubungan orang tua dan anak sering tidak dekat karena masing-masing terlalu sibuk dengan aktivitasnya. Pagi hari tak jarang saat orang tua berangkat ke tempat kerja, anak-anak masih tidur dan malam hari ketika pulang, anak juga sudah dalam keadaan tidur. Makan malam bersama pun sudah tak sempat. Beruntung jika pagi hari saat berangkat kerja dan ke sekolah mereka bisa bersamaan. Selain bisa menghemat penggunaan kendaraan juga bisa mengurangi kemacetan di jalan. Selama di jalan orang tua bisa menanyakan kepada si anak bagaimana dengan aktivitas mereka selama di sekolah, kesulitan-kesulitan mata pelajaran yang mereka alami, atau suasana pergaulan mereka dengan teman-temannya.

Mengantar anak apalagi dengan sepeda bisa menjadi kegiatan menyehatkan khususnya buat orang tua yang bekerja duduk seharian di kantor. Sudah banyak penelitian jika aktivitas duduk seharian di kantor tidak bagus untuk kesehatan. Mencari waktu untuk berolahraga pun terkadang juga bukan hal yang mudah sekarang ini jika orang tua memiliki kesibukan kerja segudang. Selain bisa menghemat BBM, menggunakan sepeda juga bisa mengajarkan anak pentingnya melakukan olahraga. Mereka akan memiliki pandangan jika dengan sepeda pun sebenarnya bisa menempuh jarak yang cukup jauh ke sekolah.

Seperti jaman saya masih SMP dulu meskipun jarak sekolah cukup jauh (sekitar 6 km) tidak pernah terpikir sama sekali untuk menggunakan motor. Kalau anak-anak jaman sekarang yang saya agak heran terkadang jarak sekolah hanya 1-2 km mereka sudah ribut meminta dibelikan motor untuk pergi ke sekolah. Ternyata saya melihat tren ini karena kebanyakan orang tua jaman sekarang memang sudah memberikan contoh buruk buat anak-anak mereka. Bagaimana tidak buruk jika mau beli rokok di warung yang jaraknya 50 m saja orang tua sudah menggunakan motor sementara belanja di minimarket yang jaraknya 500 m mereka sudah menggunakan mobil.

Kalau di kota besar mengantar anak ke sekolah juga bisa memberikan rasa aman buat si anak dibandingkan mereka harus menyetir sendiri atau naik angkutan umum. Bukan saya anti naik angkutan umum tetapi saya pikir angkutan umum di negara ini masih banyak yang harus dibenahi kualitas pelayanan dan keamanannya. Adanya kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual, aksi pencopetan, pemalakan, dll yang terjadi di atas angkutan umum pasti akan membuat siapapun akan berpikir seribu kali membiarkan anak-anak mereka untuk naik angkutan umum. Dulu waktu saya tinggal bersama bulik dan 2 keponakan saya yang masih SD, saya selalu disuruh mengantar ke sekolah dengan motor karena memang jarak sekolahnya lumayan jauh. Saya sendiri pernah mengalami sendiri kecopetan di atas bus kota saat pulang kuliah. 

Jadilah marilah buat bapak, ibu, dan saudara-saudara semua, demi kebaikan dan keselamatan anak-anak kita mulai dengan mengantar anak-anak kita ke sekolah. Banyak sekali manfaat yang bisa dipetik baik bagi orang tua maupun anak-anak sendiri. Gunakan momen mengantar sebagai salah satu hal penting yang harus kita semua luangkan setiap hari sesibuk apapun aktivitas kita.

Sumber gambar:
http://www.dahsyat.net/wp-content/uploads/fi-antar-anak.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun