"Itu, yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Lalu cekcok dengan Kasatlantas. Kabarnya mengeluarkan kata-kata yang nggak pantas, tuh!" sahut Mang Darwis dengan nada geram.
"Enaknya diapain ya, si turis asing itu?" kata Guru Eko setelah menyeruput teh yang mulai mendingin.
"Kalau saya, mintanya aparat bertindak tegas. Tegaslah! Ini negara hukum, ada aturan. Seenak udelnya saja!" Nada Mang Darwis mulai meninggi.
"Minum dulu, Mang!" Guru Eko menyuruh Mang Darwis minum.
"Nih buka detik dot kom!" kata mang Darwis sambil menyodorkan gawainya, "Polda Bali menindak 408 warga negara asing (WNA) yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Jumlah itu berasal dari razia yang dilakukan polisi selama periode 4-16 Maret 2023."
"Ya, ampun, Mang. Empat ratus delapan dibagi dua belas ... eh ... tiga belas hari, ya. Setiap hari ada tiga puluh satu kasus, Mang!" tukas Guru Eko.
"Iya, Pak. Kalau aku sih senang jika mereka melanggar di luar batas toleransi, lalu menghina atau mengeluarkan kata-kata tidak pantas ya, dihukum. Dideportasi saja. Apalagi yang datang ke sini pakai visa turis tetapi mencari nafkah hingga izin tinggalnya melebihi yang seharusnya, huh!" papar Mang Darwis semakin emosi.
"Gitu ya, Mang. Tapi, motor yang dipakai si bule itu barangkali menyewa kepada masyarakat. Nah, masyarakat 'kan mendapat ...."Â
"Lah, jika dia malah ngelunjak?" Belum selesai Guru Eko bicara mang Darwis menyahut dengan ungkapan kekesalan.
Kedua lelaki paruh baya itu semakin asyik mengobrol. Teh di gelas masing-masing pun tinggal seperempatnya. Namun, belum ada tanda-tanda mereka menyudahi perbincangan. Kebetulan juga, konsumen Warung Pak Guru bisa dilayani Bu Eko.
"Apa, Bang?" tanya Mang Darwis kepada seorang anak laki-laki yang tiba-tiba datang menghampiri dengan naik sepeda. Tanpa turun dari sepedanya, si anak pun berkata.