Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Oyen si Tersangka

10 Oktober 2022   22:30 Diperbarui: 10 Oktober 2022   22:35 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari sesudah membaca diary ibu Inayah Hanum berjudul "Oyen Semata Wayang" kucingku di rumah yang kutulis di kolom komentarnya sedang hamil, beranak. Meongan lembut bayi kucing mengagetkanku. Ia baru saja keluar dari rahim sang mama. Lalu, ketiga adiknya pun menyusul, tanpa aku ketahui. 

Sang induk menyembunyikan di sudut garasi. Aku pun meminta pasir kepada tetangga depan rumah. Pasir itu aku masukkan ke dalam kardus yang lebar. Untuk apa? Untuk tempat pup induk dan anak-anaknya kelak.

Tiga hari kemudian, sang induk memindahkan anak-anaknya di antara dua karung. Cukup tersembunyi. Ia menyusui anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Aku pun rajin memberi makan induknya. Karena belum sempat membeli pakan kucing, ketika kami memasak ikan, ada ikan yang aku sisihkan untuknya makan. Demikian juga ketika ayam peliharaan ditangkap istri, lalu kami sembelih dan masak bumbu kalasan, sepotong demi sepotong aku berikan kepada sang induk. Harapannya, air susunya banyak dan deras sehingga cukup dibagika kepada keempat anaknya.

Dua hari kemudian, sang induk memindahkan anak-anaknya kembali. Kali ini mereka dipindahkan di pojok ruang. Masih agak tersembunyi. Induk kucing pun cukup leluasa memberi makan anak-anaknya melalui puting susunya. Puting-puting kecil itu yang menjadi rebutan kitty kecil. 

Pagi 10 Oktober 2022, sebelum berangkat bekerja, suara anak kucing berebut puting masih terdengar. Makanan kucing induk pun aku siapkan. Aku tinggalkan mereka dengan tenang. Semoga kali ini mereka hidup dan besar seperti generasi pertama yang lahir bulan Okotober tahun lalu. 

Lima kakak-kakaknya pada kelahiran pertama tumbuh menjadi kucing remaja yang gagah. Mereka diadopsi tetangga. Sebagian lagi bermain jauh hingga menghilang dan akhirnya si induk pun birahi kembali.

Anak kedua lahir. Mereka berjumlah tiga ekor. Hitam legam, loreng, dan putih bercampur tutul hitam. Cantik sekali. Mereka lahir di bawah rimbun batang pisang. Karena hujan, aku kasihan dan memindahkan mereka ke dalam rumah. Induknya pun menurut dan mengikuti. Ia pun terlihat merawat anak-anaknya dengan baik. Akan tetapi, naas. Pada suatu hari sang induk tidak mau menyusui. Akhirnya, satu demi satu sang anak pun mati. Mereka aku kuburkan di pekarangan samping rumah.

Induk kucingku adalah kucing yang cacat. Entah perbuatan siapa, ketika masih gadis kecil, pergelangan kaki kirinya dipotong benda tajam. Ia pun pincang. Karena kasihan, ia selalu kami beri makan. Lama-lama ia menjadi jinak. Mengkin menganggap kami adalah tuannya.

Meskipun pincang, karena pergelangan kaki kirinya hilang, banyak bujang yang menghampiri. Jantan putih, jantan 'oyen', jantan belang putih hitam, jantan loreng, dan jantan hitam legam pernah kepergok merayunya.

Aku yang tidak paham tentang perkembangbiakan kucing, cukup kuat menduga si gadis kami sedang berproses menjadi calon ibu. Si "pus" hamil. 

"Kucing gadisku" pun akhirnya menjadi ibu. Lima anaknya yang sehat-sehat membuatku bangga. Ternyata aku mampu menjadi pendamping pengasuh untuk mereka. 

Oleh karena itu, kali ini aku berharap mereka tumbuh dengan baik. Induknya pun kurawat dengan makanan yang baik. 

Hingga pada Sore Hari ...

Ketika aku membuka pintu penghubung ke garasi, kulihat kucing jantan berwarna orange menatapku kaget. Lalu, ia segera berlari keluar melalui celah pintu roling yang lebarnya setelapak tangan. Ibunya anak-anak memasukkan motor, lupa menutup rapat. Mungkin ia masuk tanpa kami ketahui.

Dadaku berdebar-debar. Segera kuambil lampu senter. Lalu, clorot ... cahaya lampu senter yang cukup terang memberi pemandangan mengerikan. Tiga anak kucingku mati dengan menegenaskan. Bagian perut robek dan berdarah. Dua saudaranya sudah meregang nyawa. Aku menduga, si Oyen-lah pelakunya. Dugaanku makin menguat. Ia terlihat ingin kembali masuk ke garasi. 

Sisa anak satu-satunya dipindahkan sang induk ke tempat lain yang tersembunyi. Namun, tempatnya masih di garasi. Sekitar pukul lima sore, si induk mengeong-ngeong di luar rumah. Tentu saja aku kaget. Ia masuk ke ruangan dan mengeong-ngeong dengan keras. Ia mencari anak-nya di tempat bangkai anak kucing kutemukan. Ia tidak tahu ketiga anaknya sudah aku kuburkan. 

Menjelang maghrib, kembali jantungku berdegub kencang. anak kucing yang disembunyikan tidak ada di tempatnya. Setelah kucari, ia berada di sudut kanan dekat pintu roling. Masih ada nyawanya. Namun, si induk sudah tidak mau menyusuinya. Tidak sampai dua jam, ia pun menyusul saudara-saudaranya. Selepas Isya, kitty kecil aku bawa ke pekarangan.

Benarkah si Oyen jantan pelaku pembunuhan? Mungkinkah ia menganggap mereka bukan anak-anaknya dan berharap dengan menghabisi, sang induk birahi kembali? Dengan demikian, ia mau diajak berhubungan dan dibuahi olehnya?

Tidak ada CCTV yang dapat menjelaskan.

Musi Rawas, 10 Oktober 2022
PakDSus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun