Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Senja Menjadi Pilihan Para Penulis

5 Oktober 2022   00:41 Diperbarui: 5 Oktober 2022   01:22 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sunset-desert-with-muslim-mosque-foreground. Image by nikitabuida on freepik.com

Seorang teman menulis, usia senja sangat ditakuti, puisi senja sangat digemari. Oleh karena itu, teman saya itu kembali menulis puisi tentang senja. Tidak hanya itu, buku antologi yang ia tulis pun bertajuk Pelangi Senja. 

Seorang teman lainnya berujar," Iya Pak De ... Saya suka dengan senja, anak keponakan saya juga tak beri nama senja, Pak De. Senja itu tenang dan nyaman, Pak."

O, begitu. Gumam saya keluar dari bibir sambil mengangguk-angguk di tengah malam menjelang pergantian hari. Saya baru menyelisik dari dua orang yang saya abadikan dalam puisi "Senja Hampir Berganti".

Pantas saja banyak puisi beliau, khususnya Ibu Theresia Martini, menggunakan kata "senja" maupun bertema dan bernuansa senja hari. Dalam catatan, duh sempat-sempatnya mencatat, dalam kurun waktu 4 September hingga 4 Oktober 2022 Bu There menulis tidak kurang dari 12 karya puisi yang memuat kata senja. Kata senja itu sebagai judul maupun menjadi bagian dari larik-larik puisinya. 

Senja itu, tenang dan nyaman.

Izinkan saya mengutip "senja" dalam puisi bu There tersebut

Bagi Bu There, senja itu tenang dan nyaman. Bagi saya, ketika kecil, senja itu waktu menjelang maghrib. Waktunya sang surya beristirahat. Benar ada semburat jingga di ufuk barat. Langit pun menjadi indah. Namun, saat kanak-kanak, itu adalah waktu yang menakutkan.

"Pulang! Hari sudah maghrib. Awas kau digondol wewe!" 

Kalimat perintah diikuti kalimat bernada menakut-nakuti sering saya dengar dari almarhum nenek saya. Semoga Allah menempatkannya di tempat layak di sisi-Nya. Tentu saja membuat nyaliku ciut. Jantung berdebar. Rasa takut pun menyebar. 

Makin beranjak dewasa, rasa takut memudar. Berganti dengan rasa kagum memuji. Meskipun, jarang sekali menikmati senja seperti tergambar pada kata-kata mutiara, puisi yang mendayu merayu, dan ratusan kalimat penikmat senja lainnya. Akan tetapi, lukisan langit pada senja hari sungguh sangat indah. Semburat cahaya surya yang menuju peraduan, jika difoto menghasilkan karya seni rupa nan sangat indah.

Sampai di sini saya pun paham. Mengapa senja menginspirasi banyak orang. Fotografer mengabadikan keindahan langit yang memunculkan siluet beragam objek menjadi karya fotografi yang memukau. Yang pandai memainkan diksi melukiskan senja menjadi kata-kata bijak sekaligus menenangkan hati.

Ada yang menulis bahwa kedatangan senja yang menenggelamkan matahari mengajarkan pada kita, bahwa segala sesuatu tak ada yang abadi. Sebab, besok senja pun kembali lagi. Penulis lain mengatakan, senja mengajarkan kita bahwa apa pun yang terjadi hari ini pasti akan berakhir indah. Sementara esok, hari akan berulang dan tidak ada yang bisa memastikan akan berakhir dengan indah.

Apa pun itu, senja itu menginspirasi. Senja membawa diri ke peraduan untuk merenung. Senja membawa doa, semoga esok kembali bertemu mentari.

Musi Rawas, 5 Oktober 2022
TNI-ku, Selamat berulang tahun!
Para guru, Selamat Hari Guru Sedunia

PakDSus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun