Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Mesin Cuci Diperbaiki

28 Januari 2024   01:10 Diperbarui: 28 Januari 2024   01:14 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mesin cuci (Gambar Tangkapan Layar www.lg.com)

Lebih dari empat bulan, mesin cuci keluarga Eko rusak. Demi meringankan pekerjaan istrinya, pagi-pagi atau malam hari, Pak Eko membantu mencuci.

Bukan tidak mau mempekerjakan ART. Selain belum mempunyai uang berlebih, ia ingin menggerakkan badannya. 

"Hitung-hitung olahraga," kilahnya.

Tukang servis yang sudah datang ke rumah, ditunggu tidak datang-datang juga.

"Bu, tukang servis yang tempo hari ke rumah apa nggak mau nyervis, ya?" tanya Pak Eko suatu ketika.

"Nggak tahu, Yah. Janjinya kalau ia sempat akan mengambil ke rumah'' jawab perempuan paruh baya itu pendek.

Empat bulan ini, mencuci menjadi rutinitas Pak Eko setiap pagi sebelum mandi. Kadang ia kerjakan pada malam hari, menjelang tidur atau sesudah salat Isya.

Untuk menambah semangat, ia mencuci sambil memasang alat pendengar yang tersambung melalui saluran bluetooth dengan ponselnya.

Lagu-lagu klasik hingga kekinian menemani Pak Eko menyikat baju-baju kotor miliknya, pakaian istrinya, maupun baju seragam sekolah si anak bungsunya yang belum juga mau mencuci sendiri baju-bajunya.

Ketimbang bertengkar dengan sang istri, Pak Eko mengalah mencucikan. Imbalannya, sang bungsu akan menurut jika dimintai tolong. Memijat bahu, punggung, hingga kaki ayahnya. Atau dimintai tolong ke warung dan pekrjaan ini itu termasuk memasukkan motor ke dalam rumah.

Toh, jika pakaian kotor si bungsu dibiarkan, pasti akan dicuci oleh ibunya. 

Banyaknya pekerjaan di sekolah akhir-akhir ini, membuat Pak Eko cukup kewalahan mencuci dengan tangannya.

Jika pakaian kotor pagi belum sempat dicuci, siang hari bertambah tiga setel baju. Belum lagi sore hari, pasti bertambah baju kotor lagi. Akhirnya menumpuk di bak warna hitam. Sambil tersenyum sinis baju-baju itu mengejek.

"Kapok kamu, coba kalau mesin cucimu kamu perbaiki, atau kamu beli baru lagi. Pasti aku tidak akan menumpuk dan berbau karena lama tidak segera kamu cuci, he!"

Pak Eko diam saja. 

Ting! Tiba-tiba da kilat lampu menyala dan berdenting di benak lelaki paruh baya itu.

"Baik, besok mesin cuci aku bawa ke desa sebelah. Aku kemarin pernah menyervis mesin pompa air. Hasilnya bagus. Mudah-mudahan Mamang itu bisa membantu memperbaiki," gumam Pak Eko.

Keesokan hari, mesin cuci yang belum sampai dua tahun mereka pakai itu ia masukkan ke bagian belakang mobilnya. Kali ini terpaksa ia membawa mobil ke sekolah. Sebelumnya ia akan mampir ke tempat Mamang Servis itu.

"Bisa memperbaiki mesin cuci, Mang?" tanya Pak Eko kepada si Mamang Servis.

"Rusak apanya?" tanya Mamang Servis.

"Mesin tidak mau menyala, tali pembuangan air putus," jawab Pak Eko singkat.

Mereka pun segera menurunkan mesin berkapasitas 10 liter itu bersama-sama. 

"Aku tinggal dulu ya, Mang!" kata Pak Eko.

***

Dua hari berikutnya ia mengambil mesin cuci dan membayar ongkos sebesar dua ratus ribu rupiah. Tidak lupa, kedua orang itu mengetes mesin cuci itu. Mesin menyala, roda pemutar alat cuci berputar kencang. Demikian pula motor pemutar alat pengering pun normal kembali. Satu lagi, tali selektor untuk membuka klep air pun diperiksa dan kelihatannya normal kembali.

"Bu ... Ibu ..., mesin sudah siap! Aku bebas ...," teriak Pak Eko.

Mesin pun di tempatkan di tempat semula.

Akibat lama tidak dipakai, banyak kotoran yang melekat dan dengan sering membilas serta memutar, kotoran pada bagian pengucek bersih kembali. Sang ibu gembira, mesin cucinya kembali bisa digunakan.

Kini Pak Eko terbebas dari kegiatan rutin mencuci dengan kedua tangannya. Hingga suatu hari.

"Yah, penyakit mesin ngulang lagi!" keluh si Ibu.

"Waduh, alamat beli baru, nih," batin lelaki yang dipanggil ayah itu.

"Penyakit apa? Mati mesin atau tidak bisa membuang air?" tanya Pak Eko penasaran.

"Tidak bisa membuang air," keluh si Ibu.

"Baik, sesudah maghrib nanti aku perbaiki," janji Pak Eko.

Setelah tutup bagian belakang mesin dibuka, terlihat tali nilon penarik klep pembuangan air putus. Sejenak lelaki itu berpikir, sejurus matanya yang berkaca mata melihat seutas tali sepatu. Otaknya pun mencari akal agar klep pembuangan air bisa ditarik tanpa harus memasang ke tombol selektor yang ia tidak paham pula cara memasangnya. 

Setelah membuat simpul dan memasang kembali penutup belakang mesin, ia kembalikan posisi mesin di tempat semula. Ia lalu mengambil paku dan memasangnya di dinding di atas mesin. Paku itu sebagai tempat penahan tali agar klep pembuangan air tetap terangkat. 

"Beres. Hey, Mesin! Kamu berfungsi lagi, ya. Bantu aku nyuci nanti malam. Besok Minggu pagi aku tidak mau mencuci pakai tangan lagi!" kata Pak Eko mengajak bicara sang mesin. 

*** 

Keesokan pagi, bungsu terlihat mencari-cari sesuatu.

"Apa kau cari, Mas?" tanya sang ayah.

"Aku mencari tali sepatu," jawabnya.

"Bukankah ada di sepatumu?" ucap sang ayah.

"Kemarin aku cuci. Makanya aku lepas, Yah" jawab si anak.

"Tapi, bukan yang Ayah pasang di mesin cuci, kan? Warnanya coklat," tanya sang ayah sambil meyakinkan.

"Ya ampun, Yah! Kenapa pakai tali sepatuku itu?" 

Musi Rawas, 28 Januari 2023
PakDSus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun