Kalau demikian, haruskah menjadi tua identik dengan “laskar tak berguna?”. Pesan di atas mengatakan "tidak". Tua (biasa ditandai dengan tumbuhnya rambut putih) tak membuat manusia, tidak atau kurang berarti bagi Sang Pencipta.
Seorang sahabat muda, yang sering saya panggil "mas ustad", minggu lalu menghibur saya dengan mengirim pesan lain. “Tetap semangat dan gembira untuk menjadi semakin tua pak”.
Pesannya membuat saya menjadi lebih tenang. Tak ada alasan bagi saya untuk risau dalam memperingati hari ulang tahun lagi. Satu catatan tetap harus dipegang, agar meski telah beranjak tua, tetap mendapat penghormatan. Ada satu syarat, bagaimana seseorang yang dikarunia panjang umur tidak akan berkurang maknanya dihadapan sesama dan Dia. Syarat itu adalah “amal sholeh”.
Dari Abdurrachman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?”. Beliau menjawab, "Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?”. Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. (HR Ahmad; Tirmidzi; dan al-Hakim. Disahihkan oleh Albani Rahimahullah dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H