Seperti yang disampaikan oleh Ust. Khodam Wijaya S.Pd.I, M.P.P., dalam acara parenting SDT Ar-Rosyid Cibinong pada Sabtu pagi dua pekan yang lalu. Bahwa, dalam acara tersebut, ada beberapa poin penting yang bisa menjadi bahan referensi dalam mendidik anak.Â
Orang tua merupakan guru pertama bagi anak-anaknya, ada istilah yang sering di sebut "Al-ummu madrasatul ula wal abu mudiiruha" Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya dan Ayah adalah Kepala Sekolahnya. Oleh karena itu jangan sampai sebab anak sudah bersekolah, kemudian menjadi kurang berperan dalam mendidik anak-anak dalam keluarga sebab sudah dipercayakan kepada gurunya.
Sebab menurut ust. Khodam, pengaruh pendidikan terhadap kehidupan anak-anak jika dikalkulasikan atau diprosentasekan yaitu, 20% dari sekolah, 20% dari lingkungan bermain, bergaul, bersosialisasi, atau bermasyarakat, dan 60% keluarga. Artinya orang tua dalam kehidupan putra-putrinya memiliki peran sangat besar. Tanpa penguatan dari orang tua maka proses pendidikan di sekolah menjadi kurang optimal hasilnya.Â
Cara Mendidik AnakÂ
Menurut ust. Khodam dalam mendidik anak ada beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian orang tua. Apa saja poin-poin tersebut? Berikut akan diuraikan secara singkat satu persatu.Â
Pertama, tatap anak dengan kaca mata iman, anak merupakan amanah, pemberian dari Allah SWT, maka wajib orang tua merawat, dan menjaganya. Apalagi, tidak semua orang mendapatkannya. "Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendakiNya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa". Q.S: Asy-Syura/42 : 49-50. Oleh karena itu, jangan sakiti pemberian tersebut, selain itu ia merupakan titipan Ilahi yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Misalnya, ada seorang raja yang menitipkan anak kepada kita, tentu kita tidak akan berani menyakitinya, baik dalam perkataan atau perbuatan.Â
Kedua, jadilah orang tua saleh teladan dalam berperilaku bagi anak-anaknya. Karena semua gerak-geriknya akan dilihat dan menjadi contoh bagi anak-anaknya. Ingin anak saleh atau baik, orang tuanya sudah mendahuluinya sehingga anak sudah ada contoh figur yang baik senantiasa membersamainya. Suatu kisah dalam Q.S. al-Kahfi ayat 82 bahwa Nabi Khidir, melindungi anak yang orang tuanya, lebih tepatnya kakeknya orang sholeh, dalam tafsirnya disebut dari kakeknya yang ke 7 secara silsilah, nasabnya. Anak keturunan ke 7 mendapat penjagaan melalui hamba pilihan Allah, yaitu Nabi Khidir alaihis salam. "Adapun tembok rumah yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim di desa itu di mana di bawahnya terdapat simpanan harta bagi keduanya. Orang tua kedua anak itu adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu berkehendak keduanya mencapai dewasa dan akan mengeluarkan harta simpanannya". Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa seorang yang saleh akan dijaga keturunannya dan keberkahan ibadahnya akan meliputi mereka di dunia dan akhirat. Belajar dari ayat tersebut dengan kata lain orang tua harus menjauhi maksiat, makan minum dari  yang haram termasuk memberikan yang baik saja untuk anaknya.Â
Ketiga, berikan kasih sayang penuh pada semua anak, pelajaran dari kisah Nabi Yusuf alaihis salam, yang saudara-saudaranya iri, dengki kepadanya dan Benyamin, saudara kandung Nabi Yusuf, karena mereka berdua lebih dicintai oleh ayahnya Nabi Ya'qub alaihis salam. Karena merasa ada perbedaan dalam kasih sayang kemudian mereka merundingkan rencana untuk menghilangkan nyawa Nabi Yusuf atau mengasingkannya ke negeri yang jauh.Â
Keempat, alokasikan waktu bersama anak, untuk membangun kedekatan emosi perlu secara sadar terencana berinteraksi yang cukup. Sesibuk apapun punya waktu berkumpul, berbicara, belajar dengan anak-anak. Anak-anak akan ingat, "saya hafal ini dari ayah", atau "saya pernah belajar solat dari ibu", dll. Bisa pada malam sebelum tidur, Â dengan sentuhan, komunikasi, dialog ringan mengenai kegiatan di sekolah, tempat bermain, dll.Â
Keenam, miliki target untuk masa depan anak.Â
Bisa belajar dari kisah ibunda Muawiyah bin Abi Sofyan, suatu ketika berkata temannya, "Anakmu Muawiyah kelak bisa menjadi pemimpin bagi kaum Quraisy", mendengar itu sang ibunda tak suka, kemudian berkata "Yang tepat adalah Muawiyah kelak akan menjadi pemimpin besar bagi bangsa Arab". Orang tua boleh punya mindset, atau harapan besar terhadap anaknya sehingga mempersiapkan segala sesuatunya untuk itu. Mulai dari dalam kandungan sampai saat akan lahir, ketika sesudah lahir, mulai sekolah taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi diupayakan yang terbaik. Semua dengan tetap memperhatikan minat dan bakat anak-anaknya.Â
Ketujuh, orang tua perlu menjaga kehormatan para guru anak-anaknya, jangan pernah bicara untuk membuka kekurangan dari gurunya anak-anak kepada anaknya. Guru juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kelemahan. Karena jika anak sampai mengetahui aib atau kesalahan gurunya akan dapat mengurangi kewibawaan, rasa hormat, apresiasi terhadap gurunya, sehingga ada kemungkinan menjadi kurang baik adab, atau perilaku terhadap gurunya.Â
Kedelapan, orang tua berani untuk bersikap tegas, atau bisa disebut menjadi "raja tega" bagi anaknya. Contohnya, pada saat anak berumur 10 tahun, maka harus mau memaksa shalat, harus tegas untuk disiplin melaksanakan kewajiban, berpegang pada prinsip nilai-nilai keyakinan, dst. Memberikan tantangan kepada anak-anaknya untuk belajar. Tidak hanya memfasilitasi saja, orang tua bisa bandingkan anak-anak yang biasa berjibaku, mencari nafkah sendiri, akan lebih kuat menghadapi tantangan hidup. Sehingga anak tidak menjadi 'Generasi Strawbery" yang lemah daya tahannya terhadap goncangan, atau tantangan hidup. Ajarkan anak untuk berusaha dalam mendapatkan sesuatu, orang tua bisa memberi uang setelah ada usaha dari anaknya.Â
Kesembilan, orang tua harus berikan kesempatan dan tantangan bagi perkembangan sensor motorik anak. Untuk anak laki-laki jangan dilarang bermain, seperti lari-lari, belajar naik pohon, terpapar panas sinar matahari, sehingga kulitnya agak hitam, lecet, luka, dll. Apabila ada masalah, coaching anak, jangan langsung dilarang bermain atau dihukum, tetapi berikan ia nasehat yang tepat dan bijak. Ketika ada problems, berikan solusi jangan lupa untuk berempati, dialog supaya menjaga hubungan baik, anak tidak menjauh dan tetap percaya.Â
Dan kesepuluh, melakukan dialog tentang iman, mengajarkan anak tentang prinsip keimanan, mengaitkan dengan ayat atau hadis setiap peristiwa yang ada, supaya dapat melihat dengan kacamata keimanan. Kegiatan piket di sekolah bisa jadi terasa berat jika dilihat pakai kaca mata logika, sekolah sudah bayar kenapa harus juga piket membersihkan kelas, dst. Kalau orang tua memberikan pengertian itu sebagai bentuk ibadah maka itu bisa menjadi ringan.Â
Setelah uraian tersebut, seorang bertanya dan mengeluhkan anak yang kecanduan Gagdet, Game online. Ustad Khodam menjawab, bahwa Gagdet, Game online, merupakan tantangan besar zaman now dalam pendidikan anak. Kalau orang tua memberikan ponsel tanpa kontrol maka anak dalam bahaya, hal tersebut harus dihindari, pengawasan dan kendali ada pada orang tua. Ketika Nabi Muhammad SAW masih tinggal di Makkah, tidak berkuasa dan tak mampu membuat aturan, kebijakan, dan hukum. Strategi yang diambil maka melakukan penguatan pada keluarga supaya memiliki daya tahan terhadap semua tantangan. Untuk bisa seperti itu orang tua perlu terus belajar, membaca, sering mengikuti kegiatan parenting, diskusi, dan bertanya pada ahlinya. Semoga bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H