Padahal, keduanya sangat pantas ditunjuk sebagai representasi dari perempuan Indonesia yang mandiri, perseverance, tidak manja dan tidak menyek-menyek. Mereka bukan hanya tut wuri handayani, tapi juga to lead her own life. Pendidikan formal memang sangat penting, tapi belajar di sekolah kehidupan yang jauh lebih menantang, bahkan kejam, memberi pelajaran yang lebih berharga. Kepala sekolah dari universitas ini, adalah Tuhan sendiri.
Mbak Sumini dan bu Susi memang tak sama. Yang satu tukang sayur sukses, yang satu pengusaha terkenal dan dipilih menjadi menteri. Tapi keduanya sama-sama mengajarkan kepada kita, bagaimana sebuah “kemuliaan” diraih dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Bagaimana kesuksesan tidak datang begitu saja. Ia harus diraih, direbut dan diperjuangkan mati-matian. Mereka membuktikan bahwa perempuan adalah makhluk kuat dan tidak butuh dimanja dan dikurung di sangkar emas.
“I learned to always take on things I’d never done before. Growth and comfort do not coexist.” (Virginia Rometty – seorang perempuan, pernah menjabat CEO di IBM).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H