Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Flexing Tempo Dulu dan Sekarang

12 Maret 2023   21:32 Diperbarui: 13 Maret 2023   01:04 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Flexing (Dok. Pribadi by Canva)

Flexing. Istilah ini belum lama saya dengar. Saat ini sedang viral setelah kisah penganiayaan seorang anak mantan pejabat kementerian keuangan kepada seseorang dengan inisial D. Salah satu beritanya di sini. 

Setelah itu, fenomena flexing yang tadinya dianggap biasa-biasa saja, sekarang menjadi viral. Orang-orang yang suka memamerkan kekayaan itu biasanya disebut dengan istilah flexing. 

Flexing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan memamerkan atau menunjukkan kekayaan, keberhasilan, atau prestasi seseorang. Cara yang dilakukan, biasanya tidak sopan atau sombong.

Istilah ini sering digunakan dalam konteks media sosial. Seseorang mengunggah foto atau video yang menunjukkan barang mewah. Barang mewah itu, misalnya rumah, mobil, perhiasan, atau gaya hidup yang mahal. Tujuannya untuk menarik perhatian dan membuat orang lain terkesan. 

Apakah flexing baru dilakukan akhir-akhir ini saja, atau sudah ada sejak dahulu? 

Flexing Tempo Dulu di Pedalaman

Antara tahun 1993 hingga 2006, saya tinggal di desa terpencil. Desa itu terletak di daerah aliran sungai (DAS) salah satu anak Sungai Musi di Sumatera Selatan. Penduduk desa kebanyakan adalah petani karet (penggarap dan juragan atau tawke/tauke).

Petani penggarap adalah mereka yang tidak memiliki kebun sendiri dan bekerja pada seorang juragan dan hasilnya dibagi tiga. Dua bagian untuk penggarap (penyadap karet) dan sepertiganya menjadi pemilik kebun. 

Juragan atau tawke/tauke dilafalkan toke, biasanya kaya. Karena, selain memiliki kebun yang relatif luas, dia juga membuka toko kelontong, menjual sembako dan keperluan lainnya untuk para "anak kapak" (petani penggarapnya). 

Hasil petani yang dua per tiga bagian itu dibelanjakan hanya di toko sang Toke tersebut. Dengan demikian, sang juragan memiliki sumber penghasilan bukan hanya dari penjualan getah karet, melainkan juga dari penjualan sembako yang dibayar oleh para anak kapak. Wajar jika mereka bertambah kaya.

Representasi kekayaan sang Toke biasanya dalam bentuk kendaraan sungai seperti perahu ketek, speedboat, bahkan tongkang. Saat itu belum ada mobil karena akses jalan darat belum ada. 

Rumah tempat tinggal, pakaian, dan perhiasan emas adalah hasil kekayaan seseorang di dusun. Logam mulia berwarna kuning yang biasa dibuat menjadi cincin, subang, gelang, maupun kalung menjadi pilihan untuk menunjukkan secara mobile kesan bahwa ia adalah orang berpunya.

Pada hari-hari biasa, tidak terlalu kentara pemakaian baju dan perhiasan. Namun, ketika tiba hari lebaran atau ketika tetangga menggelar hajatan, pada saat itu para ibu yang tergolong kaya akan memakai hampir semua perhiasan yang ia punya. Warna kuning kemilau di pergelanagn tangan, leher, maupun cuping telinganya menjadi ajang untuk memamerkan seberapa kaya sang kepala keluarga.

Tingkah polah yang menunjukkan sikap pamer misalnya, sering mengelus gelang-gelang yang ia pakai berderet di pergelangan tangan. Atau menggerakkan pergelangan tangan agar berbunyi sehingga orang melihat dan terkesan.

Demikian pula pada percakapan. Percakapan yang menunjukkan banyaknya kebun, transaksi, dan hal-hal yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai orang yang berada kerap menjadi bahan perbincangan meskipun tidak ditanya.

Flexing Era Media Sosial

Properti dan aset Rafael Alun Trismambodo, terungkap. Tokoh yang menjadi sorotan semenjak sang anak melakukan tindak penganiayaan terhadap David. Sebelumnya, sang putranya Mario, kerap memamerkan kendaraan mewah seperti Rubicon dan motor besar di media sosial. 

Media sosial yang jamak digunakan untuk memamerkan kekuasaan atau gaya hidup mewah adalah Instagram. Meskipun dapat juga dilakukan di media sosial lainnya seperti FB, Twitter, bahkan YouTube. 

Di sana para flexier berpose dan memberi caption pada fotonya. Sah-sah saja sih jika memang itu harta yang ia punya. Namun, yang membuat netizen geram dan meradang adalah sikap angkuh dan ucapan atau kalimat bernada sombong pada unggahan yang ia lakukan.

Lalu, apa alasan mereka melakukan itu semua?

Ada beberapa alasan yang membuat seseorang melakukan flexing tergantung sudut pandang orang yang memberi alasan. Fany Triany (dalam www.liputan6.com, mengutip Psychmechanics) memberikan alasan yang melatarbelakangi seseorang melakukan flexing, di antaranya: insecure atau merasa tidak aman, ingin terlihat makmur, pengalaman masa kecil karena terbiasa menjadi pusat perhatian, ingin membuat orang lain terkesan, kebutuhan akan pengakuan atau aktualisasi diri, dan ingin memperkuat identitas diri. Identitas diri misalnya ingin disebut pemberani, orang pintar, penulis produktif, dan sebaginya. 

Menghadapi Orang yang Suka Pamer Kekayaan

Kesal nggak ,sih? Risi nggak, sih jika kita bertemu dengan orang songong yang suka memamerkan apa saja baik dengan benda maupun dengan ucapan bernada sombong? Tentu saja risi. YGY (Ya Gak Ya)?

Lalu, bagaimana tips cara menghadapi orang-orang seperti itu untuk kesehatan mental diri kita? Kita tidak kesal, tidak terganggu, sekaligus menggagalkan yang bersangkutan mencari simpati kita. 

Pertama, tentu saja, kita jangan terpancing. Dengan kata lain, abaikan saja. Tidak perlu menguras energi dengan memberinya komentar. Senyum saja cukup. 

Kedua, karena ia pamer disebabkan insecure, ingin terlihat makmur, atau sebab pengalaman masa kecil yang terbiasa menjadi pusat perhatian, dan ingin membuat orang lain terkesan maka cara terbaik adalah dengan menunjukkan sikap tidak tertarik. Cuek adalah sikap yang bijak. Termasuk, tidak memberi komentar pada kolom komentar media sosialnya. 

Ketiga, menghindar. Ha ha ha ... ini cara ampuh untuk menghadapi pribadi yang suka pamer tersebut. Secara daring, tidak perlu membuka atau mengekplorasi unggahan mereka, apalagi memberi komentar meskipun bernada negatif.

Semoga membantu, ya!

Musi Rawas, 12 Maret 2023
PakDSus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun