Merebus daging setelah air mendidih, konon 'mengunci' pori-pori daging sehingga sari daging atau juice-nya tidak keluar. Sebaliknya ketika merebus dading bersama-sama dengan air dingin akan menyebabkan pori-pori pada daging terbuka dan akan menghasilkan kaldu sebagaimana rasa daging yang direbus.
Kembali ke ceker si Ibu Negara. Setelah matang, ceker tersebut ditiriskan. Ketika jemari tangannya kuat menahan panas, artinya ceker sudah hangat suam-suam kuku, ia pun memisahkan tulang-tulang yang ada pada ceker. Lalu, tulang-tulang itu dibuang. Tersisa daging ceker yang sangat menggoda kucing yang berada di samping Ibu Negara untuk menyantapnya.Â
Proses memisahkan daging ceker dari tulangnya sudah selesai. Karena hari redup bahkan mendung, daging ceker itu pun disimpan ke dalam kulkas.
"Besok saja menjemurnya," kata si Ibu Negara.
Keesokan hari dengan menaiki tangga lipat, ia pun menjemur daging ceker, selanjutnya aku sebut ceker saja, ya, di atap seng emperan rumah.
Setelah lima hari proses penjemuran, tiba saatnya mencoba menggorengnya dengan minyak panas.
"Sreng ...!" bunyi minyak panas ketika beradu dengan ceker kupas yang sudah kering kerontang.
Setelah ditiriskan si Ibu Negara bersama anak lelaki bungsunya menimbang keripik hasil olahan yang memakan waktu lebih kurang satu minggu itu.
"Haa ..., hanya 80 gram, tidak sampai satu ons!" teriaknya takjub.
Ceker seberat setengah kilogram, setelah diolah selama satu minggu dan digoreng, hasil yang didapat adalah 80 gram alias tidak sampai satu ons.
"Pantas mahal. Harga di sopi satu ons 18.000. Bahkan di salah satu toko di tokped mencapai tiga puluh satu ribuan," jelas si Ibu Negara sambil mencicipi keripik buatan tangannya yang ia olah selama satu minggu. Meskipun begitu, binar cerah terpancar di wajahnya. Ada kepuasan yang aku sulit mendeskripsikannya ke dalam kata-kata.