Mohon tunggu...
Susi Santi Silaban
Susi Santi Silaban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Hukum, USU

Berkecanduanlah dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembuktian Pidana Asal, Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian Online

1 Juni 2024   16:17 Diperbarui: 5 Juni 2024   19:45 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut R. Wiyono, yang dimaksudkan dengan "tidak wajib dibuktikan" adalah tidak wajib dibuktikan dengan adanya putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan TPPU, tidak perlu ada putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana asal.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 perbuatan-perbuatan yang dapat dijatuhi hukuman pidana dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 TPPU, mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Pertama, Unsur subjektif, yaitu pelaku sebagai subjek hukum orang atau organisasi (badan hukum). 

Unsur subjektif ini berkaitan dengan unsur kesalahanya itu sengaja (opzet) dan/atau kelalaian (culpa). Bentuk kesalahan yang dirumuskan dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 khususnya terdapat dalam kata-kata "Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana", maka dapat dipastikan sebagian untuk kesengajaan, sebagian untuk kealpaan. konsekuensi logisnya, pasal tersebut tidak hanya mensyaratkan kesengajaan tetapi juga kealpaan yang di alternatifkan dengan kesengajaan. 

Dalam konteks teori penyebutan culpa yaitu culpa yang sesungguhnya dan culpa yang tidak sesungguhnya. Culpa sesungguhnya berarti akibat yang dilarang itu timbul karena kealpaannya, sedangkan culpa tidak sesungguhnya berarti melakukan suatu perbuatan berupa kesengajaan namun salah satunya diculpakan Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU PPTPPU, harta kekayaan yang disembunyikan asal-usulnya dapat berasal dari hasil kejahatan korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Kedua, Unsur objektif, yaitu: a). perbuatan (transaksi keuangan atau finansial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal); b). merupakan hasil tindak pidana yakni "menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya" merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) adalah kegiatan atau perbuatan selain dari kegiatan atau perbuatan yang berupa penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan penukaran.

Selain unsur perbuatan, yang perlu dibuktikan dalam TPPU sesuai dengan ketentuan Pasal 3,4,5 adalah unsur "setiap orang", unsur "diketahui" atau "patut diduganya" serta unsur "merupakan hasil tindak pidana." Berdasarkan hal tersebut, adanya suatu tindak pidana bukan merupakan unsur dari TPPU yang perlu dibuktikan.

Melengkapi pembuktian TPPU, terdapat ketentuan pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Pembuktian terbalik tersebut dalam hal ini diperintahkan oleh hakim. 

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dilakukan pendalaman lebih lanjut mengenai karakteristik TPPU sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri berdasarkan praktek putusan pengadilan dan kajian akademisi. Menjadi pertanyaan kita semua, mengenai bagaimana alat bukti yang digunakan dalam perkara TPPU yang menjadikannya sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri, sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi berkaitan dengan penguatan alat bukti perkara TPPU khususnya yang berasal dari tindak pidana perjudian online.

  • Melalui Pembuktian Terbalik 

Dalam ketentuan sistem pembalikan beban pembuktian Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam sistem pembalikan beban pembuktian ini beban pembuktian berada ditangan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa. 

Dalam hal pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal (predicate crime), karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 sementara itu, bila ditilik secara intens, detail dan rinci, ketentuan pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menganut adanya dua sistem pembuktian yaitu "sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang" dan "system negative" sebagaimana ketentuan KUHAP. 

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, pengertian "pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang", yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun