Berikutnya, pintu besi kututupkan. Ketika akan mengunci aku mengalami kesulitan. Pegangan grendel berimpit dengan pintu kayu sehingga tidak bisa dikunci.
"Lah, kenapa pintu kayu dulu yang aku kunci? Seharusnya pintu besi dulu, baru pintu kayu!" Aku mengomel dalam hati.Â
Pelan kubuka gembok dan dengan sedikit tenaga kulepas cantolannya. Benar seperti kuduga mengunci pintu menjadi lebih mudah. Kunci besi terkunci dengan mudah dari luar. Tibalah giliran mengunci pintu kayu.
"Der!" Suara daun puntu beradu dengan kusen terdengar akibat kutarik paksa karena seret.
Selesai. Aku berjalan menuju motor. Kunci kontak yang kusatukan dengan anak kunci cadangan pemberian Joni itu segera kupasang ke lubang kunci motor.Â
"Ke mana helmku?" Aku tidak melihat helm di motor.
"Ha ...! Masih di dalam kantor, tadi kuletakkan di atas meja. Waduh, harus buka pintu lagi!" Aku meradang. Tetapi marah juga tidak ada gunanya. Helm tetap di dalam jika tidak kuambil.
Huff ... terpaksa mbuka kunci, lalu mengunci lagi. Cacam ... Tiga kali kayak minum obat.
"Aku koyo wong pikun," batinku sambil memasang helm di kepala dan menguncinya. Klik!
Musi Rawas, 8 Juni 2024
PakDSus
*cacam = kata seru