Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teringat Saudara Kembar (Lanjutan Fiksi Mini Nonton Karnaval Seri 2 Karya Budiyanti)

22 September 2023   21:22 Diperbarui: 22 September 2023   21:58 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan bilang gemuk lagi!"

"Loh, kan aku bilang perempuan itu. Bukan Ayang. Ayang sih BBW, byutipul big women!" ledek Marno sambil mengusap dagu istri tercintanya.

Kedua suami istri yang masih terbilang pengantin baru itu berjalan menuju tempat parkir. Mereka tinggal menunjukkan kartu parkir. Ongkos parkir sudah dibayar di depan. 

Sementara, iring-iringan karnaval sudah meninggalkan panggung utama. Peserta karnaval yang tersisa menyelesaikan rute yang harus mereka lalui.

Perlahan motor bebek matik yang kelihatan kelebihan muatan itu berjalan meninggalkan tempat karnaval. 

***

Hari terus berputar. Terik mentari tengah hari telah berganti temaram senja. Suara pengeras suara di masjid dan musala seakan berlomba menyampaikan beragam pesan. Bacaan ayat suci, salawatan, dan puji-pujian bersahut-sahutan. 

Di desa Marno ada beberapa musala dan satu masjid Jamik. Masjid mengeraskan suara para remaja yang membaca ayat-ayat Allah dengan suara merdu. Kebiasaan menjelang kumandang azan Maghrib itu sudah lama dilakukan.

Sementara musala-musala di sudut kampung tidak kalah keras menyiarkan anak-anak yang belajar mengaji. Ada yang baru mengenal mikrofon, sehingga ia ingin suaranya terdengar melalui corong musala. Suaranya bersahutan dengan nada yang membuat gemas siapa pun yang mendengar.

Pengurus musala seakan tidak peduli akan kegaduhan yang ditimbulkan.

"Jika anak-anak dimarahi, mereka lalu meninggalkan musala, main ke mana mereka? Dari rumah pamit ke musala. Lalu kita usir mereka? Saya khawatir mereka malah duduk-duduk di bibir jalan di atas sungai kecil di depan sana," kata pengurus beralasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun