Di sebuah pedukuhan kecil, sangat jauh dari perkotaan. Di sebuah rumah dengan dinding bata setengah dan papan kayu yang mulai rapuh. Dua orang suami istri sedang berbincang. Di dalam sebuah dapur sederhana, mereka berdua sedang sibuk mengupas singkong. Sepagi itu  sedini hari itu.
"Untung ya Kang, anak kita sudah mulai mandiri. Meski sekolah jauh dari desa namun ia tak harus merepotkan kita. Di tengah sibuknya sekolah ia masih sempat mencari penghasilan sendiri," kata Mbok Sawen pada suaminya
Namanya Sawen. Dari namanya saja sudah bisa ditebak, kapan weton atau hari lahirnya. Sawen itu plesetan dari Selasa Kliwon. Sementara suaminya Tugi, juga sama ia lahir Setu Legi. Begitupun dengan anaknya lahir Selasa Manis, sebutannya Sanis. Namun seusai masuk sekolah dasar ditambahkanya Lestari. Katanya biar tak terlalu pendek. Maka jadilah nama anaknya Sanis Lestari. Dan suami istri itupun terima saja.
Sambil mengupas kulit singkong, tangan mereka telah belepot tanah. Tugi, suami dari Sanis hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan istrinya. Pria itupun kembali menjawab perkataan istrinya sambil menghembuskan rokok kelobot buatan tangannya.
"Ya Wen, kemarin waktu pulang si Sanis cuma kita beri uang seberapa. Namun ia terima saja. Sebentar lagi ia ujian ya Nis. Sebentar lagi lulus sekolah dan bisa kerja," jelasnya.
"Semoga nasibnya tidak seperti kita ya Kang. Tak harus bangun pagi-pagi mengupas singkong, merebus, memberi ragi dan menjualnya ke pasar. Semoga ia bisa kerja di Jakarta," katanya.
"Wen, besok-besok kita kirim makanan ke Mas Doso ya. Berkat jasanya itulah Sanis bisa punya kerjaan sampingan di sela sekolahnya. Berkat Mas Dosolah, Sanis bisa numpang ngekos gratis. Kan jarang-jarang seperti itu," kata Tugi.
"Ya Kang. Besok selepas dari pasar aku akan mampir ke rumah Mas Doso. Nanti saya akan berikan makanan dari pasar ala kadarnya semampu kita. Semoga diterima," kata Sawen.
***
Di sebuah kantin sekolah meluncurlah sebuah cerita tentang para siswanya. Â Seorang guru mulai fasih bercerita tentang kehidupan. Termasuk tentang siswa-siswi yang terpaksa harus terjun di dunia hitam malam. Benar tidaknya cerita itu, hanya sang guru yang tahu.
"Suatu hari ada surat yang ditujukan ke lima sekolah di wilayah sini. Tak disangka surat itu berasal dari seorang mucikari para gadis-gadis panggilan yang masih SMA," katanya sambil mengudek es jeruk yang baru saja disajikan oleh pelayan kantin sekolah.