Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mirna

20 September 2023   15:08 Diperbarui: 20 September 2023   16:07 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Karnaval (Foto oleh Ditta Alfianto: pexels.com)

Cerita mini ini terinspirasi fiksi mini karya mbakyu saya, Budiyanti, berjudul Nonton Karnaval. Di grup RVL (Rumah Virus Literasi) cerita ini saya bagikan. Respon teman-teman, sih, positif. Yang penting tulis saja dulu.

Mirna (Episode 2 Nonton Karnaval Karya Bu Dhian) 

@fiksi mini

Oleh: PakDSus

Rasa malu yang dirasakan Marni belum juga hilang. Lelaki bertopi hitam  dengan wajah banyak jerawat itu masih kelihatan punggungnya yang makin menjauh. Segera ia mencari Marno, sang suami.

Dada Marni masih berdegup kencang. Antara malu dan kesal bercampur menjadi satu.

"Uh, kenapa Mas Marno terpisah, sih? Aku jadi menggandeng tangan orang. Sudah mukanya menakutkan, hiy ...," gerutu Marni.

Perempuan berbobot hampir 100 kilogram itu bergegas menyusuri jalan. Matanya memindai kerumunan penonton karnaval. Marno tidak kunjung ia temukan. Kemeja putih bergaris hitam yang dikenakan Marno pun tidak ia temukan kelebatnya.

"Mas, kowe di mana, sih?" setengah menangis Marni mencari suaminya.

Mendekati panggung kehormatan, ia melihat lelaki bersisir rapi, mirip suaminya. Baju yang dipakai pun persis. Tidak ingin keliaru untuk kedua kali, Marni memastikan bahwa yang akan ia tegur adalah Marno. Bukan yang lain.

"Mas!" panggil Marni setelah yakin betul bahwa lelaki ceking itu suaminya tersayang.

"Loh, dari mana saja kamu, Sayang," jawab Marno. Ia tidak lagi memangil Marni dengan sapaan Nduk.

Marni yang hampir emosi, mendengar namanya dipanggil dengan sapaan Sayang, hatinya berbunga-bunga. Seperti yang ia harapkan ketika baru sampai di tempat karnaval ini.

"Mas Marno dari mana saja, sih. Kan aku tadi mau ngajak minum es teh," keluh Marni.

"Mas juga sama. Mas cari-cari ke mana-mana kamu tidak ada," alasan Marno. Sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu. Ia takut istrinya marah. Marno tahu, istrinya sangat pencemburu. 

"Mas, ...," bisik Marni sambil memegang lengan sang suami.

Marni sedang asyik menyaksikan karnaval yang menampilkan drama penculikan Sukarno sebelum ia membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan.

"Apa? Lihat tuh, dramanya bagus banget," jawab Marno tanpa mengacuhkan istrinya.

"Aku minta maaf," kata Marni. Mendengar perkataan Marni, Marno pun segera menoleh.

"Minta maaf kenapa?"

"Tadi, lo. Waktu aku ngajak Mas Marno beli es, aku salah gandeng tangan orang. Tapi suwer, orangnya jelek. Wajahnya penuh jerawat." cerita Marni.

Marno tertegun. Sejatinya, ia pun tadi salah gandeng tangan orang. 

"Lalu, ...?" tanya Marno.

"Ya, tak lepasinlah!" Marni mencubit manja lengan sang suami.

"Kupikir dipegangin terus," jawab Marno sambil senyum.

"Ma ... sss!" lebih kencang Marni mencubit lengan kurus sang suami.

"Aduh!" Marno pura-pura merasa sakit.

"Nah, kita kan belum minum. Yuk, kita minum es teh dulu. Tuh, ada penjual yang menyediakan tempat duduk," ajak Marno sambil menunjuk ke depan Toko Baju yang pintu rolingnya tertutup rapat.

Setelah keduanya menikmati es teh, Marno mengumpulkan keberanian untuk bercerita. Karena istrinya sudah menceritakan peristiwa yang membuatnya malu itu, Marno pun memberanikan diri.

"Aku tadi juga salah menggandeng orang," ucap Marno jujur.

Hening. Hanya suara seruput air yang masuk ke sedotan air minum dan kerasnya pengeras suara narator drama pada karnaval.

"Orangnya mirip kamu. Jadi aku gandeng saja, tadinya mau aku ajak ke sini seperti permintaanmu. Badannya juga subur seperti body Ayang. Hanya, ..." Marno berhenti bercerita.

Marni yang mendengar cerita Marno pun berhenti menyeruput es teh yang sudah habis sepatuh lebih.

"Hanya apa, Mas?" tanya Marni penuh selidik.

"Di atas alis sebelah kanan ada bekas luka. Masya Allah, yang lain-lain persis kamu, Sayang," jawab Marno.

"Subhanallaah! Jangan-jangan ia Mirna!" Marni berkata dengan nada terkejut.

"Siapa Mirna?" tanya Marno dengan nada terkejut.

"Saudara kembarku. Aku punya saudara kembar, Mas. Namanya Mirna. Tetapi kami terpisah sejak lama. Ayok, kita cari! Barangkali Allah mempertemukanku dengannya lewat acara karnaval ini. Ayok, Mas. Ayok!" ajak Marni tidak sabar.

Setelah membayar air minum, mereka bergegas menyusuri tepi jalan di kerumunan penonton.

Musi Rawas, 12 September 2023

PakDSus

Oleh penulis pertama, dilanjutkan lagi di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun