Pita berjalan mondar mandir di ruang tengah. Tangan kirinya memegang gawai, matanya memindai pesan WA di grup mata kuliah.
"Aduh, ke mana artikelku dulu. Kalau tidak dikumpulkan ke Bu Dosen, bisa gawat," ujar perempuan muda itu sembari jempol kiri dan jari kanannya sibuk menggulung layar ke atas.
"Dik, Adik kenapa sih? Mondar-mandir kayak orang bingung?" suara bass itu tiba-tiba mengomentari tingkahnya pagi ini.
"Ini, lo, Mas. Aku harus ngumpul artikel opini buat ambil tiket bebas UTS. Padahal sudah kukirim ke grup tapi tidak direkap sama Bu Canda," jawa Pita. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Sabar. Pasti nanti ada jalan keluar. Mas, pergi dulu, ya. Ayo, Nak, pamit sama Mamamu!"Â
Pita pun segera bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju ke arah suaminya dan memberi kecupan sayang pada punggung tangan lelaki itu serta kecupan sayang pada kening anak semata wayangnya. Dini  yang kini duduk di kelas 3 selalu diantar ayahnya ke sekolah.Â
Ia tinggalkan layar WA-nya dan melihat ke arah jam di tangan kirinya.
"Masih lama. Jam sembilan, kuliah dimulai. Aku akan cari di fail komputer. Moga-moga masih ada," gumamnya.
Jari halusnya menekan tombol daya laptop kesayangannya. Sambil menunggu jendela komputernya terbuka, ia membuka tas dan mencari Koran Jawa Pos yang memuat artikel opininya.
"Ha ..., tidak ada? Ke mana koranku? Aduh, koran ini bakal aku bawa nanti kalau kuliah luring. Gawat kalau hilang."